Mohon tunggu...
Muadzin Jihad
Muadzin Jihad Mohon Tunggu... wiraswasta -

Entrepreneur | Founder & CEO Ranah Kopi | Founder Semerbak Coffee | Father of 3 | Coffee-Book-Movie-Photography-Graphic Design Freak | Blogger | Author "Follow Your Passion" | www.muadzin.com | Instagram & Twitter @muadzin

Selanjutnya

Tutup

Money

Brand Itu Makhluk Hidup

17 September 2012   08:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:21 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya, itu salah satu ide unik yang disampaikan dalam buku Brand Gardener karya guru saya, Mas Handoko. Sejak mengelola brand Semerbak Coffee, saya banyak membaca dan belajar tentang branding, komunikasi, marketing, dan sejenisnya. Salah satu buku yang saya baca akhir-akhir ini adalah Brand Gardener tersebut. Senang sekali beliau akhir bulan ini berkenan sharing ilmunya di TDA (Tangan Di Atas) Forum Jakarta. Brand itu adalah makhluk hidup. Brand bisa bertumbuh, berkembang, sehat dan panjang umur. Sebaliknya brand juga bisa kerdil,sakit, sekarat, bahkan mati. Brand bisa ditumbuhkan, dikembangkan, dirawat, disayang, dicinta, dan lain-lain. Tidak satu arah tapi dua arah. Brand juga bisa menyayangi, berbuat baik, mencintai, dan lain-lain. Tentunya akan beda sikap kita, jika kita menganggap brand itu hanya sebuah penamaan dari produk kita. Hanya label dan logo yang akan dipajang di produk kita. Dipasang di media promosi, web, brosur, kartu nama, dan lain-lain. Atau hanya sebuah pencitraan dari personal brand kita. Untuk Anda yang pengusaha brand anda adalah produk atau perusahaan anda. Untuk anda yang profesional, brand anda adalah profesi dan jasa anda. Untuk anda yang karyawan, brand anda mungkin adalah reputasi anda. Dan kita semua pada dasarnya memiliki personal brand. Ingat pepatah lama: macan mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama? Ibarat sebuah tumbuhan, diilustrasikan di buku tersebut bahwa kita harus memilih bibit terbaik, harus menentukan medium atau wadah yang paling sesuai, perlu juga memperhatikan metode perawatan sesuai cuaca, merawat dengan penuh kasih sayang, dan lain-lain. Tapi dari keseluruhan buku malah saya menangkap bahwa brand lebih dari sekedar ibarat sebuah tumbuhan. Brand terilustrasikan menjadi mahluk hidup. Bahkan bisa menjadi sangat humanis. Saya bayangkan brand itu seperti anak kandung kita. Kebetulan saya punya tiga putra-putri: 7,5 tahun – 5 tahun – 2 tahun, yang sedang dalam masa pertumbuhan. Jadi saya cukup relate dengan hal ini. Sebagai orang tua tentu kita akan memberikan segala hal yang terbaik untuk anak kita. Baik makanan, pakaian, pendidikan,  juga lingkungan. Kita tidak akan memberikan makanan yang tidak sehat apalagi haram kepada anak-anak kita. Kita akan merawat dan mendidik anak-anak kita agar tumbuh sesuai dengan karakter yang kita inginkan. Kita sebisa mungkin akan memilihkan lingkungan yang baik untuk tempat anak kita bertumbuh dan berkembang. Baik itu sekolah, teman-teman bermain, kelompok atau komunitas. Kita akan melindungi anak kita dari pengaruh-pengaruh buruk dan negatif, baik dari lingkungan maupun dari bacaan dan tontonan, baik online maupun offline. Saya bukan ahli dalam pendidikan dan psikologi anak, tapi saya rasa semua orang tua mempunyai keinginan yang sama, yaitu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Kita tidak perlu menjadi seorang ahli untuk memiliki naluriah orang tua seperti itu. [caption id="attachment_736" align="aligncenter" width="470" caption="Brand Gardener"] [/caption] We are what we share. Itu salah satu quote menarik di buku yang banyak dihiasi ilustrasi-ilustrasi ikonik yang cantik ini. Kita bisa terlihat dari apa yang kita share ke orang lain. Kita bisa men-share kebaikan, ilmu, manfaat untuk orang lain. Sebaliknya kita juga bisa men-share keburukan, kenegatifan, arogansi, dan lain-lain. Dari cara kita share pun, orang bisa tahu karakter dasar kita. Begitu pula brand. Brand bisa melakukan kebaikan-kebaikan. Brand bisa menjadi duta penyelamatan lingkungan, peningkatan pendidikan, dan isu-isu sosial lain. Brand bisa bertransformasi menjadi sosok humanis yang berkarakter mulia. Sebaliknya brand juga bisa menjadi sosok yang arogan, yang merusak dan menindas, yang pada akhirnya menjatuhkan dan menghancurkan nama baik brand tersebut. Dan ingat, setiap yang kita lakukan akan berbalik kepada kita. Hukum alam. Sunatullah. What ever you give, you receive. Begitu pula dengan brand, apa pun yang dilakukannya terhadap masyarakat dan lingkungan, akan berbalik kepada brand kita. Nah apakah kita sudah memperlakukan brand kita sebagai sosok hidup? Menjadikan brand kita seperti anak kandung kita sendiri? Apakah kita sudah memperlakukan brand kita sebaik-baiknya? Menumbuh kembangkan layaknya anak kandung kita? Sampai suatu hari dia akan mandiri, konsisten bertumbuh, berkembang dan berkarakter seperti yang kita tanam di awal pertumbuhannya. . Depok, 14 September 2012 Muadzin F Jihad Owner + CEO Semerbak Coffee Twitter @muadzin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun