Dalam dunia politik seringkali narasi yang disampaikan pihak yang ingin berkuasa dan meraih kedudukan di Pemerintahan tidak pernah jauh dari janji akan sebuah perubahan. Â Mereka selalu menyuarakan thema perubahan atau perbaikan terhadap apa yang sedang dijalankan penguasa yang berkuasa (incumbent). Â Dimanapun negara di dunia termasuk juga di Indonesia yang akan memasuki pemilihan Presiden topik sekitar pembaharuan atau perubahan dikumandangkan. Â
Hal ini nampaknya sudah menjadi standar normatif untuk menarik perhatian dan menggaet sebanyak mungkin suara rakyat. Berbagai cara dan upaya dirancang oleh partai pengusung calon Presiden menggiring pilihan rakyat kepada calonnya. Â Â
Media merupakan mesin pemenangan suara yang ampuh. Lembaga atau institusi masyarakat berserta jejaringnya juga menyebarluaskan narasi tersebut. Â Oleh karena itu kelompok yang akan bersaing dalam pemilihan umum memiliki pasukan khusus untuk menguasai media. Â Tidaklah mengherankan jika para calon pemimpin Pemeritahan atau Negara menggandeng sebanyak mungkin pemilik media dan pengusaha media publikasi cetak ataupun digital ternama untuk menguasainya.
Itulah dilema dari kehidupan demokratis yang rentan terhadap pengaruh kekuatan besar diluar negaranya.  Tidak seperti pemerintahan otoriter yang dapat mengendalikan berbagai narasi dan  informasi kepada rakyat dan masyarakatnya.  (catatan: Indonesiapun pernah mengalami masa dimana kendali pemerintah begitu kuat terhadap informasi dan narasi kepada rakyatnya.)
Saat ini budaya dunia sudah mempengaruhi sebagian besar negara demokratis sebagaimana yang diperlihatkan mereka saat terjadi transisi kekuasaan politik. Misalnya dinegara maju seperti Amerika dan juga di negara Eropah. Â Proses pemilihan Presiden atau Pemimpin bangsa selalu diwarnai oleh narasi negatif dan destruktif. Â Warga di bombardir dengan peperangan informasi yang saling menjatuhkan dan menghancurkan pihak pesaingnya. Â Tidak jarang kampanye hitam disebarkan juga untuk memenangkan calonnya masing-masing.Â
Diatas adalah contoh mentalitas warga dunia yang dipengaruhi oleh situasi perpolitikan di negara masing-masing. Â Ini merupakan bagian kecil bagaimana budaya dunia mempengaruhi sikap dalam kehidupan politik warganya. Â
Pembentukan mentalitas warga banyak dipengaruhi oleh filosifi duniawi yang materialistis dan hedonisme. Kehidupan yang melimpah materi dan kenikmatan sudah menjadi orientasi kehidupan warga dunia. Â Parameter dan indeks prestasi pencapaian keluarga dan masyarakat lebih mengutamakan materi seperti ekonomi atau kekayaan. Â Kemakmuran dan kebahagiaan manusia menjadikan materi sebagai kriteria dan nilai primer. Â Citra dan image kemakmuran keluarga seringkali dipromosikan media sebagai sebuah keluarga yang berlimpah materi dan penuh kenikmatan. Baik melalui film layar lebar, youtube, literatur cetak, sinetron dlsb. Hal ini sudah demikian dalam merasuki ruang bawah sadar warga dunia. Akibatnya tanpa sadar manusia sudah merasa tidak bahagia tanpa materi. Â Mereka menjadi korban pengaruh dunia materialistis melalui gambar visual yang lebih dahsyat dari sebuah narasi. Â