Randai merupakan kesenian khas Minangkabau yang dilaksanakan dalam bentuk arena teater. Unsur-unsur seni yang hadir dalam randai adalah: drama, suara, tari dan musik. Sumber cerita pada randai adalah Kaba dengan tema Budi, malu, akhlak, pendidikan dan penanaman rasa nasionalisme. Jadi kita bisa menyebut seni randai kompleks, randai merupakan seni khas Minangkabau. Randai dalam masyarakat Minangkabau adalah seni yang dimainkan oleh beberapa orang dalam arti kelompok atau tim dimana beranda ini memberikan cerita, seperti; cerita Demam Malin, Anggun dan Tongga dan cerita rakyat lainnya.
Pada zaman dahulu, randai pertama kali dimainkan oleh masyarakat Pariaman, Padang Panjang, ketika mereka menangkap seekor rusa yang keluar dari laut. Biasanya randai ini sering dimainkan di pesta-pesta atau hari-hari besar di Sumatera Barat. Namun kini sudah tidak ada lagi, randai bisa dipajang di mana saja, baik itu hiburan, latihan seni di sekolah, bahkan sumber uang.
Gerak tari dalam randai biasanya berupa jurus dasar pencak silat, sebelum pertunjukan dimulai, alat musik sering dimainkan. Gunakan untuk menelepon orang atau memberi tanda bahwa pertunjukan akan segera dimulai. Seseorang berdiri di arena, itu berarti randai telah dimulai. Nama orang ini adalah Janang. Janang adalah asisten tari di randai. Jika Janang tidak mengucapkan kata "Hepta", maka semua pemain akan masuk ke tengah lapangan. Pemain akan menjawab empat kali dengan kata "Hepta" dan kemudian pemain akan bergerak maju dan mundur dalam gerakan gelombang. Kemudian pemain maju dan mundur dalam lingkaran secara bersamaan melakukan gerakan pencak dengan mundur dan turun lingkaran dan membuatnya lebih besar, membuatnya lebih besar dan mengulanginya empat kali. Ini adalah penerapan langkah ekstra, bunga dari gerakan silat. Randai berperan sebagai sarana hiburan atau tontonan yang didalamnya juga disampaikan pesan dan nasehat, sering dilakukan pada acara pernikahan, aqiqah, khatam, berbagai upacara pengobatan dan pewarisan nama adat.
Awalnya, randai adalah permainan komunitas yang dimainkan oleh anak-anak muda di halaman surau pada malam hari sebelum tidur. Anak-anak muda yang mengamalkan kesenian ini sebelumnya telah diajarkan oleh Pemuda Nagarai (pemuda desa). Awalnya, Randai adalah sarana penyampaian berita atau cerita rakyat melalui gurindam atau nyanyian syair dan gelombang tari dari gerakan silat Minangkabau. Namun dalam perkembangannya, Randai mengadopsi gaya pendeskripsian karakter dan dialog dalam lakonnya, mirip dengan kelompok Dardanela. Randai sebagai tokoh utama akan berperan sebagai pencerita cerita, tokoh utama ini dapat berupa satu orang, dua orang, tiga orang atau lebih tergantung dari cerita yang dituturkan, dan ketika menampilkan atau berperan sebagai tokoh utama dikelilingi oleh orang lain. anggota untuk membuat efek untuk acara tersebut.
Randai dimainkan secara berkelompok dengan membentuk lingkaran, kemudian berjalan perlahan sambil bercerita dalam bentuk lagu secara bergantian. Randai menggabungkan seni menyanyi, musik, tari, akting dan silat menjadi satu. Randai dipimpin oleh seorang yang akrab disapa panggoreh, yang selain ikut dalam gerakan Idul Fitri juga bertugas memancarkan tanda pembeda. berteriak seperti hep tah tih dengan tujuan untuk menentukan tempo cepat atau lambat gerakannya bersamaan dengan lagu atau gurindam. Dan diiringi oleh alat musik tradisional seperti terompet, bangau, bansi dan saluang. Sedangkan lagu pendukungnya adalah Mudiak Arau, Banda Sapuluh dan Palayaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H