Rika digambarkan sebagai sosok perempuan yang sukses karier dan pendidikan. Dia memandang bahwa kuliah di perguruan tinggi sebagai langkah sukses untuk masa depan anaknya. Karena itu keinginan Dara untuk kuliah di Korea disambut baik dan didukung penuh. Rika melakukan apapun demi mimpi anaknya terwujud. Tak ada yang bisa menghalangi keinginan putri sulungnya itu, termasuk masalah pernikahan, apalagi harus merawat bayinya kelak . Di sinilah konflik antar-keluarga berlangsung sangat rumit.
Â
Puncak Konflik
Kedua orang tua Bima dan Dara berbeda sudut pandang, terutama Ibu mereka. Cut Mini menginginkankan anaknya segera menikah. Sedangkan Rika bersikukuh agar putrinya melanjutkan mimpinya ke Korea setelah lulus sekolah paket C akibat dikeluarkan dari sekolah.
Sekalipun kedua remaja tanggung ini akhirnya menikah, persoalan tidak berakhir sampai di sini. Konflik justru semakin meruncing, baik dari masing-masing keluarga maupun dari Bima dan Dara. Kedua orang tua Dara sepakat bahwa anak Dara kelak akan diadopsi orang lain setelah dilahirkan. Sementara Dara harus melanjutkan kuliahnya ke Korea seperti yang ia impikan sejak lama.Â
Permasalahannya, Cut Mini tidak terima dengan keputusan sepihak tersebut. Dia tak ingin cucu pertamanya itu dirawat oleh orang yang bukan orang tuanya sendiri. Cut Mini tak ingin gagal untuk yang kedua kali, terutama dalam komunikasi antara anak dan orang tua. Dia ingin mengajarkan kepada Bima bahwa untuk menjadi orang tua seharusnya sering berkomunikasi dari hati ke hati agar tidak seperti dirinya dan Bima.
Di sisi lain, Bima yang masih berusia 17 tahun itu kerap tidak stabil emosinya. Setelah resmi menjadi seroang suami, dia sulit mengatur waktu antara sekolah dan kerja. Tak jarang dia harus bolos sekolah. Inilah yang membuat Dara marah. Pertengkaran pasangan muda ini pun tak bisa terelakkan.
Konflik batin mencapai klimaksnya saat Dara hendak melahirkan. Dokter memberikan pilihan dilematis. Paling buruk, Dara akan meninggal. Paling mujur, rahimnya akan diangkat. Menurut dokter, seorang ibu seusia Dara, rahimnya belum siap untuk mengandung seorang bayi. Bebannya dua kali lipat dari seorang ibu yang sudah siap menikah dari sisi usia dan mental.
Berat tapi Tak Kehilangan Selera Remaja
Sekalipun pesan film ini cukup berat, Dua Garis Biru tetap tak kehilangan selera humor dan gaya bahasa yang sedang tren di kalangan remaja, khususnya di lingkungan sekolah. Sutradara yang merangkap penulis naskah ini cukup cerdik dalam meramu adegan-adegan sehingga tetap ringan sekaligus sarat pesan dan kritikan.