Kata Yunani etos, yang berarti "tempat tinggal biasa", juga dapat diterjemahkan sebagai "padang rumput", "kebiasaan", "adat istiadat", "moral", "karakter", "sikap", "perasaan", dan cara berpikir. Etika berasal dari bahasa Yunani. Selain itu, etika dipandang sebagai ilmu bukan sebagai mata pelajaran (Tanyid, 2014). Manusia, dari sudut pandang etika politik, memiliki dimensi politik yang dapat dikaji dari tiga perspektif: manusia sebagai makhluk sosial, manusia dengan dimensi sosialnya, dan dimensi politik kehidupan manusia.Manusia sebagai makhluk sosial diwujudkan dalam bentuk kesetaraan di mana manusia bebas untuk bertindak sesukanya, tetapi hanya jika dia dikelilingi oleh manusia lain akan tindakannya berarti.Intinya manusia akan diakui keberadaannya karena orang lain ada, dan dia hanya bisa hidup dan tumbuh di hadapan orang lain.Proses dimana seorang individu menemukan identitasnya ketika berinteraksi dengan orang lain adalah diartikan sebagai dimensi sosial manusia.   Â
   Menurut Pasaribu (2013), salah satu fungsi dimensi politik kehidupan manusia adalah mengatur kerangka kehidupan masyarakat secara efektif dan normatif. Kasus korupsi di Indonesia, salah satu jenis pelanggaran etika politik, masih menjadi isu besar yang perlu segera mendapat perhatian. Bahkan, Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia dari Transparency International Indonesia 2021 tahun 2020 menunjukkan hal tersebut dengan menempatkannya di peringkat 102 dari 180 negara dengan skor 37/100. Di masa lalu, Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia masih berada pada kisaran 40-100. Dapat disimpulkan bahwa Indeks Persepsi Korupsi menurun pada tahun 2020. Sifat politik Indonesia yang tercemar dapat dilihat dalam kasus korupsi terhadap pejabat publik ini. Selain itu, tindakan korupsi yang dilakukan pejabat publik menunjukkan bahwa mereka telah kehilangan dimensi sosial, politik, dan sosial. Orang yang seharusnya berperilaku menghormati hak-hak sosial sebenarnya menyalahgunakan otoritas mereka untuk keuntungan mereka sendiri.
   Kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik merupakan tanda bahwa dimensi politik yang seharusnya dapat mengatur kehidupan secara efektif dan normatif, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Politik dan negara, pada intinya, merupakan entitas yang tidak dapat dipisahkan. Perebutan kekuasaan adalah politik nyata. Menurut Hanyatmoko (2016), prinsip-prinsip politik juga dianggap sebagai skenario ideal yang tidak menggambarkan realitas politik yang keras. Penting untuk mempraktikkan etika politik dalam situasi apa pun — normal, terkendali, atau bahkan kacau. Etika politik akan menumbuhkan mekanisme untuk berbicara dengan otoritas atau dalam arti lain, terutama ketika kondisi sedang kacau. Sekalipun seorang politisi kasar dan tidak sopan, setiap tindakan tetap membutuhkan legitimasi. Hukum, peraturan, standar moral, dan nilai-nilai semuanya berperan dalam legitimasi ini. Kemudian, etika politik akan memandangnya dari sudut pandang korban, sebagai korban yang akan menimbulkan simpati, kemarahan, atau protes terhadap ketidakadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H