batas usia kerja. Bagi sebagian orang, topik ini mungkin terdengar sepele. Namun, jika kita melihat lebih dekat, apakah kebijakan yang menetapkan batas usia kerja sebenarnya adalah bentuk diskriminasi yang dibiarkan begitu saja?
Di era modern ini, banyak hal yang terus berubah, termasuk cara kita bekerja dan bagaimana perusahaan memandang karyawan mereka. Namun, ada satu topik yang sering kali menjadi perdebatan, tetapi jarang dibahas secara terbuka:Dalam hukum ketenagakerjaan Indonesia, usia pensiun sering kali ditetapkan pada 55 hingga 60 tahun. Tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan kepada karyawan, memungkinkan mereka menikmati masa tua dengan tenang setelah bertahun-tahun bekerja keras. Tapi, apa yang terjadi jika Anda masih merasa bersemangat, masih ingin berkontribusi, tetapi dihadapkan pada tembok yang disebut "batas usia kerja"?
Kebijakan ini seolah mengatakan bahwa setelah usia tertentu, kontribusi Anda sudah tidak lagi diinginkan atau diperlukan. Apakah itu adil? Bagi banyak orang, hal ini terasa seperti pukulan di wajah. Mereka dipaksa untuk menerima bahwa usia lebih penting daripada pengalaman, dedikasi, atau kemampuan mereka untuk tetap produktif.
Di lapangan, saya sering mendengar cerita dari para karyawan yang merasa terpinggirkan hanya karena usia mereka. Banyak dari mereka yang berusia di atas 40 atau 50 tahun mulai merasa tidak lagi dianggap relevan. Mereka mungkin tidak dipecat secara langsung, tetapi tiba-tiba tanggung jawab mereka dikurangi, kesempatan untuk promosi menghilang, atau bahkan mereka tidak lagi diajak dalam proyek-proyek penting.
Ironisnya, di saat yang sama, mereka melihat rekan-rekan yang lebih muda naik ke posisi-posisi yang mereka inginkan, meski mungkin belum memiliki pengalaman yang cukup. Apakah ini karena mereka lebih mampu? Tidak selalu. Sering kali, ini lebih berkaitan dengan persepsi bahwa "lebih muda" berarti "lebih baik."
Padahal, jika kita pikirkan, pengalaman bertahun-tahun yang dimiliki karyawan senior adalah aset berharga yang sering diabaikan. Mereka telah melihat naik turunnya perusahaan, menghadapi berbagai tantangan, dan menemukan solusi kreatif yang tidak mungkin didapatkan dari buku teks atau kursus online.
Salah satu alasan mengapa diskriminasi usia ini terus berlanjut adalah karena sifatnya yang tersembunyi. Jarang ada perusahaan yang secara terang-terangan menyebutkan bahwa mereka tidak mau mempekerjakan orang di atas usia tertentu. Namun, praktik ini ada dan terus berlangsung. Kadang-kadang, itu disamarkan dengan istilah seperti "cocok untuk tim yang dinamis" atau "mencari kandidat yang energik."
Kita hidup di dunia yang cepat berubah, dan ada tekanan untuk terus beradaptasi dengan teknologi dan cara kerja baru. Hal ini sering kali membuat perusahaan lebih memilih karyawan yang lebih muda, dengan anggapan bahwa mereka lebih mudah beradaptasi. Namun, apakah itu berarti karyawan yang lebih tua tidak bisa mengikuti? Tentu saja tidak. Banyak dari mereka yang sebenarnya lebih cepat belajar dan beradaptasi, hanya saja mereka sering kali tidak diberi kesempatan.
Sudah waktunya kita mulai berpikir ulang tentang batas usia kerja. Apakah benar usia harus menjadi penghalang bagi seseorang yang masih mampu dan mau bekerja? Di tengah berbagai perubahan yang terjadi, mungkin sudah saatnya perusahaan mulai fokus pada kompetensi dan kontribusi, bukan pada usia.
Banyak dari kita mungkin merasa bahwa topik ini belum relevan untuk kita sekarang. Tapi waktu terus berjalan, dan suatu hari nanti, kita juga akan berada di posisi yang sama. Apakah kita ingin diperlakukan seperti ini? Atau apakah kita ingin bekerja di dunia yang lebih adil, di mana pengalaman dan dedikasi dihargai, tanpa memandang usia?
Mari kita pikirkan bersama, dan mungkin kita bisa menjadi generasi yang mengubah pandangan tentang batas usia kerja. Karena pada akhirnya, semua orang berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk bekerja dan berkembang, tanpa harus terhalang oleh angka di KTP mereka.