Mohon tunggu...
M.Mu'azzin Fauzi
M.Mu'azzin Fauzi Mohon Tunggu... -

pensil yang pendek lebih berharga dari ingatan yang panjang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pesona Persona Jokowi

5 Mei 2014   03:40 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:52 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Entahlah, daya pikat “magis” apa yang dipunyai Jokowi sehingga mampu “menghipnotis” publik. Paling tidak nuansa pertanyaan bernada keheranan ini masih banyak menggelayut di benak publik yang masih bingung dan bengong dengan fenomena Jokowi. Ikon pesona persona Jokowi santer terdengar sejak Jokowi bersumpah menjadi “boneka”-nya rakyat Solo, bukan boneka yang dituduhkan rival politiknya lho...! Publik memang sedang demam dengan hadirnya pemimpin bertipikal Jokowi, paling tidak asumsi ini terbuktikan sejak dua periode memimpin Solo dan melalui keterpilihannya menjadi gubernur Jakarta. Jokowi berkompetisi dengan sosok-sosok kharismatik dan gagah secara fisicly dan pasti hebat-hebat. Dua kali periode Jokowi dipercaya melayani publik Solo dengan mengukir perestasi luar biasa pembangunan Solo. Sehingga beliau dinobatkan menjadi wali kota terbaik ketiga dunia versi The City Mayors Foundation. Di bawah peringkat wali kota Bilbao Inaki Azkuna di peringkat pertama, dan wali kota Perth Barat, Lisa Scaffidi di peringkat kedua.

Kesederhanaan bawaan Jokowi, tidak saja mewujud dari ekspresi air muka wajahnya yang mengekspresikan simbolisasi nestapa rakyat kecil (wong cilik). Dan ekspresi itu bukan by desain (dibuat-biut alias pencitraan alias akting). Sikap keteladanan empatiknya pun ditunjukkan dalam perilaku sehari-hari. Konon menurut sebuah sumber Jokowi tidak mengambil gajinya selama jadi wali kota Solo. (Baca; CiriCara.com). Karakter suara tertawanya saja tidak menunjukkan tertawa “berwibawa”, sebagaimana ciri khas pemimpin “kharismatik” yang kita fahami dari peninggalan kultur pemimpin “hebat” di negeri ini. Dari ayunan langkahnya diatur sedemikian rupa, sampai manggut dan senyum pun terkelola teratur dan terukur ritmenya. Sedangkan Jokowi ayunan langkahnya terkesan terkulai atau karena postur tubuhnya yang kerempeng yang berpengaruh ke cara jalannya,,,celetuk seorang kawan. Megawati pun pernah berseloroh; Mas Jokowi itu kerempeng tatapi tenaganya kayak banteng.

Bagaimana pun realitas tentang kekurangan secara estetikatampilan fisicly, Jokowi tetap saja Jokowi dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dan kehadirannya selalu dielu-elukan masyarakat. Mungkin publik sudah mulai melek politik manakal Jokowi diyakini sebagai epicentrum pemimpin penyelamat yang sangat siap menjadi “boneka” rakyat Indonesia. Jokowi sedang meneladankan politik demokrasi transendental-pelayanan tulus untuk menjawab persoalan mendasar publik negara ini- dan sosok seperti beliaulah yang diyakini publik akan mampu mengubah paradigma dan pembenahan mendasar (substansial) negara ini di tengah krisis multi dimensional.

Beliau mengistilahkan kondisi pembangunan mendasar negara ini dari kondisi negativisme menuju kondisi positivisme. Dua terminologi diatas mengisyaratkan refleksi mendalam Jokowi tentang kondisi Indonesia saat ini. Sehingga negara ini perlu pembenahan menyeluruh di semua sektor kehidupan dalam konteks berbangsa dan bernegara. Keterlambatan pembenahannya akan membawa negara ini pada situasi keterpurukan yang serius. Publik keliru dalam menentukansosok pemimpin ke depan, petaka semakin dekat akan dirasakan publik. Paling tidak kondisi ini tercermin dari semakin merajalelanya paktik korupsi. Belum munculnya keteladanan kesederhnaan dari para pemimpin kita. Tidak adanya semangat tulus merekam denyut nadi kondisi kesusahan yang menghimpit setiap anak negeri. Seolah jeritan kesusahan anak negeri sekedar dianggap rutinisme yang tak prinsip , malah cendrung diasumsikan sebagai pertunjukan musikal orkestra dan langgam pelipur lara dan kepenatan para pemimpin di sela-sela mereka mengkalkulasi dulangan keuntungan pragmatisme yang sudah, sedang dan akan diraupnya. Semoga saja Indonesia ke depan dipimpin oleh orang-orang yang sederhana dan amanah. Akan menjadi inspirasi dan mercusuar penunjuk arah nakoda kapal di lautan lepas di tengah ancamanterpaan angin dan badai yang tak berkesudahan. Semoga!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun