Mohon tunggu...
Muarif Essage
Muarif Essage Mohon Tunggu... Guru - pembaca sastra

lahir di Tegal, 25 Mei 1969. Seorang guru, ia lebih sering membaca karya sastra dan membicarakannya dalam bentuk ulasan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hanya dalam Rindu, Biarkan Aku Berhak Menghayatimu

13 April 2022   09:01 Diperbarui: 13 April 2022   09:08 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1/

Katresna, hari ini hingga hari dunia menutup mata, aku tiada pernah rela hatiku atas hatimu bagi perahu-perahu berlabuh. Jangan pernah jadikan dirimu tiang sauh bagi tali-tali perahu mengikat sukmamu. Engkau, Katresnaku. Aku tiada mau membiarkanmu seperti dermaga terbuka yang di atasnya mengapung perahu yang datang dan pergi berlalu. Airmu bening, Katresna, tempat kasih tiada banding. Biarkan aku menjadi menara yang menjaga bening air dermaga. Jadikan aku angin yang memeluk semilir di setiap musim.

Pandangi aku, Katresna. Akulah nahkoda yang sembunyi di lain kemudi. Arahku tak mau menyesatkan jalanmu. Deruku tak mau menyapu langkahmu. Tetaplah ada di rumah sukma berpasak cinta.

Mendekaplah, Katresna. Benih pertama yang aku tabur berharap bukan cinta yang terlanjur di penghujung umur. Meski kau tahu adaku terlalu jauh dari titik waktumu. Tiada mesti kusangkal engaku telah kekal. Menakdir abadi bagi yang lebih dulu mengucap janji. Bukan mau mengubah dunia yang tiada boleh kubuka, bukan hendak mengambil bunga yang tumbuh di pelataran sukma pertama. Aku hanya ingin memelihara atas cinta memekar tak kuncupkan jiwa. Aku serupa tangan, menjagamu di sudut taman.

Bersandarlah, Katresna. Aku pagar kayu berkeliling rindu. Dari mula waktu aku menandaimu, dari genggam pertama aku meyakini kalbuku, engkau rerimbun daun berembun. Ijinkan dadaku menggapai sebutir bening kasihmu menetes dari waktu ke waktu.

2/

Aku berdiri di hadapanmu, Katresna. Menatap semestinya kutatap. Berikan waktumu, biarkan tanganku menyentuh sukmamu. Bukan hendak kurobek kelambu sucimu. Berikan luangmu, biarkan kumengganti lelaki dengan sejuta cinta di dadamu. Kepergian yang telah Tuhan tetapkan, kutahu itu teramat sulit kau hilangkan. Seperti katamu, Katresna. Sosoknya teramat nyata dari matamu hingga kalbumu. Bila kau menganggapnya selalu ada, kau tahu itu dalam hatimu yang takkan merapuh.

Sekarang aku bersisi denganmu, Katresna. Memeluk semestinya kupeluk. Berikan rindumu, biarkan aku jadi peneduh. Bukan ingin kuganti sejuta cinta miliknya. Berikan dekapmu, biarkan kudekap selaksa sosoknya. Meski tiada serupa raga dan sukma dengannya, membimbingmu utuh penuh seluruh, aku ikhlas tiada cari berbalas.

Kini aku bicara padamu, Katresna. Tanggal dan bulan yang ia tinggalkan adalah tanggal dan bulan aku dilahirkan. Jelas sudah satu kebetulan dan aku tiada hendak mencari persamaan. Satu pasti yang kupinta, biarkan cinta dan rinduku menyala bagi Katresna. Meski tiada kan sama dengan lelaki sejuta cinta, aku menetapkan raga jadi penjaga, aku siapkan jantungku jadi detak bersamamu. 

6 April 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun