[caption id="attachment_343387" align="aligncenter" width="448" caption="Sumber ilustrasi di bawah artikel ini"][/caption]
Oleh MUCH. KHOIRI
Jika kita memegang buku dan menemukan kutipan provokatif dan motivatif oleh pakar tertentu di kover belakang—atau sebuah lagi ada di kover depan—itulah endorsement. Sebelum kita membaca sinopsis buku, lebih-lebih isi buku (karena bukunya dilapisi plastik), endorsement itu petunjuk paling awal tentang isi dan kualitas buku.
Kadang endorsemet cukup banyak jumlahnya. Karena itu, letaknya tidak hanya di kover buku, melainkan juga diletakkan di dalam buku—bisa di bagian awal, bisa pula di bagian akhir. Buku saya Jejak Budaya Meretas Peradaban (2014), selain ada tiga endorsment di kover belakang, ada pula “Apa Kata Mereka Tentang Buku Ini” yang memuat endorsement delapan pakar di bagian awal buku.
Endorsement memuat statemen ringkas dari pakar tertentu tentang sebuah buku. Lazimnya, ia menonjolkan kekuatan dan keunikan isi buku itu. Ada juga yang menyatakan tentang kelebihan tertentu dari penulisnya. Kerap juga endorsement menampilkan apresiasi atas teknik penulisan yang digunakan di dalam buku. Semuanya dimaksudkan untuk mempromosikan penulis dan isi buku kepada publik pembaca.
Coba perhatikan endorsement untuk buku saya ini.
(1)Membaca tulisan Much. Khoiri membuat kita seolah diajak berbelanja ke berbagai pasar, mulai dari pasar budaya, pendidikan, sosial kemasyarakatan, dan bahkan filsafat. Memenuhi tas belanja kita dengan berbagai pernak-pernik pengetahuan yang bisa kita ambil secara gratis. Menyulap kita yang mungkin masih miskin menjadi kaya, dan yang kaya menjadi semakin kaya. Kaya wawasan, kaya pengalaman batin, dan kaya sumber refleksi.Buku ini penting untuk dibaca siapa pun yang mencintai hidup dan kehidupan, serta ingin mengambil hikmah dari hidup dan kehidupan itu sendiri. (Prof. Dr. Luthfiyah Nurlaela, M.Pd.Direktur PPPG Unesa dan Tokoh literasi).
(2)“Jejak Budaya Meretas Peradaban” merupakan rekam perjalanan pengalaman hidup seorang Much. Khoiri yang mengusung dualisme kearifan budaya, etos kerja dan kedalaman iman patut dibaca dan direnungkan. Retasan peradabannya mengingatkan kita pada retasan catatan pinggir Goenawan Mohamad, hiruk-pikuk budaya Romo Sindhunata dan mbesengutan Sudjiwo Tedjo. (Prof. Dr. Fabiola D. Kurnia, M.Pd.Kritikus Sastra/Budaya dan Dosen Program Pasca-Sarjana Unesa.)
(3)Kumpulan tulisan Much. Khoiri dapat diperlakukan sebagai sebuah kaleidoskop, sebuah kumpulan dengan berbagai makna, ada yang bertumpang tindih, ada yang lepas sendiri-sendiri, ada yang impulsif, ada yang reflektif, ada yang moralistik, dan lain-lain, dan semuanya mengerucut pada satu titik: inilah worldview Much. Khoiri, dan bukan inilah weltanschauung Much. Khoiri. (Prof. Dr. Budi Darma, Sastrawan dan budayawan).
Itulah tiga di antara delapan buah endorsement dalam buku saya. Saya dekat emosional dengan tiga pemberi endorsement itu, pertama sahabat saya dan dua lainnya adalah guru-guru saya. Bagi saya semuanya memiliki daya pikat tersendiri, bukan hanya tentang saya (*meski saya tidak meminta untuk dilebihkan), melainkan juga tentang proses kepengarangan saya, juga tentang bentuk dan isi buku saya itu.
Dengan demikian, endorsement itu laksana mutiara yang berkilauan, yang memikat pembaca pada detik-detik awal memegang buku. Dalam hitungan detik, endorsement akan memendarkan auranya dan melekatkan daya pikatnya di mata pembaca. Semakin kuat daya pikatnya, semakin besar kemungkinan pembaca membeli dan/atau membaca buku itu.
Jadi, pentingkah endorsement itu? Tak diragukan lagi, ia sangat penting. Ringkas statemen-nya, kuat pengaruhnya. Ia memang lebih pendek dari pada kata pengantar, bagian pelengkap lain di samping endorsement. Namun, endorsement yang lebih dulu ditangkap oleh pembaca. Kata pengantar lebih komprehensif, memang, namun endorsement lebih menawan mata (eye catching).
Mengingat pentingnya endorsement, perangkat ini juga harus diupayakan oleh penulis untuk mendapatkannya dari pakar dan praktisi terkait. Proses mendapatkannya pada hakikatnya sama dengan proses mendapatkan kata pengantar—hanya beda sedikit saja.
Sama dengan mencari pemberi kata pengantar, kita juga perlu menentukan siapa pakar yang tepat untuk endorsement buku kita. Pakar itu harus memiliki “jam terbang” dan selling point (menjual) yang tinggi di publik pembaca. Syukur-syukur ada kedekatan emosional dengan yang bersangkutan, untuk memperlancar proses.
Permohonan juga perlu disampaikan kepada calon pemberi endorsement, entah lewat email, telepon, atau bersua langsung. Ketika sudah deal, kita perlu menyampaikan (sebagian) naskah buku. Paling tidak, kita berikan sinopsis buku, daftar isi, beberapa sampel tulisan, dan biodata kita. Bahan-bahan ini biasanya sudah memadai untuk membuat endorsement.
Sama dengan menunggu hadirnya kata pengantar, kita harus bersabar dalam menunggu endorsement. Kita harus tetap menyibukkan diri dengan proyek-proyek menulis. Jika perlu menanyakan progresnya, kita wajib bersikap santun, merendah, dan mementingkan pemberi endorsement. Kita tahu diri bahwa pemberi endorsement harus dipentingkan.
Jika endorsement sudah diperoleh, segeralah kita klasifikasi dan satukan dengan buku kita. Untuk lebih praktisnya, kita serahkan kepada lay-outer bagaimana cara menempatkannya. Endorsement akan diletakkan di tempat yang sesuai dengan desain kover dan lay-out buku. Perlu ahlinya untuk menuntaskan pekerjaan ini.
Pertanyaannya, apakah Anda sudah menemukan pakar dan praktisi yang tepat untuk memberikan endorsement untuk buku Anda? Eit, lebih urgen lagi, apakah Anda sudah merampungkah naskah buku Anda? Jika belum, apakah Anda sudah merampungkan rancangan (outline) dan bahan-bahan untuk menulis buku Anda? Jika masih belum, apakah Anda sudah memiliki gagasan untuk menulis sebuah buku?***
Surabaya, 24/12/2014
Sumber ilustrasi: http://blog.peopleperhour.com/blogroll/endorse-your-friends-and-help-them-shine/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H