Mohon tunggu...
Much. Khoiri
Much. Khoiri Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Penulis dan Dosen Sastra (Inggris), Creative Writing, Kajian Budaya dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Trainer dan Perintis 'Jaringan Literasi Indonesia' (Jalindo). Alumnus International Writing Program di University of Iowa (USA, 1993); dan Summer Institute in American Studies di Chinese University of Hong Kong (1996). Kini menjadi Kepala UPT Pusat Bahasa Unesa. Anggota redaksi jurnal sastra 'Kalimas'. Karya-karya fiksi dan nonfiksi pernah dimuat di aneka media cetak, jurnal, dan online—dalam dan luar negeri. Buku-bukunya antara lain: "36 Kompasianer Merajut Indonesia" (ed. Thamrin Sonata & Much. Khoiri, Oktober 2013); "Pena Alumni: Membangun Unesa melalui Budaya Literasi" (2013); antologi "Boom Literasi: Menjawab Tragedi Nol Buku" (2014), buku mandiri "Jejak Budaya Meretas Peradaban" (2014) dan "Muchlas Samani: Aksi dan Inspirasi" (2014). Eseinya masuk ke antologi "Pancasila Rumah Kita Bersama" (ed. Thamrin Sonata, 2014) dan papernya masuk buku prosiding "Membangun Budaya Literasi" (2014). Menjadi penulis dan editor buku "Unesa Emas Bermartabat" (2014). Buku paling baru "Rahasia TOP Menulis" (Elex Media Komputindo, Des 2014).\r\n\r\nBlognya: http://mycreativeforum.blogspot.com\r\ndan www.kompasiana.com/much-khoiri.\r\n\r\nMelayani KONSULTASI dan PELATIHAN menulis karya ilmiah, karya kreatif, dan karya jurnalistik. \r\n\r\nAlamat: Jln. Granit Kumala 4.2 No. 39 Perumnas Kota Baru Driyorejo (KBD) Gresik 61177. \r\nEmail: much_choiri@yahoo.com. \r\nKontak: 081331450689\r\nTagline: "Meretas Literasi Lintas Generasi"

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kata Pengantar Buku Kita

24 Desember 2014   17:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:33 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14193926101600826546

[caption id="attachment_343054" align="aligncenter" width="500" caption="Sumber ilustrasi di bawah artikel ini"][/caption]

Oleh MUCH. KHOIRI

Salah satu pelengkap untuk naskah buku yang hendak kita terbitkan adalah kata pengantar. Ia berfungsi mengantarkan pembaca untuk memasuki gerbang pembacaan buku kita. Ia harus diperoleh dari para pakar atau praktisi yang kompeten, agar buku kita lebih meyakinkan pembaca.

Kata pengantar sendiri lazim ditaruh di bagian awal buku kita. Ia memberi pengantar penjelajahan awal tentang bentuk dan isi buku, malah kerap ditinjau dari perspektif keilmuan terkait. Dengan membaca kata pengantar, pembaca tersedot perhatiannya untuk menyelami lebih jauh buku itu. Ibarat sebuah rumah, kata pengantar adalah pintu gerbangnya.

Jika sebuah buku diterbitkan tanpa kata pengantar, ya sah-sah saja. Namun, ini seakan kita membiarkan pembaca memasuki rumah tanpa petunjuk apapun jua, dan serta-merta harus mencari-cari sendiri pintu atau jendela rumah, duduk di ruang tamu, dan “membaca” seisi rumah. Tiada petunjuk apapun tentang apa yang seharusnya dicermati terlebih dahulu, dan apa tujuan yang disampirkan dalam membacanya.

Memang, kita sebagai penulis boleh saja memberikan kata pengantar untuk buku kita sendiri. Namun, jangan biarkan pembaca berkesan bahwa kita sok hebat sendiri, sok mengerti sendiri—atau sok mengunggulkan diri sendiri. Biarkan orang lain yang bicara untuk kita. Efeknya pastilah berbeda, setidaknya terkesan lebih objektif. Kehadiran pemberi pengantar ibarat duta bagi keseluruhan isi buku kita.

Karena itu, kata pengantar itu boleh dibilang sangat penting bagi buku kita. Ia tidak boleh ketinggalan dari proses penulisan dan penerbitan buku kita, baik diterbitkan mandiri (indie publishing) maupun oleh penerbit mayor. Saking pentingnya, kata pengantar kerap memiliki added value (nilai tambah) tersendiri bagi buku kita—terlebih, si pemberi pengantar adalah pakar yang disegani dalam bidang yang kita tulis.

Nah, sekarang bagaimana kita memperoleh kata pengantar? Tentu, dengan pendekatan tertentu, kita perlu menentukan siapa pakar yang tepat untuk buku kita. Pakar itu harus memiliki “jam terbang” yang tinggi di publik pembaca. Dia harus memiliki selling poin (menjual). Kedekatan emosional kita dengan pakar itu, tentu, amat penting, agar lancar prosesnya, dan agar murah bayarnya—syukur-syukur gratis (*ngarep.com). Jangan memilih pemberi pengantar yang sukanya pasang tarif dan mata duitan.

Setelah ditentukan, kita perlu melakukan permohonan kepada yang bersangkutan, entah lewat email, telepon, atau bersua langsung. Kedekatan dan kecakapan kita berkomunikasi, dalam meyakinkan beliau, akan menentukan keberhasilan permohonan kita. Dalam hal ini kita wajib telaten dan bersabar, terlebih jika waktu tunggu mungkin lama.

Selanjutnya, upayakan naskah kita sampai pada calon pemberi pengantar. Mungkin kita kirim lewat email, mungkin kita antar langsung. Intinya, kita harus memilih strategi bagaimana agar beliau merasa nyaman. Syukur-syukur kita memberi sinopsis buku itu kepadanya, baik lisan maupun tertulis. Ini merupakan petunjuk awal baginya untuk membaca naskah buku kita, untuk kemudian menulis kata pengantar itu.

Dalam masa tunggu hadirnya kata pengantar, kita harus bersabar. Selain menyibukkan diri dengan proyek-proyek menulis, kita bisa mencoba menanyakan kepada pemberi pengantar. Kita wajib merendah, dan mementingkan kehadirannya. Karena itu, kesantunan wajib kita pegang. Kalimat “Bapak/Ibu, maaf, mohon info tentang perkembangan kata pengantar buku kemarin” terasa lebih nyaman di telinga ketimbang “Bapak/Ibu, apa pengantar buku saya kemarin sudah jadi?” Kira-kira begitulah. Kita tahu diri bahwa pemberi pengantar sedang dipentingkan.

Singkat cerita, kata pengantar sudah diperoleh. Selanjutnya, kata pengantar itu harus disatukan dengan buku kita. Kita mungkin akan menata sendiri, atau kita serahkan kepada lay-outer. Namun, sepertinya penempatan kata pengantar sudahlah standar—mungkin setelah sekapur sirih kita selaku penulis buku dan sebelum daftar isi. Jadi, urutannya pas: pengantar kita, pengantar pakar, daftar isi, dan keseluruhan isi buku.

Sekarang, mari segera kelarkan naskah buku kita. Kita juga angankan siapa yang akan menjadi pemberi pengantar untuk buku itu. Lalu, kita ikuti proses umum mendapatkan kata pengantar yang cemerlang. Syukur-syukur kita sekaligus merencanakan siapa yang akan memberikan endorsement. Setelah komplit semuanya, selesailah tugas kita dalam menulis—selebihnya, ia memasuki proses penerbitan.***

Gresik, 23/12/2014

Sumber ilustrasi: http://ngulas.blogspot.com/2013/06/contoh-kata-pengantar-yang-baik-dan.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun