Saya dan kalian mungkin memiliki kebiasaan yang satu ini, yaitu hobi banget beli buku baru. Namun, belum juga selesai dibaca sampai tamat sudah beli buku baru lagi. Lebih parahnya, baru baca daftar isinya saja sudah tidak mau melanjutkan membaca lagi. Â Menyebalkan memang kalau dipikir-pikir. Dari sekian banyak tumpukan buku-buku di atas lemari, hanya beberapa yang saya baca sampai selesai. Lainnya Cuma sampai setengah, seperempat, bahkan cuma sampai kata pengantar.
Ada beberapa alasan mengapa hal itu dapat terjadi. Yang pertama, karena kesibukan. Ini yang sering terjadi. Di waktu senggang atau libur, saya biasanya jalan-jalan ke Gramedia untuk lihat-lihat dan membeli beberapa buku. Lalu saya membacanya rata-rata 10-20 halaman per hari. Namun saat waktu senggang telah usai dan jadwal kuliah mulai muncul, buku tersebut langsung ditutup dan dibiarkan di atas lemari. Kesibukan kuliah perlahan mulai membuat saya melupakan buku tersebut, dan jika ada waktu senggang lagi, saya akan membeli buku baru.
Alasan yang kedua yakni keadaan mood yang tiba-tiba berubah. Mood juga mempengaruhi seseorang untuk membeli buku baru dengan tema tertentu. Dulu waktu saya kuliah, saya suka membaca buku-buku tasawuf milik Jalaluddin Rumi. Saya ingin mendekatkan diri kepada Tuhan dengan rasa cinta, bukan mendekatkan diri karena rasa takut. Eh di tengah jalan, saya malah kesengsem sama satu cewek di kampus. Buku Fihi Ma Fihi belum selesai dibaca, saya justru membeli buku baru yakni buku berjudul Kasmaran dan Asmaraloka karya Usman Arrumi.
Alasan yang ketiga adalah isi buku tidak sesuai dengan ekspektasi. Saya gemar membaca sesuatu yang sifatnya cerita. Entah itu novel maupun kisah-kisah tokoh dan sejarah. Suatu hari saya membeli buku berjudul The Art of Listening. Saya beli buku tersebut karena nama penulisnya pernah muncul di akun IG toko buku online. Nama penulisnya adalah Erich Form. Saya pikir bukunya sama seperti buku-buku karya Albert Camus yakni berupa novel yang di dalamnya mengandung pelajaran filsafat. ternyata salah. buku The Art of Listening tersebut membahas tentang teori-teori psikologi yang sangat sulit saya pahami. Memang agak bodoh saya beli buku tapi gak riset dulu.
Itulah tadi beberapa hal yang membuat saya gemar membeli buku namun jarang menyelesaikan membaca sampai tamat. Namun apakah hal itu buruk? Tentu ada buruknya tapi ada juga baiknya. Buruknya, kita tidak mendapatkan makna secara utuh dari buku tersebut karena membacanya cuma sampai setengah. Ilmu yang kita dapatkan juga cuma setengah-setengah.
Lalu dampak baiknya adalah yang pertama, mendapatkan barokah dari buku-buku tersebut. Hal yang memang tak masuk akal, tapi saya mempercayai hal tersebut. Kebiasaan saya sebelum membaca buku yakni mengirimkan Alfatihah atau mendoakan kebaikan untuk penulis buku tersebut. Karenanya, saya percaya akan mendapatkan barokah dan vibes positif di kamar yang berasal dari buku-buku itu.
Manfaat kedua, saya memiliki pilihan bacaan yang beragam ketika waktu senggang tiba tanpa membeli buku baru lagi karena masih banyak buku yang belum selesai terbaca. Tapi biasanya sih saya mengulangi membaca dari awal daripada membaca mulai dari pas terakhir dulu.
Lalu manfaat yang terakhir, mungkin buku-buku yang tak usai dibaca dan teronggok di atas lemari itu akan dibaca oleh anak-anak saya kelak. Mungkin saja anak saya nanti memiliki hobi membaca buku, tidak hanya membeli buku seperti bapaknya. Ini juga bisa untuk investasi pengetahuan di masa mendatang agar anak tidak mengeluarkan banyak uang untuk membeli buku baru.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI