Mohon tunggu...
Muara Alatas Marbun
Muara Alatas Marbun Mohon Tunggu... Guru - Alumni U Pe' I

Seorang lulusan yang sudah memperoleh pekerjaan dengan cara yang layak, bukan dengan "orang dalem", apalagi dengan "daleman orang"

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Dalih "Yang Penting Ilmunya" Membuat Sedih Para Kreator

23 Januari 2019   19:40 Diperbarui: 24 Januari 2019   22:11 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber| pixabay.com

Final checking oleh penerbit menggunakan tim tersendiri yang memperhitungkan tujuan dan untung-rugi dari penerbitan buku tersebut. Jika dianggap lolos, maka penerbit tinggal mengatur jumlah buku yang akan dicetak.

Untuk selanjutnya, buku yang tercetak akan disalurkan lewat distributor atau biasa saya sebut dengan "tengkulak buku" guna menyebarkannya ke toko buku atau bisa langsung ke tangan pembaca. Sungguh proses yang panjang untuk membentuk sebuah buku.

Mengingat saya sangat lemah dalam kecerdasan matematika, maka saya hanya bisa meyakini bahwa pemasukan dari para kreator tersebut paling banyak berasal dari penjualan buku produksi mereka dan juga royalti dari hak kekayaan intelektual yang pasti diterima sebagai proteksi karya mereka.

Untuk hitung-hitungannya saya serahkan kepada mereka yang profesional akan hal tersebut. Pokoknya, membeli karya asli mereka adalah bentuk penghargaan yang berharga bagi kreator karena selain memberikan untung, juga sebagai apresiasi atas karya tersebut.

Kehadiran buku imitasi tidak lepas dari hukum peluang-permintaan pasar yang menjadi penjelasan yang bisa diterima. Jika buku yang dicetak terbatas dan peluang terjualnya tinggi, otomatis permintaan turut meningkat.

Di sinilah para enterpreneur nan cerdik masuk menusuk memanfaatkan celah kekosongan pencetakan para penerbit itu untuk mencetak imitasinya dan tinggal taruh di pasar buku yang murah dan membiarkan para pelancong buku menjadi sales mereka karena pasti akan memperlihatkan buku buruan mereka yang berharga murah.

Ditambah lagi kemungkinan tidak adanya berita mengenai penerbit yang bangkrut karena buku KW merajalela menguatkan keyakinan mereka bahwa yang mereka lakukan adalah bukan perbuatan yang mengerikan hingga akhirnya merambat menjadi pemikiran untuk mementingkan manfaat tulisan yang ada ketimbang keaslian buku yang menampung tulisan tersebut.

Buku imitasi ini memang memiliki dinamika tersendiri dalam dunia produksi-distribusi-konsumsi buku ini. Namun, agar paradigma "yang penting ilmu"-nya bisa tersingkir setidaknya para kreator harus pintar memanfaatkan event atau momen tertentu agar buku mereka terkenal sekaligus harganya bisa terjangkau.

Sementara untuk kita para penikmat buku untuk selalu mengusahakan membeli buku yang orisinil dan jadikan yang KW sebagai jalan terakhir jika sudah tidak bisa membeli yang orisinil. Karena Buku itu hadir bukan hanya ilmunya, tapi cerita serta kebanggaan dalam memproduksinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun