Mohon tunggu...
Muchammad Akbar Kurniawan
Muchammad Akbar Kurniawan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Hi...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Pengkondisian Klasik: Fondasi Psikologi dalam Behavioristik

25 September 2023   16:48 Diperbarui: 25 September 2023   16:54 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ivan Pavlov. Sumber gambar: NobelPrize

Seringkali ketika seseorang melihat kecoa pasti akan merasakan "jijik" dan ketakutan. Padahal kecoa merupakan hewan yang sering membersihkan dirinya sendiri layaknya seperti kucing. 

Namun, kenapa seseorang takut dengan kecoa?. Jawabannya adalah karena kecoa sering hinggap di tempat-tempat yang kotor seperti selokan, saluran air, kamar mandi, dan tempat kotor lainnya. Sehingga, ketika seseorang melihat kecoa pasti akan lari ketakutan. 

Hal tersebut diakibatkan oleh kebiasaan seseorang melihat kecoa ditempat yang kotor. Coba saja jika kecoa hinggap di tempat yang bersih, pasti kecoa tidak ditakuti oleh banyak kalangan. Karena ketakutan tersebut merupakan kebiasaan atau behaviroisme. Memang apa sih behaviorisme itu?

Behaviorisme adalah salah satu dari banyak pandangan psikologi tentang manusia yang dapat menjelaskan perilaku manusia (Abidin, 2023). Pandangan ini mengakui betapa pentingnya memasukkan atau menyampaikan input, yang merupakan stimulus, dan keluaran, yang merupakan respon. 

Behavioris mempelajari bagaimana tingkah laku sesuai berhubungan dengan hubungan antara stimulus dan respons yang biasa diamati. Behaviorisme juga menyelidiki hubungan yang tidak terkait dengan kesadaran maupun konstruksimental. Behavioris menganggap belajar sebagai perubahan tingkah laku. Belajar adalah hasil dari hubungan yang ada antara stimulus dan respons (Abidin, 2023). 

Menurut behavioris, jika seseorang mengubah sikapnya, dia sudah belajar. Input, yaitu stimulus, dan hasil, yaitu respons, merupakan komponen penting dari belajar. Sementara stimulus adalah sesuatu yang diberikan guru kepada siswa, respons siswa adalah hasil dari stimulus tersebut (Irwan, 2016).

Salah satu tokoh terkenal yang mencetuskan teori behavioristik adalah ilmuwan asal rusia yang bernama Ivan P. Pavlov (1849-1936). Beliau merupakan pencetus teori behaviorstik yang bernama Teori Pengkondisian Klasik (Sarnoto, 2011). Ivan Pavlov pertama kali menemukan kondisi klasik ini ketika dia meneliti proses produksi air liur pada anjing. 

Pavlov menemukan bahwa anjing tersebut tidak hanya menanggapi rasa lapar sebagai kebutuhan biologis, tetapi juga melalui proses belajar yang disebut pengondisian klasik (Rafki Nasuha Ismail, 2019). 

Dalam ilmu psikologi, pengondisian klasik digunakan sebagai terapi untuk mengubah perilaku individu. Teori Pengkondisan klasik merupakan Stimulus netral dapat menghasilkan respon baru ketika dikombinasikan dengan stimulus yang biasanya mengikuti respon tersebut dalam proses belajar.

Ivan Pavlov. Sumber gambar: NobelPrize
Ivan Pavlov. Sumber gambar: NobelPrize

Ivan Pavlov mengembangkan teori perilaku kebiasaan melalui percobaan dengan anjing dan air liurnya. Pavlov menemukan proses ini karena perangsang asli dan netral, atau rangsangan, biasanya dikombinasikan dengan komponen penguat yang menghasilkan reaksi. Penguatnya adalah perangsang tidak bersyarat atau US (Uncondition Stimulus), dan perangsang netral disebut perangsang bersyarat atau terkondisionir atau CS (Condition Stimulus). 

Reaksi alami atau reaksi yang tidak dipelajari disebut reaksi bersyarat atau CR (Condition Response). Sedangkan reaksi yang dapat dipelajar atau reaksi tak bersyarat disebut UR (Uncondition Response). Pavlov menggunakan kata-kata tersebut sebagai penguat. Artinya Setiap agen, seperti makanan, mengurangi sebagian dari kebutuhan. 

Akibatnya, air liur (UR) akan keluar dari mulut anjing sebagai reaksi terhadap makanan (US). Air liur (CR) terjadi ketika rangsangan netral atau netral stimulus, seperti bel atau genta (CS), dibunyikan bersamaan dengan waktu penyajian (Santrock, 2008). Berikut merupakan contoh gambar pengkondisian klasik Ivan Pavlov.

Sumber gambar: BC Campus
Sumber gambar: BC Campus

Paradigma kondisioning klasik Pavlov menunjukkan bahwa anjing dapat dilatih untuk mengeluarkan air liur bukan terhadap rangsang semula, yaitu makanan, melainkan terhadap bunyi. Proses ini dimulai dengan menunjukkan makanan kepada anjing sebagai rangsang yang menimbulkan air liur, dan kemudian dilanjutkan dengan membunyikan lonceng atau bel berkali-kali. 

Pada akhirnya, anjing akan mengeluarkan air liur setiap kali mendengar bunyi lonceng atau bel, bahkan jika makanan tidak diperlihatkan. Pembentukan tingkah laku yang berbeda berkembang dari paradigma kondioning klasik ini. Susunan syaraf tak sadar dan otot-ototnya juga dibahas dalam kondisi klasik ini. Oleh karena itu, kondisioning klasik membentuk emosional (Desmita, 2009)

Contoh teori pengkondisian klasik pavlov dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya jika kita mendengar ringtone handphone yang tidak asing di tempat umum, kita secara naluri langsung mengambil handphone kita untuk memastikan bahwa suara itu berasal dari handphone kita atau orang lain. Selain itu, Seorang perokok dapat menyalakan rokoknya tanpa sadar saat melihat asbak di suatu tempat dan masih banyak lagi contoh-contohnya dalam kehidan sehari-hari.

Ohman & Mineka, (2001) menjelaskan bahwa teori pengkondisian klasik Pavlov memiliki beberapa prinsip, antara lain :

Pertama, Acquistion (Akuisisi). Kondisi dimana stimulus netral (Netral Stimulus) berjalan dengan reaksi yang tak terkondisikan (UR) sehingga menjadi Reaksi terkondisikan (CR).

Kedua, Extinction (Penghapusan). Stimulus netral (Netral Stimulus) sudah tidak berjalan atau berfungsi, sehingga reaksi yang terkondisikan akan hilang (UR).

Ketiga, Spontaneus Recovery (Pemulihan Spontan). Reaksi yang sudah tidak terkondisikan akan muncul secara tiba-tiba akibat. Hal ini diakibatkan kepunahan masih belum tuntas, sehingga akan menimbulkan reaksi terkondisikan secara spontan.

Keempat, Generalization (Generalisasi). Mengacu pada kecenderungan untuk merespons rangsangan yang menyerupai stimulus terkondisi asli. Kemampuan untuk menggeneralisasi memiliki signifikansi evolusioner yang penting. Jika kita memakan buah beri merah dan buah tersebut membuat kita sakit, ada baiknya kita berpikir dua kali sebelum kita memakan buah beri ungu. Meskipun buah beri tidak persis sama, namun keduanya serupa dan mungkin memiliki sifat negatif yang sama.

Kelima, Discrimination (Diskriminisasi). Kecenderungan untuk merespons secara berbeda terhadap rangsangan yang serupa tetapi tidak identik. Jika kita mencoba buah beri ungu, dan jika buah tersebut tidak membuat kita sakit, kita akan mampu membedakannya di masa depan.

Disimpulkan bahwa banyak ahli kejiwaan menganggap Pavlov sebagai titik awal yang tepat untuk penyelidikan belajar karena teori pengkondisian klasik ini sangat sederhana. Pengendalian stimulus jauh lebih penting daripada pengendalian respon berdasarkan eksperimen Ivan Pavlov. Konsep ini menunjukkan bahwa proses belajar memprioritaskan faktor lingkungan (eksternal) daripada motivasi (internal).

Referensi

Abidin, A. M. (2023). Penerapan Teori Belajar Behaviorisme dalam Pembelajaran (Studi Pada Anak). AN-NISA: Jurnal Studi Gender dan Anak, 13(2), Article 2. https://doi.org/10.30863/annisa.v13i2.3990

Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. PT Remaja Rosdakarya.

Irwan. (2016). Teori Belajar Aliran Behavioristik serta Implikasinya Dalam Pembelajaran Improvisasi Jazz. Pelita Bangsa Pelestari Pancasila, 10(2), Article 2. https://pbpp.ejournal.unri.ac.id/index.php/JPB/article/view/3652

Ohman, A., & Mineka, S. (2001). Fears, Phobias, and Preparedness: Toward an Evolved Module of Fear and Fear Learning. Psychological Review, 108(3), 483--522. https://doi.org/10.1037/0033-295x.108.3.483

Rafki Nasuha Ismail, M. (2019). Membangun Karakter Melalui Implementasi Teori Belajar Behavioristik Pembelajaran Matematika Berbasis Kecakapan Abad 21. Menara Ilmu: Jurnal Penelitian dan Kajian Ilmiah, 13(11), Article 11. https://doi.org/10.31869/mi.v13i11.1649

Santrock, J. W. (2008). Educational Psychology (2nd ed.). Kencana.

Sarnoto, A. Z. (2011). Kontribusi Aliran Psikologi Behaviorisme Terhadap Perkembangan Teori Ilmu Komunikasi. Jurnal Statement: Media Informasi Sosial Dan Pendidikan, 1(2), Article 2. https://doi.org/10.56745/js.v1i2.6

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun