[caption id="attachment_355722" align="aligncenter" width="500" caption="Untuk ilustrasi, terima kasih Merdeka.com"][/caption]
Oleh MUCH. KHOIRI
Aksi begal motor telah semakin menyesakkan. Di kota-kota besar aksi mereka benar-benar berharga nyawa. Nyawa dipertaruhkan. Tak jarang mereka nekad melukai korban-korbannya, yang kebanyakan kaum hawa. Bahkan di beberapa sudut kota, jalan-jalan tertentu telah dianggap ekstra-rawan.
Hampir setiap hari kita menyimak berita kriminal begal motor di layar kaca. Banyak korban berjatuhan, tapi hanya sedikit pelaku yang tertangkap atau dimassa. Memang perintah tembak di tempat telah diberikan kepada begal motor. Namun, aksi mereka seakan tidak pernah surut. Mereka telah masuk dalam lingkaran mafia.
Pertanyaannya, perlukah begal motor itu dipetrus? Petrus adalah penembakan misterius yang dilancarkan semasa Orde Baru pada tahun 1982—1985-an. Sasarannya para kriminal yang meresahkan masyarakat, yang dimulai dari komunitas “gali” (gabungan anak liar) di Yogyakarta. Dari Yogya, pemberantasan kriminal yang semula digunakan untuk shock theraphy itu meluas ke berbagai pelosok negeri.
Masih segar dalam ingatan saya. Sewaktu saya duduk di bangku SMA, saya pernah menyaksikan mayat yang tergantung di dalam kantung besar, dan diselipi uang (untuk bantuan pemakaman). Lama-kelamaan saya juga pernah menyaksikan mayat yang tergeletak di pinggir jalan, tanpa selipan uang pemakaman. Masyarakat setempat terkena getahnya: harus memakamkan mayat-mayat tak diundang itu.
Dampak terapi kejut petrus cukup kuat saat itu. Orang-orang yang memiliki simbol identitas para gali atau kriminal kelas kakap—misalnya tatoo—segera melakukan penghilangan simbol atau tanda yang ada. Bahkan, tak sedikit orang bertato yang rela menyeterika anggota tubuhnya, agar tidak diidentikkan dengan pada gali.
Operasi petrus itu memberikan dampak kejut yang luar biasa. Sebagai warga biasa saya merasakan rasa aman yang menyenangkan setelah operasi petrus. Angka kriminalitas tampaknya turun tajam. Sayang sekali, karena ada oknum-oknum tertentu yang menyalahgunakan, operasi petrus pun mendapat tantangan dari para pembela HAM.
Kembali ke pertanyaan, apakah begal motor perlu dipetrus? Saya bukan aparat kepolisian atau anggota militer atau aktivis pembela HAM. Namun, dalam hati saya sepakat jika (sekali jika) pemerintah memutuskan untuk mempetrus para begal motor. Perintah tembak di tempat perlu ditingkatkan menjadi ‘perintah buru dan sergap’ secara proaktif.
Terlebih, kini sudah ada indikasi bahwa para begal motor telah berada dalam lingkar mafia yang memiliki kekuatan mengerikan. Kekuatan itu, antara lain, mereka tunjukkan dengan sengaja mempertontonkan aksi mereka di dekat sentra-sentara aparat keamanan. Bahkan, pernah juga ada kriminal yang menyatru kantor aparat keamanan. Ini seakan tindakan yang disengaja untuk memberikan peringatan kepada pihak berwajib.
Saya ingat ungkapan guru saya, “Kejahatan yang terorganisir, meski dengan jumlah sedikit, akan mampu melamahkan atau menghancurkan Kebaikan yang tercerai-berai meski jumlahnya banyak.” Begal motor yang terorganisir dalam lingkar mafia bisa sangat mengkhawatirkan masyarakat umum. Hal ini perlu direnungkan mendalam.
Bagaimana dengan HAM? Inilah celah lemah dalam pengadilan. HAM kerap disanjung sedemikian sebagai alat untuk membela yang salah. Inilah pula yang kerap membuat penegakan hukum menjadi lemah. “Di situ saya kadang merasa sedih,” demikian bunyi jeritan hati itu. Banyak orang lupa bahwa hak asasi orang itu dibatasi oleh hak asasi orang lain.
Namun, jujur saja, apakah para begal motor pernah memikirkan HAM tatkala menyabetkan sajam (senjata tajam) ke korban-korbannya? Apakah mereka ingat HAM yang menjadi hak dari ahli waris korban-korban yang dijatuhkannya? Tidak! Mereka tidak ingat HAM saat beraksi. Mereka buta dan tuli akan HAM. Haruskah mereka dibela atas nama HAM pula?
Sungguh, sebagai warga negara biasa, saya hanya ingin negeri ini aman dan nyaman ditempati. Sembari merapatkan barisan di kalangan warga masyaraat, pemerintah wajib memberikan keamanan dan kenyamanan. Petrus mungkin hanya salah-satu alternatifnya. Alternatif yang urgen untuk dipertimbangkan—ketika alternatif lain tidak segera membuahkan hasil.
Semoga negeri ini segera aman dari begal motor yang meresahkan. Semoga aparat mendapat limpahan lindungan dan kekuatan lahir-bathin dari Tuhan yang Maha Kuasa.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H