Jika dikomparasikan dengan statemen Mahesh Bhatt, maka benang merah dari keduanya adalah ada pada laba dari film. Tidak peduli apakah film itu orisinal atau tidak, asal menghasilkan proyeksi potensi laba besar, maka film itu dibuat.
Seorang penulis bernama Chriss Dsouza bahkan dengan terang-terangan mengatakan jika pascaera 1950-an sampai sekarang, sebagian besar kualitas film India mulai menurun. Penyakit utamanya adalah plagiat.
Ia juga menyebut nama Haji Mastan sebagai salah satu penyebab kemunduran film India dari segi kualitas. Bahkan, kartel semacam ini masih berlaku meski nama Haji Mastan sudah memudar.
Ia mengatakan, ada dua hal kenapa banyak para produser dan sineas tetap menjiplak karya hingga saat ini.
Pertma, mereka tidak mau mengambil risiko dengan mencoba konsep dan gagasan baru dalam film. Kedua, publik India tidak tahu dan tidak peduli dengan film karya jiplakan. Dua hal itu menjadi analisa Dsouza.
Apa yang dikatakan Dsouza sebenarnya mengingatkan saya akan apa yang dilakukan oleh Shah Rukh Khan dan rumah produksinya bernama Red Chilli.
Dua film yang diproduseri Shah Rukh Khan berjudul "Zero" dan juga "Dear Zindagi" merupakan sebuah konsep baru yang ingin ditampilkan. Namun sayang, dua film ini gagal total dan dikabarkan merugi.
Apa yang ditulis Dsouza dan masih terjadi sampai hari ini bisa menjadi gambaran tentang bagaimana bisnis industri film Bolyywood masih dihantui karya jiplakan.
Kembali kepada Mahesh Bhatt ia mengucapkan, jika film tidak berkaitan dengan orisinalitas ataupun karya jiplakan. Film adalah industri hiburan. Ia dibuat untuk menghibur khalayak. Film sukses adalah film yang menghibur dan disaksikan banyak penonton.
Tak hayal, saat ini di India sedang ramai "Crore Club", di mana film dinilai dari segi pemasukkannya, bukan dari kualitasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H