Waktu serasa berhenti. Freeze. Geeta mengangkat tubuh lawan gulatnya melawati kepalanya dan membantingnya ke matras. Teknik tersulit dalam pertandingan gulat, yang bisa dibilang mustahil dilakukan di detik terakhir ronde terakhir tersebut, mengantarkannya menjadi peraih medali emas untuk gulat perempuan pertama bagi negerinya, India.
Dangal, satu lagi karya spektakular dari Aamir Khan Productions. Setelah sebelumnya sukses dengan 3 Idiots, PK, dan Bajrangi Bhaijaan. Beruntung sekali kami hari ini bisa menonton film based on true story ini sekeluarga. Sekalian merayakan ulang tahun putri pertama kami.
Untuk Anda yang belum nonton, saya cuma bisa sarankan untuk nonton. Mumpung masih tayang di bioskop (hanya tinggal satu bioskop yang memutarnya). Saya tidak mampu membuat resensi. Tidak akan pernah bisa mewakili film sedahsyat ini. Buat saya pribadi ini adalah the real masterpiece dari sang produser Aamir Khan dibanding film-film terdahulunya. Saya hanya ingin berbagi dua poin terpenting yang saya tangkap dari film berdurasi panjang selama 3 jam ini. Ya betul, 3 jam.
Kegigihan mewujudkan impian.
Impian Mahavir (diperankan langsung oleh Aamir Khan) untuk mengumandangkan lagu kebangsaan negaranya pada even gulat internasional, akhirnya berhasil diwujudkan oleh putrinya yang dia latih sejak kecil. Mahavir bahkan sampai nekat keluar dari pekerjaannya, hanya untuk membina kedua putrinya bergulat.
Dengan konsisten dan persisten, serta disiplin sangat tinggi, ia melatih kedua putrinya Geeta dan Babita setiap hari, ya setiap hari, sebelum berangkat sekolah. Tanpa mengindahkan cemoohan dan gunjingan tetangganya yang mempertanyakan Mahavir melatih anak-anak perempuannya menjadi pegulat. Sedangkan di dusun mereka, anak perempuan hanya diajarkan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, untuk kemudian dinikahkan di usia sangat belia.
Ridho orang tua di atas segalanya
Mungkin agak unik pesan ini masuk dalam film tema olahraga. Geeta putri pertama Mahavir, setelah melalui latihan keras dan perjuangan panjang, berhasil menjuarai turnamen nasional dan masuk pelatnas persiapan turnamen internasional. Di pelatnas ini ia sempat kehilangan fokus karena gegar budaya dan pergaulan. Maklum baru pertama kali ini ia ke luar dari dusun tempat tinggalnya.
Di samping itu pelatih pelatnas gulatnya, mengajarkan teknik yang justru bertolak belakang dengan apa yang sudah diajarkan sang ayah selama ini. Geeta akhirnya meyakini bahwa teori-teori yang diajarkan ayahnya sudah ketinggalan jaman.
Saat Geeta berkali-kali gagal dalam kejuaraan-kejuaraan internasional yang diikutinya, tidak hanya karena secara teknis dia mengubah gaya dan stategi gulat yang sudah dia terapkan selama ini buah didikannya ayahnya; tapi juga karena secara spiritual dia bisa dibilang durhaka kepada sang ayah. Sampai puncaknya, Geeta terpaksa bergulat melawan ayahnya, untuk membuktikan bahwa teknik barunya efektif, dan dia yakin akan menang dengan menerapkan ajaran pelatih pelatnasnya.