Inilah buku pertama saya di tahun 2014
Oleh MUCH. KHOIRI
Dengan motto “Menulis atau Mati”—yang mengokohkan motto “Menulislah setiap hari”—dalam rangka mewujudkan tag-line saya “Pagi pegawai negeri, petang pengarang”, inilah buah-manisnya: Sembilan buku! Dalam setahun 2014 ini, saya memetik sembilan buah buku, baik buku solo alias mandiri maupun kroyokan.
Di luar sembilan buku itu tentu ada belasan artikel atau karya lain yang dipublikasikan di harian Duta Masyarakat, majalah MEP, Widyawara, Kata Buku UIN Malang, Bina Qalam, dan sebagainya, termasuk Kompasiana. Namun, dalam momentum ini saya hanya me-review sembilan buku yang pernah saya garap dengan sepenuh passion dan hati di tahun ini. Berikut ini kronologi proses penggarapan buku-buku itu.
Pertama, bersama Eko Prasetyo dan Suhartoko, saya menulis dan menjadi editor buku Boom Literasi: Menjawab Tragedi Nol Buku (Revka Petra Media, Mei 2014). Buku yang ditulis 16 alumni Unesa dan dibiayai bersama ini memuat puluhan artikel literasi. Saya sendiri menyumbangkan enam artikel: (1) Andaikata Gadjah Mada Menulis Memoar, (2) Berbagi Menulis Fiksi di SSW, (3) Berbagi Menulis Nonfiksi dengan FLP Surabaya, (4) Enam Alasan Mengapa Penulis Perlu Jejaring, (5) Makna Lima Novel Bimbingan Budi Darma, dan (6) Menyambut Peluncuran Buku Indra Sjafri. Kini buku ini telah dibedah di beberapa kota termasuk Surabaya, Jombang, dan Tulungagung.
Kedua, pada waktu hampir bersamaan, saya menerbitkan buku solo Jejak Budaya Meretas Peradaban (Jalindo-Satu Kata, Mei 2014). Materi buku ini kebanyakan saya ambil dari tulisan saya di www.kompasiana.com/much-khoiri, dengan 41 tulisan, yang memaparkan tentang: jejak safari-budaya, jejak etos-inspirasi, dan jejak hikmah-kearifan. Buku 200 halaman, yang di-endorsement belasan pakar dan dipengantari Prof. Dr. Lies Amin Lestari MA, ini ditulis untuk pegiat literasi, pegiat budaya, pendidik, (maha)siswa, dan pembaca umum. Tercatat, ada lima buah resensi tentang buku ini. Saya bersyukur, penjualan buku relatif lancar.
Ketiga, saya bersama Luthfiyah Nurlaela bertugas mengumpulkan tulisan dosen-dosen untuk memotret jejak rektor Unesa 2010—2014 dalam berbagai bidang, termasuk respons warga kampus. Buku yang lahir berkat gagasan dan dukungan penuh PR-1 Prof. Dr. Kisyani-Laksono itu diberi judul Muchlas Samani: Aksi dan Inspirasi (Unesa University Press, Juli 2014). Dari belasan artikel, saya berduet dengan Suprapto menyumbang sebuah artikel: “Potret Keuangan, Ketenagaan, dan Sarana-Prasarana” (hlm. 150—177). Buku ini telah berada di berbagai pihak, bukan hanya pejabat kampus, melainkan juga mitra-mitra institusi lain.
Keempat, saat bertandang ke kantor Kompasiana (Jakarta) dan bersua manajernya Pepih Nugraha, saya diajak kompasianer Thamrin Sonata untuk menulis tentang Pancasila. “Ini urgen, Cak. Sudah darurat. Harus disuarakan kembali,”ujarnya berapi-api. Maka, sehabis terkena kemacetan total, saya pulang ke Surabaya, dan paginya saya mengirimkan artikel untuk sebuah buku Pancasila Rumah Kita Bersama (Peniti Media, September 2014). Artikel saya bertajuk “Mengais Pancasila di Kemacetan Jakarta” (hlm. 112—119). Buku yang ditulis 30 kompasianer ini telah dibedah bersama buku saya Jejak Budaya Meretas Peradaban di ruang diskusi Kompasiana.
Kelima, ada undangan dari penyair kondang Sosiawan Leak untuk menulis buku puisi tentang memo bagi presiden terpilih. Karena dibuka di grup fesbuk, peminatnya membludak. Akhirnya, terseleksilah 169 penyair (dari 218 kontributor) dengan total ratusan puisi. Maka, jadilah sekumpulan puisi penyair Indonesia Memo untuk Presiden (Forum Sastra Surakarta, Oktober 2014). Puisi-puisi saya yang masuk di dalamnya adalah ‘Di Antara Kita Ada Dinding’ dan ‘Bagaimana kami Harus Percaya Padamu’ (hlm. 260—263). Buku 476 hakaman ini pertama di-launching di Istana Gebang (rumah kediaman Bung Karno) dan rumah budaya Kalimasada pada 1-2 November 2014 dan, setelah itu, akan dihelat safari buku puisi ini ke berbagai penjuru negeri. http://media.kompasiana.com/buku/2014/12/15/safari-buku-puisi-memo-untuk-presiden-691918.html.
Keenam, dalam seminar nasional plus di Unesa 19 Oktober 2014, saya ikut menyumbangkan sebuah paper literasi. Meski saya tidak bisa menyajikan paper di depan forum (karena bersamaan dengan tugas lembaga ke Jakarta), paper saya masuk ke dalam buku seminar yang bertajuk Membangun Budaya Literasi (Unesa University Press, Oktober 2014). Buku literasi yang dieditori Fafi Inayatillah dkk ini memasukkan paper saya “Membangun Budaya Literasi: Dari Unesa untuk Semua” (hlm. 107—117)—dan telah meminjamnya untuk judul buku bersangkutan. Buku ini memperkaya referensi sebelumnya (Pena Alumni: Membangun Unesa Melalui Budaya Literasi, 2013 dan Boom Literasi: Menjawab Tragedi Nol Buku, 2014) untuk memperkuat program Unesa sebagai Pusat Literasi.
Ketujuh, saya mendapat undangan penyair Sumenep Fendi Kachonk, yang juga penggerak komunitas Kampoeng Jerami, untuk menyumbangkan puisi terkait dengan HAM. Ada puluhan penyair nasional terlibat dalam pengumpulan puisi ini. Akhirnya terkumpullah sebuah antologi puisi Titik Temu (Kampoeng Jerami, Oktober 2014), dengan biaya penerbitan swadana alias iuran. Hari ini 22 Desember 2014 saya dipastikan untuk menjadi pembicara dalam diskusi tentang buku ini di gedung RRI Sumenep pada 3 Januari 2015. Kata Fendi Kachonk, saya akan diinapkan di rumah penyair Syaf Anton Wr.
Kedelapan, ini proyek menulis sejak lama, nyaris bareng dengan buku Muchlas Samani: Aksi dan Inspirasi, namun karena sesuatu hal prosesnya diundur. Maka, skenario diubah, buku dihadiahkan untuk Dies Natalis Unesa ke-50 tahun yang jatuh pada 19 Desember. Lagi, saya bersama Luthfiyah Nurlalela bertindak selaku penulis dan editor untuk buku Unesa Emas Bermartabat (Unesa University Press, Oktober 2014). Buku reflektif ini ditulis oleh 13 dosen Unesa, dan saya sendiri menulis artikel “Pencitraan (Literasi) Unesa lewat Media Sosial” (234—250). Buku ini telah dihadiahkan kepada Rektor saat perhelatan upacara Dies Natalis 19 Desember kemarin.
Kesembilan, inilah buku solo saya yang menjadi penutup untuk buku-buku saya sebelumnya di tahun ini. Saat artikel ini saya tulis, buku ini masih dalam proses cetak, katanya. Namun, kepastian untuk terbit di bulan Desember ini sudah saya pegang. Judulnya Rahasia TOP Menulis (Elex Media Komputindo, Desember 2014), yang memuat 42 tulisan tentang rahasia-rahasia dalam menulis, mulai motivasi hingga strategi. Dalam lapak dan grup-grup fesbuk saya, buku ini mendapat sambutan hangat dari pembaca. Bahkan tak sedikit yang sudah memesannya.
Sekarang, sungguh, saya menitikkan air mata. Mbrebes mili. Bukan tangis kesedihan, tapi tangis keharuan dan kebahagiaan. Tak terasa dalam setahun ini ada sembilan buku yang telah saya garap dengan segenap passion dan hati—di tengah kesibukan yang padat. Bersumber dari motto saya “Menulis atau Mati”, saya menemukan kenikmatan menulis setiap hari—tepatnya pukul 03.00 hingga subuh tiba.
Ya Allah, terima kasih telah Engkau limpahkan kekuatan dan keikhlasan untuk menghasilkan buku-buku tersebut. Maka, karuniakanlah kekuatan dan keikhlasan bagi pembaca-pembaca saya untuk juga menulis buku mereka masing-masing. Hanya dengan begitu, kami mengamalkan perintah-Mu agar kami berliterasi dengan kaffah, yakni wajib iqra (membaca, mengkaji, memahami) dan menularkannya lewat wajib qalam (termasuk menulis).***
Surabaya-Gresik, 22/12/2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H