[Sambungan dari Bagian-2]. Pesan Mas Nunu kepada saya, hormati, hargai dan jangan pernah durhaka kepada orang tua kita dan garis keturunan ke atasnya. Beliau juga menyarankan agar saya pulang ke kampung halaman orang tua untuk mengenal lebih dekat saudara dan garis keturunan dari orang tua. Pasti dari situ kita akan menemukan ‘petunjuk’ untuk kehidupan kita. Bahkan mungkin kita bisa menemukan tugas dan misi hidup kita di dunia ini. Mungkin leluhur kita punya misi tertentu yang perlu dilanjutkan oleh kita. Wallahualam… Kembali ke kafe kami, salah satu koleksi jadul kami adalah gilingan kopi (coffee grinder) made in England. Diperkirakan diproduksi awal 1900-an. Jenis gilingan ini ditandai dengan nomor 1 sampai 5. Nomor 1 untuk hasil gilingan terhalus, nomor 5 gilingan terkasar. Yang terbanyak dijual di Pasar Triwindu Solo, tempat kami hunting gilingan ini, adalah gilingan nomor 4. Nah, yang kita punya ini nomor 3. Lumayan langka apalagi dengan kondisi yang cukup baik.
Ada televisi Jepang keluaran awal 80-an generasi pertama televisi berwarna. Televisi ini dikemas berkaki seperti bufet atau meja besar. Belum sempat diservis, semoga masih bisa berfungsi dengan baik. Sekarang bermanfaat menjadi meja display untuk pastry.
Barista bar kami berasal dari bufet jati pinjaman ibu saya. Pembelian tahun 1958, ya betul saya tidak salah ketik, tahun 1958; saat mengisi rumah baru setelah menikah dengan ayah almarhum saat itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H