Mohon tunggu...
Muba Gede
Muba Gede Mohon Tunggu... wiraswasta -

Nama pena dari seorang mahasiswa tingkat akhir. Sedang belajar hidup. Penyuka olahraga dan makanan. Sedang mencari cari gaya penulisan yang sesuai dengan kepribadian saya. Mohon bimbingannya

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menatap Masa

3 September 2014   01:07 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:47 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat kening yang sudah keriput, aku membayangkan jika aku diberi umur panjang oleh Alloh. Berdiri di tengah jaman yang mungkin tidak terbayang sama sekali. Mobil-mobil sudah tak menggunakan roda, melainkan terbang diatas lintasan garis lurus jalan raya dan hanya berisis penumpang tanpa pengemudi. Sebuah alat komunikasi bukanlah sebuah kotak persegi dengan laya touchscreen, melainkan sebuah wearable devices yang dipakai di pergelangan tangan dengan desain minimalis dan hampir tak terlihat. Sumber polusi dikanalisasi dalam satu daerah industri dan tak akan keluar ke daerah pemukiman penduduk, jadi ada kota yang udaranya sangat bersih tetapi ada kota tetangga yang sangat buruk polusinya hingga semua orang harus menggunakan tabung oksigen.

Orang tua dan anak muda adalah setara, mereka memperlakukan orang tua sepertiku dengan hormat tetapi penuh dengan kesetaraan. Tujuan mereka hidup hanyalah untuk menjalankan sistem agar berjalan. Agar reaktor-reaktor energi terus bekerja, agar sumber makanan terus berproduksi, agar air tetap mengalir, dan agar manusia terus bisa bernapas. Mereka bekerja dengan rutinitas yang telah diatur dengan konstan dan bersih. Semua bekerja harmonis dengan semua job desk nya, setiap hari hingga ajal menjemput.

Sedangkan yang tak mau mengikuti ritme, mereka berada di kota-kota kelas dua, di border perbatasan ibu kota. Mereka membakar minyak dan gas hanya untuk memasak. Mereka tidak mau makan makanan suplemen yang lebih bersih dan tanpa limbah seperti yang dimakan oleh orang-orang di ibu kota. Mereka memakan daging, biji-bijian, buah dalam bentuk aslinya yang tidak efisien. Mereka berlarian di hutan dan gunung yang sudah rusak di sana-sini. Ada juga beberapa pengusaha lusuh yang mengusahakan sisa cerukan tambang untuk kolam ikan.

***

Ah lupakan saja mimpi-mimpiku itu. Aku hanya berpikir saat ini, jika Alloh memberikan aku umur panjang. Dengan apakah aku nanti akan dikenal, dan dengan apakah aku nanti akan dikenang. Apakah anak-anakku nanti akan menganggapku orang baik yang telah berhasil bekerja keras agar mereka tumbuh dengan baik atas izin dan kehendak Alloh. Ataukan aku akan menjadi pecundang kelas wahid yang gagal untuk berdiri di kakinya sendiri.

Apakah aku akan menjadi orang yang dikenal karena ketamakan dan keserakahanku, ataukah aku akan dikenal karena berusaha menjadi orang yang tulus ke sekelilingku. Anak-anak muda itu pasti akan melihatku seperti orang kuno yang sudah ketinggalan jaman, tapi apakah aku nanti akan keras kepala atau akan menjadi penopang generasi muda dengan kelembutan hati yang sudah terlatih diterjang jaman.

Hahaha, khayalku terbang tinggi, jauh kedepan.... padahal yang sekarang saja belum beres aku selesaikan. Ingatlah aku kata Rocky Balboa, petinju rekaan yang jadi idola di tahun 90-an. "Menjalani hidup itu seperti bertarung diatas ring, bukanlah bagaimana kita meninju dengan kuat akan tetapi bagaimana kita terus maju ke depan walaupun diserang dihajar habis-habisan oleh lawan" kurang lebih begitu katanya.

Andaikan nanti aku tak bisa menjadi lelaki dewasa yang baik, ayah yang bijak, suami yang mencintai istrinya dengan tulus, kepala keluarga yang bertanggung jawab, dan pejuang yang gigih. Setidaknya aku harus terus maju kedepan walaupun ada banyak rintangan di depan mataku. Tak ada ayah yang sempurna, sejalan dengan tak ada manusia yang sempurna. Tetapi akan selalu ada lelaki yang akan menceritakan kepada anaknya kelak bahwa dia memiliki ayah yang sempurna, walalupun tak ada manusia yang sempurna. Karena kesempurnaan hanya milik Alloh, dan manusia diminta untuk bisa merasa cukup agar bisa bersyukur dan pada akhirnya bisa berkata bahwa Alloh telah memberikan semuanya kepadanya dengan takaran yang paling sempurna sesuai dengan sifat kesempurnaan yang Alloh miliki.

***

Aku berhenti memandangi cermin yang penuh keriput. Cukuplah sedikit waktu untuk sadar bahwa kita akan menua, dan akhirnya jadi kabut yang tak bisa disentuh lagi. Tidak pentinglah apa yang orang kenang tentang kita, tetapi apa yang bisa orang ambil pelajaran dari sebuah cerita hidup kita. Walaupun jaman sudah maju, reaktor nuklir dimana-mana, gedung bertingkat dibawah laut, dan orang sudah bisa membangun jembatan ke bulan. Manusia itu tetaplah manusia yang akan menua. Dan akan selalu berganti masa demi masa. Dan ketika manusia menghadap Sang Pencipta, bukankah keberuntungan yang besar jika Dia memaafkan semua kesalahan kita.... Itulah sebaik-baik keberuntungan "hidup"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun