Gara-gara plagiat, 33 orang dinyatakan meninggal dunia dan puluhan lainnya mengalami luka bakar serius di Jepang. Tak ada yang menyangka, malam itu, dalam kesibukan harian studio produksi animasi, ada seseorang menyelinap dan menyalakan korek api dan berteriak, mati lah!. Tiga gedung terbakar begitu hebat.Â
Banyak orang terjebak dalam kobaran api yang dahsyat seperti neraka, termasuk sang pelaku, yang ditangkap dalam kondisi luka bakar serius di wajah dan kakinya.Â
Dalam kondisi terbakar, ia mengaku melakukan ini karena karyanya telah diplagiasi oleh perusahaan animasi terbesar di Jepang tersebut, KyoAni, atau Kyoto Animation. Novel-novelnya dicuri, katanya.
Cerita plagiasi atau pencurian hasil karya seperti tak ada habisnya, fitrah manusia sebagai makhluk peniru menjebaknya dalam kriminal serius sepanjang sejarah intelektualnya.Â
Tak salah sebenarnya meniru, tapi menyatakan bahwa tiruan itu hasil karya murninya adalah dosa besar. Karena sebuah karya sejatinya adalah, ramuan karya-karya yang sudah ada sebelumnya.Â
Dan jika mau lebih mendalam, seharusnya setiap karya wajib memberikan kredit tidak hanya pada penemu sebelumnya, tapi juga kepada sang Khalik. Sebagai Pencipta segala. Inspirasi segala ide. Karena, jika setiap akibat ada sebabnya, dan setiap karya ada penciptanya, maka pangkal dari sebab atau pencipta adalah Allah Swt.
Lantas, bagaimana perusahaan animasi sekelas KyoAni kok bisa-bisanya memplagiat novel?. Cerita orang-orang tenar terjebak dalam kejahatan plagiarisme ternyata bukanlah hal baru. Bahkan, sebagian besar karya monumental sastrawan sehebat Shakespeare ternyata adalah hasil curian dari karya Holinshed.Â
Martin Luther King, peraih Nobel perdamaian, pemilik pidato paling ikonik dan monumental dalam sejarah Amerika Serikat "I have a dream", memiliki risalah disertasi yang ternyata jiplakan dari ilmuan lain.
Tak hanya itu, dalam kasus hubungan antar-negara, masih hangat dalam ingatan kita kasus plagiasi yang dilakukan Malaysia atas beberapa budaya Indonesia. Dari Rendang hingga Reyog.Â
Permasalahannya sederhana, absennya kredit dari pemerintah Malaysia yang menyatakan bahwa Reyog berasal dari Ponorogo dan Rendang dari Padang, dan mengklaim bahwa itu semua adalah asli warisan budaya Malaysia.Â