Salah satu pemrakarsa sejarah ditetapkannya "Hari Ayah" secara nasional adalah l deklarasi yang dibarengi  sayembara menulis surat oleh anak nusantara. Sebanyak 100 surat terbaik dari anak nusantara kepada ayahnya, lalu dibukukan dan diberi judul "Kenangan untuk Ayah".
Saya mencoba berandai-andai jika ikut dalam sayembara menulis itu. Alih-alih menulis surat untuk ayah, justru tulisan akan saya tujukan kepada ibu saya. Kenapa? Karena beliau adalah ibu sekaligus ayah bagi saya.
Tulisan ini tidak menafikkan peran ayah di dalam keluarga. Sebab, kebanyakan orang memiliki struktur keluarga kecil yang normal. Ayah, ibu dan anak. Keluarga kecil saya tidak begitu. Saya hanya tinggal dengan seorang ibu.
Tak akan saya bercerita kenapa saya hanya tinggal dengan ibu. Sebab, tak penting pula saya tulis panjang lebar disini, karena ini urusan privasi keluarga. Tapi, sebagai manusia, saya juga berhak merayakan Hari Ayah, meski ucapan itu saya lontarkan kepada sang bunda yang kini sudah tiada.
Berbicara soal Hari Ayah, maka nilai filosofis dasar yang melatarbelakangi perayaanya, bukan karena faktor biologis semata. Tetapi lebih kepada peran sosok ayah dalam keluarga. Fungsi sebagai seorang ayah dalam keluarga ter-aplikasi dan dirasakan oleh para anaknya.
Jika Hari Ayah diucapkan kepada sosok ayah yang tak pernah menjalankan fungsinya, maka perayaannya hanya akan terjebak pada ritualnya semata tanpa memahami nilai-nilai di dalamnya.
Sekali lagi, ayah bukan saja sosok biologis dalam hubungan antar keluarga. Tapi ayah adalah sosok panutan kepada anak-anaknya. Bagi anak lelaki, ayah adalah panutan agar menjadi suami yang baik kelak.
Sedangkan, bagi anak perempuan, sosok ayah kadang menjadi referensi baginya untuk mencari pendamping hidup. Bukan secara fisik, tapi secara sifat, perilaku, tanggung jawab dan kedewasaan dalam memimpin keluarga.
Jabatan menjadi ayah tidak sempurna, jika ia hanya sukses menghamili istrinya, lalu berbahagia sejenak untuk merayakan kelahiran anaknya. Usai itu, tak ada tanggung jawab baik secara lahir batin dan ideologis untuk membesarkan anak-anaknya. Tak ada perannya, dalam membesarkan buah hatinya.
Mungkin "Pursuit of Happiness" adalah contoh bagaiamana kisah nyata perjuangan seorang ayah yang difilmkan. Dibintangi oleh Will Smith, film ini kerap dijadikan contoh dan referensi bagaimana menjadi seorang ayah tangguh dan bertanggung jawab akan putra semata wayangnya.
Film Biopik aktor bollywood Sanjay Dutt berjudul "Sanju" juga menampilkan perjuangan sosok seorang ayah yang luar biasa sabar mengatasi kebengalan anaknya. Sanjay Dutt pada era tahun 90-an dikenal sebagai aktor yang suka main cewek dan terjebak kubangan narkotika. Ia juga pernah dipenjara karena dituduh melakukan aksi terorisme.