Mohon tunggu...
Muchammad Nasrul Hamzah
Muchammad Nasrul Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Asli

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Thappad", Sebuah Pesan kepada Suami agar Tidak Menampar Istri

9 Mei 2020   12:01 Diperbarui: 9 Mei 2020   19:16 5212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Thappad (Sumber: indianexpress.com)

Kehidupan Amrita (Taapsee Pannu) mendadak "ambyar" manakala sang suami Vikram (Pavail Gulati) mendaratkan tamparan pipi di hadapan para teman dan koleganya. 

Tamparan itu, mengubah Amrita dari sosok istri yang ceria, taat dan berbakti kepada suami, menjadi pribadi yang pendiam, dingin dan memendam perlawanan.

Cuplikan cerita dari film "Thappad" yang diproduksi tahun 2020 itu cukup membuka mata publik di India. Bagaimana tidak, corak kehidupan patriarki di India memang cukup dominan. 

Wanita, dianggap sebagai makhluk kelas dua yang kerap mendapatkan perlakuan tidak sepantasnya, baik secara verbal maupun non verbal. Lebih parah, aksi itu juga tak lepas dari peran film India.

Sebagaimana yang saya ulas dalam tulisan sebelumnya, problem misoginis di India yang dibawa mealui film cukup berdampak besar bagi kehidupan sosial di negara itu. 

Al-Jazeera bahkan pernah melakukan penelitian jika sebagian besar film India memang mengandung unsur misoginis baik dari adegan, dialog hingga pada lirik lagu soundtrack film.

Menggoda wanita, melakukan pelecehan seksual terhadap kaum hawa seolah menjadi tindak yang lazim dilakukan, karena masyarakat meniru para pahlawan mereka di film.

Kenapa film menjadi hal yang cukup penting untuk menganalisa perilaku sosial di India?

Sedikitnya penulis memiliki beberapa jawabannya. Pertama, masyarakat India adalah pecinta film dalam negeri yang sanggup meruntuhkan dominasi Hollywood. Artinya, kedatangan mereka ke bioskop atau tempat lain untuk menonton film lebih besar.

Kedua, film bagi masyarakat India sudah menyatu dengan kehidupan. Hal inilah yang setidaknya dilihat sebagai sarana oleh beberapa kelompok untuk mengambil keuntungan baik secara finansial, politis hingga yang sifatnya ideologis.

Bahkan , dalam beberapa ulasan sebelumnya penulis sempat membeber bagaimana film digunakan untuk kepentingan penyebaran ideologi kiri, kampanye politik hingga meningkatkan sektor pariwisata.

Karena itu, film India yang banyak mengandung unsur misoginis dan juga lebih kuat ke arah patriarki secara tidak langsung berpengaruh terhadap kondisi sosial di negara tersebut.

Film "Thappad" yang disutradarai Anubhav Sinha ini tak lain adalah salah satu upaya perlawanan dalam mendekonstruksi hegemoni patriarki dalam rumah tangga. Utama dan lebih khusus, bagi para suami yang ringan tangan kepada istri mereka.

Menampar perempuan yang seolah menjadi hal sepele di India, kini mendapat perlawanan dari beberapa sineas yang sudah mulai sadar akan hal itu. 

Dua film yang penulis tonton sebelumnya yakni "Kabir Singh" dan "Dabbang 3" secara terang-terangan menunjukkan bagaimana menampar perempuan itu hal yang lumrah dan bahkan mendapat legitimasi pembenar.

Poster film Thappad (Foto: Times of India)
Poster film Thappad (Foto: Times of India)
Pada "Kabir Singh" dikisahkan dua orang yang saling mencintai sampai harus saling tampar atas dasar perasaan. Lebih parah di film "Dabbang 3", Inspektur Chulbul Pandey yang diperankan Salman Khan sampai harus menampar berkali-kali perempuan yang bekerja sebagai penyalur Pekerja Seks Komersial (PSK). Artinya, dua film yang mewakili budaya patriarki dan membawa problem misoginis itu masih membenarkan perempuan untuk dipukul dengan alasan apapun.

"Thappad" hadir dengan mendobrak itu semua. Film yang dikemas dengan alur cerita yang tidak cukup rumit ini memiliki pesan yang sangat luar biasa bagi para suami yakni, "jangan pernah menampar wajah istrimu".

Dikisahkan setelah Amrita menerima tamparan dari Vikram, batinnya langsung bergejolak, kehidupannya berubah, apa yang sudah ia persembahkan sebagai istri kepada suaminya, mendadak tidak ada artinya. Amrita, tanpa basa basi langsung mengajukan cerai kepada sang suami.

Anubhav Sinha, sang sutradara film ini cukup piawai dalam menanamkam pesan itu. Jangan harap sosok Vikram dalam film "Thappad" adalah suami tukang selingkuh, pengangguran dan tempramental. Sutradara justru menggambarkan Vikram adalah suami yang baik, tanggung jawab dan dari keluarga berpendidikan.

Artinya, Anubhav Sinha ingin menunjukkan jika suami yang dianggap baik, tidak tempramental dan tanggung jawab, bisa melakukan tindakan yang paling dibenci oleh wanita tersebut.

"Thappad" banyak mendapatkan sambutan positif meski ia mencoba untuk mendobrak dominasi patriaki. Setidaknya, beberapa ulasan menempatkan film ini sebagai karya layak tonton dengan pesan yang sangat penting.

Berbeda dengan "Lipstick: Under My Burkha", atau "Begum Jaan" yang mencoba menggambarkan bagaimana kekuatan perempuan dengan cara yang cukup ekstrim, "Thappad" justru tidak memilih jalur itu.

Seolah menjawab atas premis yang dibuat sang sutradara jika suami yang baik ada peluang untuk menampar istrinya, maka penggambaran sosok Amrita justru adalah sama halnya. Istri yang taat bisa meninggalkan suami dan hilang rasa cintanya manakala suami sudah main tangan terhadapnya.

Anubhav Sinha mencoba untuk mengeksplorasi bagaimana perasaan perempuan yang mendapat aksi kekerasan dalam rumah tangga beserta perlawanannya. 

Meski cerita utama dalam film "Thappad" adalah tentang Amrita dan Vikram, namun secara cerdik Anubhav Sinha menyisipkan beberapa pesan yang ada dalam beberapa tokoh yang terkait dengan cerita utama.

Misalnya, bagaimana Ibunda Amrita yang digambarkan sempat bercurah hati kepada suaminya bahwa menjadi seorang istri adalah pekerjaan yang tidak mudah. Ia sampai harus rela memendam cita-cita-nya menjadi penyanyi radio terkenal hanya karena ingin mengabdi kepada sang suami.

Kisah kecil tentang tetangga Amrita dan Vikram yang ditunjukkan sebagai seorang janda satu anak yang kaya raya juga cukup menjadi satu premis jawaban kenapa wanita memilih untuk hidup sendiri tanpa bersuami. Jawabannya adalah karena wanita berhak mendapatkan kebahagiannya sendiri, setelah usaha dan pengabdiannya tidak dihargai dan malah diganjar pukulan.

Atau juga ada kisah kecil lain tentang pembantu Amrita dan Vikram. Wanita yang sudah bekerja siang dan malam itu masih mendapat perlakuan tidak senonoh dari suaminya yang pengangguran. Wanita yang menjadi tulang punggung keluarga itu malah kerap ditampar suaminya dan mendapat perlakuan tidak pantas dari mertuanya.

Bagi penulis, "Thappad" adalah kisah sederhana tentang sebuah tamparan yang berujung pada rusaknya kehidupan rumah tangga. Meski hanya sebuah tamparan. Meski sang suami sudah menyatakan menyesal dengan perbuatannya. Namun, sang istri yang sudah terlanjur kecewa, lantas mencoba memudarkan rasa cinta, mencari kebahagiannya sendiri dan mencoba untuk melawan stigma masyarakat yang seolah menganggap biasa saja tamparan itu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun