Mohon tunggu...
Muadzin Jihad
Muadzin Jihad Mohon Tunggu... wiraswasta -

Entrepreneur | Founder & CEO Ranah Kopi | Founder Semerbak Coffee | Father of 3 | Coffee-Book-Movie-Photography-Graphic Design Freak | Blogger | Author "Follow Your Passion" | www.muadzin.com | Instagram & Twitter @muadzin

Selanjutnya

Tutup

Money

Kuliah Salah Jurusan? (1/2)

28 November 2011   05:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:06 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin siang saya diminta teman-teman dari Ilunek, Ikatan Alumni Elektro Teknik UI, untuk sharing di acara sarasehan tentang potensi alumni sebagai penggerak dan pengubah di masyarakat. Sebenarnya ketika diminta sharing, saya sudah bilang ke panitia, apa tidak salah orang, karena bisnis saya kan tidak ada hubungannya dengan elektro, teknologi, dan sejenisnya. Jawaban panitia, yang dilihat bukan produknya, tapi semangat entrepreneurship dan pengubah di masyarakat. Oke lah kalau begitu.. Saya awali cerita saya dengan nostalgia waktu kuliah. Saya masuk Elektro UI tahun 1991 dan lulus 1996. Prestasi terbaik yang saya peroleh di Elektro adalah dapat isteri @jaumilaurora hehe. Ini serius, karena di Teknik, termasuk di Elektro, jumlah cewek itu sedikit sekali. Jadi persaingan super ketat. Butuh daya juang dan performa yang tinggi.. haha. Akademis saya biasa-biasa saja. IPK cuma 2.8 skala 4. Prestasi yang perlu dicatat adalah di kuliah Kalkulus 3, saya mengulang sampai 4 kali! Dulu waktu kuliah, para pengulang kuliah dijuluki ‘jenderal’, karena di dalam transkrip, mata kuliah yang diulang dibubuhi tanda bintang (*). Jadi untuk mata kuliah ini, saya termasuk jenderal bintang 4.. haha! Tapi ada satu kuliah yang saya suka sekali, padahal termasuk mata kuliah yang sulit dan dosennya killer. Dalam satu kelas yang tidak lulus bisa mencapai 30%. Dan beberapa mahasiswa paling pintar pun tidak bisa dapat nilai A. Tapi dengan suksesnya saya dapat nilai A! Itu mata kuliah Sistem Kendali. Dan mungkin karena itu, setelah lulus kuliah saya termasuk sedikit mahasiswa program studi “Kontrol dan Instrumentasi” yang bekerja pada bidangnya. Banyak teman-teman dari program studi ini yang pindah ke bidang telekomunikasi atau komputer. Moral ceritanya adalah tidak perlu kuasai semua mata kuliah, kuasai yang kita sukai dan akan kita jadikan dasar dalam pekerjaan.. cieee *ngeles tingkat tinggi. Do you want to know a secret? Saya waktu kuliah termasuk mahasiswa yang luarbiasa eh terbalik.. 'biasa di luar' maksudnya. Jadi untuk kuliah-kuliah yang saya kurang suka, saya lebih memilih ngumpul dengan teman-teman di kantin atau di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa. Kebetulan saya aktif di dunia kemahasiswaan, di Senat Mahasiswa dan Ikatan Mahasiswa Elektro. Aktif di kepanitiaan-kepanitiaan, radio teknik, jurnalistik kampus, dan pernah menjabat Pemred majalah kampus Teknik. Salah satu prestasi yang unik dan bisa saya banggakan adalah bersama teman-teman satu angkatan, kami membentuk operet parodi kampus. Waktu itu belum ada yang namanya Padyangan atau Project P. Kami menamakan diri Operet IMEL, pelesetan dari IME (Ikatan Mahasiswa Elektro). "L"-nya fleksibel, bisa Lenong, Lucu, atau Lajang, karena hampir seluruh anggotanya berstatus jomblo yang tidak laku di pasaran.. haha. Kami sempat manggung dari fakultas ke fakultas, juga di luar lingkungan kampus. Sempat merilis beberapa judul lakon, salah satu masterpiece kami adalah “Robin Hood Saba Kota”. Bedanya dengan Padyangan, mereka terus menekuni hingga go national, sedang kami lebih memilih serius kuliah, mengemban amanat rakyat dan orangtua. *Hayyah ngeles lagiii.. [caption id="attachment_391" align="aligncenter" width="497" caption="Personil Operet IMEL "Robin Hood Saba Kota", 1992. Coba tebak saya yang mana? :)"][/caption] Saya juga sempat kerja part time di radio MS TRI 104.2FM selama 2 tahun. Buat yang kenal saya mungkin agak bingung, karena saya itu aslinya pendiam. Ayah saya almarhum waktu itu tanya, kok bisa saya yang pendiam jadi penyiar, karena penyiar kan harus banyak omong, saya jawab singkat, ya karena dibayar.. hehe. Bersambung ke Bagian-2.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun