[caption id="attachment_344338" align="aligncenter" width="424" caption="Indahnya berdiskusi di tahun baru. Sumber ilustrasi di bawah artikel ini."][/caption]
Oleh MUCH. KHOIRI
Inilah catatan terpenting tahun baru. Berbeda dengan ritual mayoritas publik yang gempita menyambut tahun baru 2015, ada ‘keluarga besar’ Humas Unesa yang membuat tradisi baru. Di joglo foodcourt tak jauh dari boozem dekat gedung Humas itu, dihelatlah tradisi baru itu: Berbagi menulis dan membuat resolusi!
Tidak lazim kedengarannya—bahkan cenderung aneh! Di luar sana anak-anak muda berbondong menuju keramaian, memenuhi taman-taman, berdandan sesukanya, mencipta panggung, dan memuaskan hasrat hiburan. Singkatnya, hiruk-pikuk, hura-hura dan kemeriahan. Terompet tahun baru tak ketinggalan. Juga petasan dan kembang api. Seakan tiada hari penting selain malam jelang tahun baru.
Sementara, di joglo ini, di bawah rintik gerimis, para awak Humas Unesa—ujung tombak branding itu—duduk bersama berbagi tentang seluk-beluk menulis. Hadir selaku narsum Pembantu Rektor 4 Prof.Dr. Djodjok Soepardjo, M.Litt, Dr. Djuli Djatiprambudi, dan saya sendiri. Ka-Humas Dr. Suyatno M.Pd, yang juga penulis, menjadi host tradisi baru itu. Kepiawaian Suyatno membuat diskusi hidup dan gayeng.
Mas Djuli—sapaan akrab Djuli Djatiprambudi—kurator seni rupa dan Kajur Pendidikan Seni Rupa ini membeberkan proses kreatifnya yang berliku, yang dirintisnya sejak tahun 1980-an. Termasuk syarat-syarat penting jadi penulis. “Banyak baca, pelajari penulis hebat, banyak latihan...Kalau terbiasa dengan bacaan berkualitas dan rumit, Anda akan menulis karya berkualitas. Menulis pasti terasa mudah.”
Menurutnya, penulis yang baik juga pembaca yang baik. Jika ada penulis yang tidak pernah membaca, lanjutnya, bisa dipastikan bahwa tulisannya dangkal dan jauh dari berkualitas. Para penulis yang dia idolakan semacam Mahbub Junaidi pun rajin membaca untuk mampu menulis artikel kolom yang sangat memukau.
“Baik artikel maupun karya ilmiah, kita harus rajin membaca referensi. Bahkan setiap kali membaca, ada baiknya membuat folder kutipan, agar sewaktu-waktu bisa digunakan saat menulis,” papar penulis 13 buku ini. “Jika terbiasa begini, menulis akan sangat cepat.” Ini sebuah tips penting yang wajib diteladani.
Integritas sebagai penulis juga sangat penting. “Tentang integritas, kita bisa berguru pada orang Jepang. Hampir setiap orang di sana suka menulis, karena mereka suka membaca,” tutur Pak Djodjok, guru besar cakep, yang jebolan Jepang ini. Integritas menulis penting untuk ditularkan ke semua orang, juga demi membangun Unea sebagai pusat literasi. “Semoga budaya membaca dan menulis semakin baik di kampus kita ini,” harapnya.
Para awak Humas, lanjut Pak Djodjok, harus siaga mendukung program Unesa sebagai pusat literasi. Unesa diharapkan siap bekerjasama dengan Pemkot Surabaya dalam menyukseskan program Surabaya Menuju Kota Literasi. Idiealnya, Unesa bisa menyediakan tutor dan pendamping terlatih untuk ratusan sekolah di seluruh penjuru Kota Pahlawan. Ini hanya masalah waktu belaka.
Memang, setahu saya, Unesa akan segera mewujudkan program ini. Tim pelaksana sedang dibentuk, kegiatan sedang dirancang, termasuk TOT (training of trainer) segera dihelat. Dibutuhkan persiapan matang guna menjalankan program yang masif ini. Bukan asal-asalan. Prinsipnya, mendidik diri dulu lebih baik sebelum mendidik orang lain. Tak elok berkiprah di luar kampus, sedangkan tradisi literai kita belum siap.
Pertanyaan demi pertanyaan menggayengkan diskusi. Mulai apa yang sebaiknya ditulis, bagaimana trik dan tips mengatasi kemacetan menulis, bagaimana membuat kalimat pembuka yang paling kuat, dan sebagainya hingga hal-hal teknis lain. Kata saya sederhana, “Jurus jitu sukses menulis adalah menulis, menulis, dan terus menulis. Semuanya ada di buku terbaru saya Rahasia TOP Menulis. Hehehe....”
Yang seru, Suyatno pun menantang setiap hadirin untuk membuat resolusi. Mereka mengaku satu-persatu: Ada yang harus menerbitkan buku, ada yang harus memuatkan 5 artikel di media cetak, ada yang harus rajin membaca, ada yang harus rajin meliput acara-acara kampus, dan sebagainya. Mereka menjadi lebih bersemangat, penuh gairah hidup—inilah judul buku Pak Djodok “Gairah Hidup” (2013).
Resolusi yang kuat, merupakan impian yang tak tergoyahkan. Karena itu, ungkapkan impian secara tegas, jangan hanya “aku ingin”, melainkan “aku harus”. Jika tidak kesampaian, impian akan membuat kita menangis atau menanggung malu yang luar biasa. Resolusi memuatkan 5 tulisan di media cetak, misalnya, menyiratkan bahwa seseorang harus mencapainya sengan segala perjualan dan doa.
Menjelang doa dipanjatkan, di tengah suara mercon dan kembang api yang bersahutan di kejauhan, PR4 memesan agar seluruh hadirin untuk selalu belajar dan membiasakan menulis. Ke depan diharapkan semua meraup sukses dan bahagia. “Tiada berguna sukses kalau tidak bahagia. Itulah hakikat kesuksesan. Sukses dan bahagia.”
Tepat tengah malam, kami memanjatkan doa. Kami berharap, Tuhan senantiasa melimpahkan petunjuk dan lindungan-Nya bagi kami dalam menjalankan amanah berliterasi secara kaffah. Bersama Tuhan, kami akan menebar benih-benih literasi yang sarat makna. Bersama Tuhan pula kami akan memaknai waktu sepanjang 2015 dengan karya nyata.**
Surabaya, 1 Januari 2015
Sumber ilustrasi: http://agnygallus.blogspot.com/2014/02/diskusi-malam-dengan-pensiunan-bulog.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H