Dua cerita di atas, menunjukkan bahwa memaksakan diri berpose hedon dengan niatan pamer harta, malah berdampak negatif dan membalik kehidupannya. Dari kaya raya, terjun bebas ke garis kemiskinan.
Beda cerita dengan pengacara kondang Hotman Paris Hutapea. Sedari awal, saya pribadi sudah mendapat informasi jika ia adalah pengacara kondang yang kaya raya. Bahkan, tanpa memamerkan hartanya pun ia sudah kaya. Bagaimana tidak kaya, ia punya banyak klien, dan kasusnya bukan kelas "ecek-ecek".
Tapi pamer kekayaan ala Hotman bagi saya bukan untuk pamer atau panjat sosial. Toh ia juga tidak membutuhkan hal itu untuk memperlancar pekerjaannya sebagai pengacara. Ia juga tidak butuh itu agar dikenang orang sebagai pengacara kondang yang kaya raya.
Apa yang dilakukan oleh Hotman Paris justru membangkitkan semangat para pengacara-pengacara muda, untuk terus belajar dan meningkatkan kualitasnya. Tujuannya, agar bisa dapat banyak klien dengan kasus yang tidak "ecek-ecek".
Saya adalah orang yang mengikuti instagram Hotman Paris, dalam berbagai postingannya ia membakar semangat pengacara muda agar lebih bekerja keras. Pada waktu Subuh sudah bangun dan berolahraga, serta sudah melihat berkas kasus. Apa yang dilakukan Hotman adalah memberi contoh etos kerja. Hasilnya adalah kekayaan yang diperolehnya. Pesan dari berbagai postingan Hotman Paris itu adalah "kerja keras tak pernah mengkhianati hasil".
Sama-sama pengacara, justru perilaku Hotman berbeda dengan salah satu pengacara yang sempat viral karena ungkapannya "benjolan sebesar bakpao". Dalam sebuah wawancara ia sempat mengutarakan jika menyukai kemewahan dan hidup mewah.
Ungkapan itu justru lantas disambut "mesra" oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Pada tahun 2017 lalu, Menteri Keuangan mengaku senang jika ada masyarakat yang pamer kekayaan. Pasalnya, itu memudahkan Direktur Jenderal Pajak untuk menelusuri harta kekayaan orang tersebut. Saya kira, pesan Menteri Keuangan itu masih berlaku hingga hari ini.
Apapun maksud tujuan dari memamerkan harta, baik niat panjat sosial ataupun memberikan motivasi kepada sesama, adalah hak bagi mereka. Namun, hak tersebut tidak sepenuhnya mutlak. Apa yang dilakukan oleh Polri adalah contohnya.
Baru-baru ini Polri mengimbau kepada para anggota polisi agar tidak berpose hidup mewah, melainkan hidup sederhana. Saya kira itu adalah kode etik yang cukup baik untuk menyelami perasaan batin masyarakat. Utamanya mereka yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Mungkin para orang kaya bisa saja membeli batu bata ber merk yang dijual dengan harga Rp 2,8 juta.
Jumlah itu setara dengan gaji Upah Minimum Regional (UMR) di kota tempat saya tinggal yakni Malang. Jika niatnya pamer, maka hal itu akan setidaknya akan menyentil "jiwa kemiskinan" para masyarakat menengah atau di bawah garis kemiskinan. Sehingga, yang dilakukan Polri adalah agar menjaga perasaan itu.
KH Ahmad Bahauddin atau yang akrab disapa Gus Baha, dalam sebuah ceramahnya yang terekam di Youtube mengingatkan agar manusia lebih banyak bersyukur atas apa yang ditipkan oleh Allah kepada manusia. Kekayaan adalah harta titipan dari Allah SWT.