Sanghyang Tikoro letaknya berada di Jl. PLTA Saguling, Rajamandala Kulon, Cipatat, Bandung Barat, Jawa Barat. Tempat ini merupakan sebuah gua atau sungai yang sebagian besar aliran air nya berasal dari Citarum. Lokasi Sanghyang Tikoro tidak jauh dari Sanghyang Heuleut.
  Sanghyang diambil dari 2 suku kata yakni Sang dan Hyang. Sang yang berarti kata sandang yang digunakan oleh suku sunda dulu untuk menghormati seseorang atau sesuatu. Sementara Hyang merupakan sebutan kepada sesuatu spiritual tak kasat mata yang memiliki kekuatan supranatural. Bisa disimpulkan, bahwa kata Sanghyang adalah sebutan untuk menghormati sesuatu atau seseorang yang di agungkan. Sedangkan Tikoro diambil dari bahasa sunda yang berarti tenggorokan. Kata itu mungkin menggambarkan bahwa tempat tersebut berupa sungai yang dibawah tanah mengalir melalui rongga-rongga layaknya tenggorokan.
  Dibalik keindahan alam yang mempesona, Sanghyang Tikoro memiliki cerita legenda yang kental di kalangan masyakat. Sanghyang Tikoro dipercaya sebagai salah satu penyebab bocor nya danau besar purba yang kini menjadi Bandung. Ya, betul Bandung, Konon katanya dahulu bandung bukan daratan yang sekarang kita ketahui melainkan sebuah danau besar. Menurut penelitian ilmiah, cekungan Bandung, dahulu memang berupa danau besar. Danau tersebut kemudian bobol sehingga membentuk daratan yang kini menjadi wilayah Bandung (Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan Kota Cimahi).
  Sanghyang Tikoro memiliki panjang kedalaman dibawah tanah kurang lebih dari 800 meter dan ujung dari aliran air yang masuk ke dalam Sanghyang Tikoro sampai saat ini belum diketahui. Hal ini di yakini oleh seorang ahli geogologi berdarah Belanda yakni Van Bemmelen bahwa bocor nya Danau besar purba ada kesamaan atau hubungan antara kejadian munculnya gunung Tangkuban Parahu dengan cerita rakyat Sangkuriang hingga terjadi nya proses geologi di Wilayah Bandung.
  Dalam legenda tersebut diceritakan bahwa dalam rangka memenuhi permintaan tak masuk akal dari Dayang Sumbi, Sangkuriang dibantu para jin membendung sungai Citarum hingga membentuk sebuah danau yang sangat besar. Nah, konon, setelah Sangkuriang marah karena merasa ditipu dan menendang perahu sampai tertelungkup hingga membentuk Gunung Tangkuban Perahu, danau tersebut perlahan-lahan bocor.
  Penelitian geologis menunjukkan bahwa sisa-sisa danau purba sudah berumur 125.000 tahun. Danau tersebut mengering 16.000 tahun yang lalu. Telah terjadi dua letusan Gunung Sunda Purba dengan tipe letusan Plinian masing-masing 105.00 hingga 50.000 - 55.000 tahun yang lalu. Letusan plinian kedua telah meruntuhkan kaldera gunung sunda purba sehingga menciptakan Gunung Tangkuban Parahu, Gunung Burangrang (disebut juga Gunung Sunda), dan Gunung Bukit Tunggal. Melihat fakta tersebut adalah sangat mungkin bahwa orang Sunda memang telah menempati dataran tinggi Bandung dan menyaksikan letusan Plinian kedua yang menyapu pemukiman sebelah barat Citarum (utara dan barat laut Bandung) selama periode letusan pada 50.000 - 55.000 tahun yang lalu saat Gunung Tangkuban Parahu tercipta dari sisa-sisa Gunung Sunda purba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H