Mohon tunggu...
Nurhadi Mubarok
Nurhadi Mubarok Mohon Tunggu... Freelancer - Alumni S1 Tadris ilmu pengetahuan sosial UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

gemar membaca, menulis, jalan jalan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Wacana Bungkus Rokok Memiliki Desain Seragam, Diskriminasi Terhadap Industri Tembakau

3 Februari 2025   10:46 Diperbarui: 3 Februari 2025   16:06 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Akhir-akhir ini pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan yang kontroversial dan aneh. Salah satu peraturan yang aneh tersebut adalalah Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang akan mengatur standarisasi kemasan rokok konvensional maupun elelktronik. Sederhananya, apabila peraturan tersebut benar-benar berlaku, maka semua kemasan rokok baik konvensional maupun elektronik akan memiliki desain, bentuk, warna dan ukuran yang seragam. yang membedakan hanya nama merek rokok tersebut. Bahkan tulisan nama merek rokok tersebut juga harus memakai font yang seragam sesuai peraturan.

Dengan peraturan seperti itu, produsen rokok tidak bisa lagi menampilkan identitas khas dari rokok produksinya seperti logo, warna dan tulisan. Yang akan ditampilkan justru gambar-gambar menyeramkan tentang penyakit akibat merokok yang memiliki ukuran 50% dari ukuran bungkus rokok konvensional maupun elektronik. untuk peraturan yang berlaku saat ini, gambar menyeramkan itu hanya berukuran 40% dari ukuran bungkus rokok.

kata Benget Saragih, Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau di Kementerian Kesehatan, penambahan ukuran gambar-gambar mengerikan itu setelah membandingkan dengan kebijakan negara-negara lain yang tergabung dalam ASEAN dan juga G20. Jika membandingkan dengan negara-negara tersebut, Indonesia memang terbilang lebih kecil penggunaan gambar mengerikan pada bungkus rokok. Contohnya negara Singapura dan Kanada yang mewajibkan penggunaan gambar mengerikan sebesar 75% atau lebih.

Namun apakah penyeragaman desain rokok dan penambahan ukuran gambar penyakit tersebut akan berpengaruh dalam menurunkan angka perokok? saya rasa tidak. Seseorang yang sudah terbiasa merokok alias kecanduan, tidak begitu mementingkan desain kemasan bungkusnya. yang penting adalah citarasa dan sensasi dari rokok itu sendiri. Apalagi sekarang sudah banyak yang menjual kotak wadah rokok dengan desain dan gambar yang menarik. Ada yang terbuat dari alumunium, besi, kuningan dan kayu. Dengan barang-barang tersebut, konsumen dapat langsung memindahkan seluruh batang rokok yang baru ia beli ke dalam wadah rokok yang unik tadi.

Selain kurang efektif menurunkan angka perokok dengan menyeragamkan bungkus, perokok kini memiliki alternatif lain selain membeli rokok buatan pabrik, yakni dengan tingwe alias ngelinting dewe. Kegiatan melinting tembakau kini tidak hanya dilakukan oleh mbah-mbah saja. Anak-anak muda sekarang juga gemar melakukan aktifitas melinting rokok. Baik di rumah, di warung kopi, sampai cafe kekinian pun mereka tidak malu atau sungkan untuk melinting rokok. Bahkan, sekarang menjamur toko-toko tembakau yang didirikan oleh anak muda, dengan konsep seperti cafe. Banyak pilihan tembakau berbagai varian ditaruh di lodong kaca berjejer di belakang pegawai toko yang sudah mirip seperti barista.

Dengan fenomena seperti di atas, tentunya semakin menegaskan bahwa penyeragaman bungkus rokok sangat tidak efektif untuk menurunkan jumlah perokok.

Rancangan peraturan tersebut menuai penolakan dari berbagai pihak, produsen rokok, serikat pekerja, hingga kementerian lain. Menurut serikat pekerja, pembatasan yang terlalu ketat terhadap industri rokok dikhawatirkan akan menurunkan jumlah produksi, sehingga perusahaan akan melakukan efisiensi dengan mem PHK karyawannya. Ratusan ribu buruh pabrik akan kehilangan pekerjaan. Hal ini juga mengakibatkan efek domino mulai dari pabrik yang memproduksi kertas, petani cengkeh, sampai ke petani tembakau yang semakin sengsara.

Penolakan atas rancangan peraturan tersebut juga dilontarkan oleh lembaga lain seperti Bea Cukai dan Kementerian Perindustrian. Menurutnya, dengan menyeragamkan bungkus rokok akan membuat peredaran rokok ilegal semakin masif dan pengawasan yang kian sulit. Hal ini dikarenakan rokok resmi maupun ilegal memiliki bungkus yang sama, dan tentunya rokok ilegal memiliki harga yang jauh lebih murah.

Rancangan peraturan tersebut juga sangat diskriminatif terhadap produsen rokok. Bayangkan, mereka sudah melakukan branding selama puluhan tahun hingga akhirnya simbol dan gambar produk tersebut sudah begitu tertanam di hati dan pikiran masyarakat. contoh, logo Gudang Garam. dengan melihat logo tersebut yang berupa rel kereta api, beberapa bangunan dan gunung, kita sudah tahu bahawa itu logo Gudang Garam. Djarum, Marlboro, Camel juga sama. semua sudah mempunyai branding yang kuat. Eh tiba-tiba disuruh ngilangin. Hal tersebut nyata-nyata sudah merampas hak intelektual produsen untuk mempromosikan produk mereka. Peraturan tersebut juga merampas hak konsumen untuk mengenal produk yang akan dibeli.

Diskriminasi ini semakin nyata karena produk yang diberikan visual mengerikan ini hanya rokok saja. Namun, produk lain yang tak kalah berbahaya seperti minuman beralkohol bebas dari peraturan tersebut. tidak ada sedikitpun gambar efek berbahaya minum alkohol. Produsen minuman beralkohol bebas sesuka hati membuat desain kemasan yang unik dan menarik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun