Sarapan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengisi tenaga dalam tubuh dengan makan-makanan yang ringan namun berdampak bagi tubuh. Dalam bahasa Inggris, sarapan disebut "breakfast" yang jika kita potong maka akan menjadi kata "break" dan "fast". Break artinya selingan atau sejenak; dan fast artinya cepat. Singkat kata, sarapan juga kegiatan makan yang mengisi tenaga kita namun harus praktis.
Baik dalam kehidupan di Sekolah atau di tempat kerja, sarapan seringkali dijadikan opsi kesekian dalam mempersiapkan kegiatan berat yang akan dilakukan pada hari itu. Melewatkan kegiatan sarapan seringkali ada alasannya, mulai dari waktu hingga selera. Anak sekolah pun merasakan hal serupa dan berakhir dengan melewatkan sarapan dan menaruh harapan pada waktu istirahat sebagai "jam sarapan"-nya. Ada dua alasan anak-anak tidak memilih untuk sarapan dahulu: Tidak ada waktu untuk sarapan dan sarapan yang disediakan tidak sesuai selera mereka (1).
Logikanya, tubuh benar-benar membutuhkan tenaga baru untuk menyegarkan nutrisi yang sudah nyaris habis pada saat tidur (betul, tubuh pun menggunakan nutrisi bahkan ketika manusia beristirahat). Sarapan adalah penyegaran bagi tubuh kita untuk mendapat nutrisi baru dan akhirnya menjadi tenaga kita sebelum terjun dalam aktivitas berat. Makanya, sarapan perlu disiapkan dan lebih bagus juga bernutrisi, jadi tidak hanya sekedar mengisi perut agar tidak keroncongan.
Sarapan yang bernutrisi sama halnya dengan makanan untuk kegiatan jeda makan lainnya seperti makan siang dan makan malam. Syaratnya adalah pemenuhan karbohidrat, protein, vitamin, dan nutrisi lainnya yang dibutuhkan. Bagi masyarakat Indonesia, keberadaan nasi begitu penting karena praktis dan sudah tersedia karbohidrat yang cukup.
Kendala laten dari proses persiapan sarapan adalah manajemen waktu yang kurang baik dilaksanakan. Maka, perlu disiapkan bahan yang praktis dan bisa dikonsumsi dengan cepat namun tidak menurunkan kualitas nutrisi sarapan. Makanan pengganti nasi menjadi alternatif yang perlu diperhitungkan sebagai menu sarapan bagi siswa sebelum belajar.
Makanan pengganti nasi dianggap memiliki kadar karbohidrat yang bisa menyaingi nasi dengan takaran yang sama. Pemerintah mengenalkan makanan pengganti nasi seperti jagung, sagu, kentang, singkong dan yang lainnya  termasuk ubi jalar. Kenapa ubi jalar? Karena Ubi jalar dikenal sebagai bahan makanan alternatif yang ekonomis dan kelihatannya jarang dikembangkan sehingga memunculkan niat kreativitas dalam membuat makanan.
Sebagai salah satu sumber bahan karbohdrat, ubi jalar memiliki kemampuan untuk menggantikan bahan pangan utama (2). Penganan ubi jalar mulai dari sekedar dikukus hingga dijadikan camilan membuatnya sama praktis dengan makana pengganti nasi lainnya. Namun apakah makanan pengganti nasi seajaib itu? Nyatanya tidak.
Makanan memang mengandung gizi yang berbeda, apalagi kita berbicara mengenai makanan berkarbohidrat macam nasi dan penggantinya. Namun, makanan tidak menjadi kunci utama agar siswa langsung meningkat hasil belajarnya. Hal itu ditunjukkan dalam suatu kesimpulan studi.
Tidak ada relevansi antara prestasi belajar dengan kebiasaan sarapan, namun sarapan pagi memiliki peran penting untuk menjaga konsentrasi anak dalam belajar dari distraksi alami seperti kurangnya tenaga (3). Menurut Teori Maslow mengenai kebutuhan manusia, penyediaan makanan dikategorikan sebagai hal yang benar-benar mendasar sebelum mememuhi hal lainnya. Layaknya orang yang ingin bekerja, belajar tanpa tenaga dari makanan akan memberikan output yang kurang maksimal dan cenderung menjadi hal yang sia-sia.
Dengan kondisi harga beras yang makin mahal, berbagai strategi perlu dilaksanakan untuk mengakali penyediaan kebutuhan makanan pokok agar tidak terlalu memberatkan ekonomi. Menyediakan makanan pengganti nasi bisa jadi suatu alternatif dibalik segala benefit yang diberikan. Selain itu memberikan ide dan budaya baru dalam memberikan makanan yang beragam sehingga kebutuhan gizi anak terpenuhi secara baik dan merata.
BAGAIMANA KITA MEMBUDAYAKAN?
Langkah awalnya bisa dimulai dari sekolah, bukan dari rumah karena bisa saja terkendala dari perencanaan dan sosialisasi yang kurang ditanggapi dengan serius. Sekolah sebagai institusi pembudaya bisa memberikan paparan teknis yang terkait dengan penyediaan gizi. Teknis yang dimaksud bisa berupa kebijakan dari kepala sekolah seperti kewajiban sarapan di kelas atau sekedar pemberian tugas dari guru untuk membawa panganan dari singkong atau sejenisnya.
Antusiasme yang ditunjukkan anak-anak cenderung besar karena hal ini berhubungan dengan makanan dan unjuk terhadap makanan yang dibawanya. Bagi orang tua, sekiranya mereka mendapatkan motivasi dalam menyediakan makanan pengganti nasi karena mendapat arahan dari sekolah. Tapi jika diteruskan, mereka akan menyadari manfaatnya dan tak perlu menunggu disuruh lagi karena mereka sudah membudayakan untuk memberikan makanan pengganti nasi sebagai varian baru agar anak-anak tidak bosan untuk sarapan.
Suatu ide untuk saling mengisi hal-hal mendasar dari pemenuhan gizi manusia tanpa perlu begitu tergantung pada anjuran dokter. Sudah banyak ahli kesehatan serta ahli gizi yang tidak menafikan keberadaan makanan pengganti nasi sebagai variasi sarapan. Kunci sekarang adalah pembudayaan dan pemekaran terhadap sarapan yang beragam namun mudah untuk disiapkan dari rumah dan dinikmati di sekolah.
Ada seorang politisi yang memberikan ide yang serupa dahulu, namun kadung benci dengan personalnya sehingga idenya tidak diserap. Semoga dengan saya yang bukan apa-apa ini menunjukkan manfaat dari makanan pengganti nasi, kita bisa menyerap idenya dan mempertimbangkannya dengan cermat agar kesempatan memperoleh gizi yang pantas dan rasa yang nikmat.
=================
Sumber:
1. Azizah, N., dkk. 2021. Gambaran Pola Kebiasaan Sarapan Dan Jajan Di Cofee Break Sekolah Pada Anak Gizi Lebih Di SDIT Al-Hikmah Maros. JGMI: The Journal of Indonesian Community Nutrition: 10(2), 140-158
2. Putri, dkk., 2023. Pemanfaatan Ubi Jalar sebagai Alternatif Karbohidrat yang Meningkatkan Ekonomi Warga Banten. Jurnal SEMAR, 12(1), 47-53
3. Rahmiwati, A. 2014. Hubungan Sarapan Pagi Dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 5(3), 168-174
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H