Judul Buku: Aku Menulis Maka Aku Ada
Pengarang/Penulis: Kang Maman
Penerbit: DIVA Press
Tahun Terbit: Cet. I, 2020
Tebal: 444 Halaman
ISBN: 978-623-293-126-8
"Tulislah apa yang kamu tahu jika kamu ingin menulis apa yang kamu tidak tahu maka membaca terlebih dahulu." (267)
Ketika Saya membaca kalimat yang ditulis oleh Maman Suherman atau akrab disapa Kang Maman tersebut, auto bilang, "Oh, iya iya, bener juga." Kemudian saya teringat dengan cerita saya sendiri di tahun-tahun sebelumnya ketika saya masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan kemudian lanjut sampai selesai kuliah, menulis menjadi momok bagi diri saya karena Ketika diminta tim redaksi Mading sekolah untuk membuat suatu karya tulisan, saya keliyengan memikirkan tema, judul, isi, referensi, kata dan kalimat dan akan banyak alasan untuk menunda pemuatan tulisan di Mading lalu terbetik di hati saya, "Hm...untung hanya sebulan sekali, kalau seandainya tiap minggu atau seperti orang pakai masker wajah alias 2x seminggu, mending aku keluar saja dari keanggotaan Mading."
Menulis bukan ranah saya saat itu, tepatnya di tahun 2011. Jika ditanya tentang tulisan, saya menyodorkan buku tulis pelajaran saya sehari-hari. Namun, kemudian saya dikenalkan dunia tulis-menulis oleh salah seorang ustadz saya ketika duduk di bangku kelas VII MTs. Beliau meminta kami, anggota kelas VII waktu itu untuk membuat Mading kelas dengan kolom yang bermacam-macam. Satu papan yang sudah kami hias sedemikian rupa berisi 4 kolom. Diantaranya; Puisi, opini, cerita bergambar (Cergam), dan cerita pendek (Cerpen).
Sejak saat itu saya baru tahu ternyata cerita yang sering saya tulis di buku diary bergembok zaman dulu itu ternyata bisa dibuat cerpen dan kata-kata indah dengan rangkaian kata diksi dan metaforanya, namanya itu puisi. Sedangkan pendapat yang sering kita utarakan ketika mulai berdebat dengan teman karena ketidaksetujuan kita atau keselarasan pemikiran atas suatu permasalahan, ketika ditulis bisa menjadi sebuah opini. Namun, setelah sedikit tahu tentang hal itu, kami diminta menulis setiap bulan untuk mengisi Mading kelas itu. Jika memang punya karya lebih karena produktif menulis bisa ditempelkan saja setiap hari tidak apa-apa.
Kami yang baru mengenal nama-nama karya tulis itu cukup kewalahan karena juga dikejar deadline dan kami wajib mengisi Mading tersebut dengan istiqomah, sesuai dengan kesepakatan bersama. Tidak sedikit teman-teman yang telat mengumpulkan karyanya termasuk saya, hihihi karena selain tidak memiliki bahan kata yang cukup banyak, kami juga susah untuk memunculkan ide tulisan. Terkadang sampai kami pergi menyusuri sawah-sawah, bukit-bukit lalu duduk dibawah pohon asam, kelapa atau pohon bambu berharap ide-ide itu muncul dengan ajaib.