Oleh : Mohamad Muafa Taqiuddin Amir
Kampus : Insitut Agama Islam Tazkia
Dalam dunia finansial, kepercayaan adalah komoditas termahal. Bagi lembaga keuangan/perbankan syariah, reputasi yang baik ibarat marwah yang harus dijaga. Kepercayaan masyarakat menopang stabilitas keuangan, kelancaran transaksi, dan keberlangsungan bisnis. Namun, risiko reputasi, bak pedang bermata dua, selalu mengintai. Skandal, pelanggaran etika, atau bahkan isu negatif yang belum terbukti, dapat dengan cepat menggerus kepercayaan publik dan berujung pada kerugian finansial dan non-finansial.
Kerugian finansial akibat tercorengnya reputasi dapat berupa merosotnya nilai saham, berkurangnya nasabah, dan tingginya biaya untuk memperbaiki citra. Dampak non-finansial bahkan lebih besar, berupa menurunnya daya tarik investasi, hilangnya kepercayaan regulator, dan sanksi hukum. Oleh karena itu, pengelolaan risiko reputasi menjadi prioritas utama bagi lembaga keuangan/perbankan syariah.Â
Reputasi merupakan aset intangible yang sangat penting bagi lembaga keuangan/perbankan syariah. Â Oleh karena itu, manajemen risiko reputasi perlu dilakukan secara serius oleh lembaga keuangan/perbankan syariah. Risiko reputasi tidak dapat berdiri sendiri, melainkan risiko yang terjadi karena dipicu oleh risiko lain seperti risiko kredit, risiko likuditas, atau risiko operasional.
Pelanggaran Peraturan dapat menyebabkan risiko reputasi mucul, seperti penyalahgunaan dana nasabah, pemberian pembiayaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, atau praktik persaingan yang tidak sehat. dengan melanggar peraturan tersebut akan menurunkan tingkat kepercayaan oleh pihak regulator, nasabah dan investor terhadap kinerja bank syariah tersebut.
Keberhasilan pengelolaan risiko reputasi dihadapkan pada beberapa tantangan, antara lain:
Dinamika Media Sosial, Kecepatan penyebaran informasi di era digital kian tinggi. Isu negatif dapat viral dalam hitungan detik, mempersulit kontrol dan pemulihan citra. Lembaga keuangan/perbankan syariah perlu memiliki strategi komunikasi yang efektif untuk mengelola isu negatif di media sosial.
Kepercayaan yang Fragil, Kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan/perbankan syariah merupakan aset yang rapuh. Kepercayaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam sekejap akibat satu insiden, seperti skandal atau pelanggaran etika. Membangun kembali kepercayaan memerlukan upaya ekstra keras dan waktu yang panjang.
Spekulasi dan Sentimen Negatif, Isu yang belum terkonfirmasi kebenarannya dapat dengan mudah disebarluaskan, menimbulkan keresahan, dan memicu sentimen negatif terhadap lembaga keuangan/perbankan syariah . Lembaga keuangan/perbankan syariah perlu bersikap transparan dan responsif untuk menepis spekulasi dan sentimen negatif tersebut.
Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk membentengi reputasi lembaga keuangan/perbankan syariah, antara lain:Â