Mohon tunggu...
Muadzin Jihad
Muadzin Jihad Mohon Tunggu... wiraswasta -

Entrepreneur | Founder & CEO Ranah Kopi | Founder Semerbak Coffee | Father of 3 | Coffee-Book-Movie-Photography-Graphic Design Freak | Blogger | Author "Follow Your Passion" | www.muadzin.com | Instagram & Twitter @muadzin

Selanjutnya

Tutup

Money

AADC - Ada Apa Dengan Coffee?

14 Juni 2016   20:45 Diperbarui: 14 Juni 2016   20:59 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Anda, apakah sikap orang Indonesia terhadap kopi telah berubah/sedang berubah, dibandingkan tiga tahun lalu? Bagaimana ‘landscape’ kopi di Indonesia selama tiga tahun belakangan?

Dimulai awal dekade 2000-an, saat ini tren kopi dunia sedang dilanda apa yang disebut dengan ‘Third Wave Coffee’. Gelombang ini menjadi semacam gerakan dimana kopi diangkat menjadi jenis minuman artisan seperti wine, dibanding sebagai komoditi. Termasuk di dalamnya peningkatan kualitas biji kopi yang dimulai dari pembibitan, penanaman, perawatan pohon kopi, juga proses panen dan pasca panen. Menghasilkan biji kopi premium atau yang disebut gourmet coffee, yang berkualitas tinggi. Juga lahirnya istilah specialty coffee, biji kopi yang memiliki skor cupping di atas 80 poin.

Gerakan ini juga makin meningkatkan kualitas serta hubungan kerjasama yang baik antara petani kopi, trader, roaster dan barista. Dimana akibat yang akan dirasakan adalah para petani kopi yang selama ini paling kecil menikmati hasil penjualan kopi, bisa mendapat harga yang lebih baik dan tentunya peningkatan taraf hidup para petani.

Third Wave Coffee ini pun saat ini sedang melanda Indonesia. Ditandai dengan menjamurnya kedai kopi lokal yang menyajikan kopi berkualitas premium, specialty coffee dan single origin. Juga semakin sadarnya para peminum kopi akan kopi yang berkualitas. Bahwa minum kopi adalah sehat; yaitu minum kopi yang fresh, dari biji kualitas premium, digiling jadi bubuk, lalu diseduh. Perlahan gerakan ini menyadarkan masyarakat bahwa minum kopi sachet, kopi siap saji kurang sehat, karena mengandung banyak zat aditif.

Fenomena ngopi di Pasar Santa akhir-akhir ini, juga menunjukkan efek dari tren ini. Tidak peduli dimana tempatnya, yang penting kopi yang disajikan adalah kopi berkualitas spesial. Selain itu muncul fenomena baru, menjamurnya kelas barista dan kelas roaster. Saat ini, profesi barista atau roaster, menjadi profesi baru yang seksi.

Juga penjualan alat-alat seduh kopi manual brew untuk pemakaian di rumah tangga, seperti penggiling kopi manual, french press, paper filter plus pour over V60, dan lain-lain makin meningkat.

Bagaimana pendapat Anda tentang kedai kopi semacam Starbucks atau Coffee Bean? Apa yang mereka bawa ke dalam dunia kopi Indonesia?

Bagaimana dengan menjamurnya kafe-kafe lokal independen? Masa depan seperti apakah yang tersedia untuk kafe-kafe ini, menurut Anda?

Biar bagaimana, kita harus berterimakasih pada Starbucks yang telah menjadi salah satu penyebar life-style kedai kopi ke seluruh dunia dan menandai lahirnya Second Wave Coffee. Dan juga membawa wabah tersebut ke Indonesia di awal 2000-an. Yang menjadikan nongkrong, meeting atau kerja di kafe menjadi sebuah tren. Dimana kedai kopi tidak hanya menjual kopi, tapi juga menawarkan suasana minum kopi yang nyaman, yang mereka sebut dengan Starbucks Experience.

Kelahiran beberapa kedai lokal ternama, seperti Anomali Coffee, juga menjadi momentum penting dunia perkopian Indonesia, dimana bisa dibilang ini memicu bangkitnya kedai kopi lokal yang menjual kopi Nusantara. Saat ini kedai kopi lokal bisa dibilang bisa menyaingi kehadiran gerai kopi global. Karena selain menawarkan suasan ngopi yang nyaman; salah satu poin penting juga, mereka menyajikan kopi berkualitas nusantara. Ini menjadi satu gerakan yang mewabah, gerakan cinta kopi lokal.

Sebagai negeri penghasil kopi terbesar keempat dunia, konsumsi kopi penduduk Indonesia masih sangat rendah, peringkat 70 (lihat gambar, data Euromonitor 2014). Coba dibanding dengan negara-negara lain, seperti Amerika, negara-negara Eropa, atau Jepang dan Korea. Tapi tiga tahun belakangan ini, konsumsi kopi nasional kita mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun.


The World's Biggest Coffee Drinkers

Semoga ini akan menjadi perkembangan bagus untuk kopi Indonesia. Seperti yang kita sama-sama tahu selama ini, kopi kualitas terbaik Indonesia diekspor ke luar negeri, sementara sisanya untuk konsumsi lokal. Dimana komoditas kopi tadi, diproses dan dilabel brand luar, kemudian masuk kembali ke Indonesia, dengan harga jual berlipat-lipat. Alangkah bagusnya jika kopi kualitas premium kita diserap lebih dulu oleh pasar lokal. Sehingga masyarakat bisa menikmatinya dengan harga lokal pula.

Tuhan telah memberikan anugerah besar dan cinta-Nya berupa kopi berkualitas yang tumbuh di berbagai daerah Indonesia, dengan karakter dan rasa yang berbeda-beda pula. Bagaimana kita menghargai, mengolah dan menangani kopi ini merupakan ungkapan terimakasih dan rasa cinta kita kepada Tuhan.

.

Dicuplik dari wawancara riset tentang kopi di Indonesia via blog oleh sebuah lembaga riset, sekitar satu setengah tahun lalu.

.

Depok, 28 Mei 2016

Muadzin F Jihad

Founder Ranah Kopi

Instagram & Twitter @muadzin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun