Mohon tunggu...
Much. Khoiri
Much. Khoiri Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Penulis dan Dosen Sastra (Inggris), Creative Writing, Kajian Budaya dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Trainer dan Perintis 'Jaringan Literasi Indonesia' (Jalindo). Alumnus International Writing Program di University of Iowa (USA, 1993); dan Summer Institute in American Studies di Chinese University of Hong Kong (1996). Kini menjadi Kepala UPT Pusat Bahasa Unesa. Anggota redaksi jurnal sastra 'Kalimas'. Karya-karya fiksi dan nonfiksi pernah dimuat di aneka media cetak, jurnal, dan online—dalam dan luar negeri. Buku-bukunya antara lain: "36 Kompasianer Merajut Indonesia" (ed. Thamrin Sonata & Much. Khoiri, Oktober 2013); "Pena Alumni: Membangun Unesa melalui Budaya Literasi" (2013); antologi "Boom Literasi: Menjawab Tragedi Nol Buku" (2014), buku mandiri "Jejak Budaya Meretas Peradaban" (2014) dan "Muchlas Samani: Aksi dan Inspirasi" (2014). Eseinya masuk ke antologi "Pancasila Rumah Kita Bersama" (ed. Thamrin Sonata, 2014) dan papernya masuk buku prosiding "Membangun Budaya Literasi" (2014). Menjadi penulis dan editor buku "Unesa Emas Bermartabat" (2014). Buku paling baru "Rahasia TOP Menulis" (Elex Media Komputindo, Des 2014).\r\n\r\nBlognya: http://mycreativeforum.blogspot.com\r\ndan www.kompasiana.com/much-khoiri.\r\n\r\nMelayani KONSULTASI dan PELATIHAN menulis karya ilmiah, karya kreatif, dan karya jurnalistik. \r\n\r\nAlamat: Jln. Granit Kumala 4.2 No. 39 Perumnas Kota Baru Driyorejo (KBD) Gresik 61177. \r\nEmail: much_choiri@yahoo.com. \r\nKontak: 081331450689\r\nTagline: "Meretas Literasi Lintas Generasi"

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mengapa Nama Tegar

17 September 2014   12:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:27 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14109063082039825439

[caption id="attachment_324320" align="aligncenter" width="415" caption="Ceria: Tegar yang berulang tahun ke-1"][/caption]

Oleh MUCH. KHOIRI

SHAKESPEARE pernah menulis “What is in a name?” Kebanyakan kita memaknainya sebagai “Apa arti sebuah nama?”, yang mengimplisitkan seakan nama itu tidaklah penting. Namun, sebagai produk kultural, pertanyaan itu mengandung makna tertentu. Yang penting memang bukan sekadar nama, melainkan kualitas apakah yang berada di balik nama itu.

Orang boleh menamai anaknya apa pun yang dia sukai, asalkan kualitas anak itu tetap tinggi. Ini jauh lebih baik daripada nama yang bagus, tapi kualitas anaknya amburadul. Itulah mengapa, dalam berbagai budaya, termasuk Islam, memberikan nama (dengan makna) baik itu penting (bahkan disarankan) agar bisa dijadikan cermin untuk sikap-perilakunya.

Dalam tradisi keluarga kami, nama harus memiliki makna yang baik-baik. Kebetulan nama saya, isteri, dan anak-anak berbahasa Arab—dan semuanya memiliki makna baik-baik. Kami yakin, nama yang bermakna baik adalah sebagian dari doa dan harapan bagi yang menyandang nama itu.

Ketika kami menamakan anak pertama dan kedua, kami berharap bahwa nama mereka mengandung doa dan harapan pula. Anis Rahmatul Fajriya itu wanita rahmatnya waktu fajar; Naguib Mahfoudz saya asosiasikan dengan penulis besar Mesir peraih Hadiah Nobel bidang Sastra.

Nah, semula saya dan isteri sedikit berdebat tentang calon nama untuk bayi mungil kami yang baru saja lahir pada 23 Maret 2005 itu —berbahasa Arab, berbahasa Indonesia, atau berbahasa Inggris. Ada beberapa alternatif yang bisa dipilih. Ternyata, setelah istikharah dan rembukan seperlunya, bayi mungil kami namai “Tegar Aji Pamungkas”—nama yang sama sekali tidak termasuk di dalam daftar alternatif.

Berbeda dengan kakak-kakaknya, Tegar Aji Pamungkas itu nama Jawa. Tegar itu kuat, tabah, tangguh—dalam menghadapi setiap cobaan. Aji itu berharga, bernilai, laksana pusaka. Pamungkas itu yang terakhir atau penutup. Jadi, Tegar Aji Pamungkas itu penanda ketabahan yang sangat berharga dan penutup bagi anak-anak kami. Karena kondisi isteri, saya sepakat bahwa tiga anak cukuplah sudah, tidak perlu lima atau lebih!

Nah, sekarang, mengapa “Tegar” kami lekatkan padanya. Hal ini berkaitan dengan kondisi bundanya, kedua kakaknya, dia sendiri, dan saya. Pertama, nama Tegar bagi bundanya bermakna sebagai pengingat (reminder) bagi perjuangan mengandungnya yang bedrest, proses kelahiran yang teramat berat, dan proses pasca kelahiran yang harus berpisah dari Tegar selama sebulan masa penghangatan di dalam boks inkubator. Bundanya harus kuat dan tegar dalam menjalaninya selama ini.

Kedua, kakak-kakaknya juga merasa harus tegar karena selama ini harus belajar mengurus diri sendiri—dan sering kurang diperhatikan ayahnya akibat kesibukan ini-itu atau bundanya akibat kondisi bedrest sang bunda. Sekarang, tatkala si mungil telah lahir, seakan seorang Khrisna Basudewa telah diturunkan dari langit atau kadhewatan dan memberikan kebahagiaan dan hiburan bagi anak-anak. Hidup harus tegar, tidak boleh cengeng dan mengeluh—karena cengeng dan mengeluh itu tanda kekalahan sebelum berjuang.

Ketiga, biarlah nama Tegar itu melekat pada apa yang dialaminya, sejak berada di dalam kandungan hingga masa pertumbuhannya. Saat bayi saja dia harus dihangatkan di dalam boks inkubator selama sebulan lamanya, dan dia hanya minum susu tanpa kehadiran bundanya—karena bundanya sudah pulang ke rumah, sementara dia masih tinggal di rumah sakit, ditunggui neneknya. Saya-lah yang bertugas mengantarkan ASI itu ke rumah sakit, hampir setiap hari.

Keempat, nama Tegar menyimpan makna tersendiri bagi saya. Ada sejumlah peristiwa atau kegiatan yang harus saya jalani dengan tegar, sabar, dan ikhlas. Kondisi isteri yang bedrest hingga proses persalinan benar-benar menyedot pikiran, tenaga, waktu, dan segala saya—di samping saya bertugas harus mengegolkan perizinan D3 Business English, menggelar ujian TEP bagi 4000-an mahasiswa, mengais dana tambahan untuk menopang keluarga—terlebih dana beasiswa BPPS saya belum keluar.

Bukan itu saja. Bahkan setelah nama Tegar kami berikan di akhir Maret, ternyata harus menghayati ekses makna ketegaran itu sendiri. Saat itu saya sedang menggarap tesis S2, dan tatkala minta tanda-tangan untuk daftar ujian, ternyata pembimbing saya menyarankan agar saya mengubah itung-itungan statistik yang telah saya kerjakan. Saya berjuang habis-habisan. Syukurlah, tantangan pembimbing ini bisa saya lembur selama hampir lima hari tanpa tidur! Sebuah perjuangan yang sangat berat bagi saya.

Ternyata, setelah tesis siap ujian, hampir saja saya tidak diizinkan untuk mengikuti ujian. Maklum, waktunya sudah mepet. Namun, saya melihat, bahwa saya masih berhak dilayani sebagi mahasiswa hingga Agustus 2005. Karena itu, saya minta tandatangan teman-teman yang siap ujian, menggelar dialog dengan ketua program studi IIS, dan mengajukan permohonan ujian kepada Direktur PPs. Berkat perjuangan rumit ini, akhirnya kami diizinkan untuk ujian tesis; dan bahkan diikuti oleh puluhan mahasiswa pasca-sarjana dari berbagai program studi lain. Di hari ketiga ujian saya diangkat teman-teman laksana petinju yang baru saja menjadi juara.

Begitulah, ketegaran-lah yang saya bekali selama itu. Karena itu, nama Tegar terasa wajib saya lekatkan pada nama bayi mungil kesayangan kami. Agar lebih mengabadi, saya tulis ucapan khusus di lembar persembahan tesis S2 saya untuk anak ragil kami ‘Tegar Aji Pamungkas’. Pikir saya, saat itu, biarlah suatu saat Tegar menemukan sendiri bahwa namanya terukir di lembaran persembahan tesis saya—agar setidaknya suatu saat dia mampu menulis tesisnya sendiri dan bahkan lebih.

Begitulah, nama Tegar Aji Pamungkas menyimpan makna tersendiri bagi saya, isteri, Anis dan Najib. Semua paparan di atas pun hanya pemaknaan yang mampu saya ungkapkan lewat kata-kata. Saya yakin, makna yang tak terungkapkan pastilah lebih luas dan dalam. Di dalamnya tersimpan kekuatan yang membius kami selama ini.[*]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun