Sekitar tahun 2006 sampai 20018 banyak sekali cerita atau berita mengenai kesurupan massal di sekolah. Saya jadi berpikir, apakah memang ada kaitannya dengan sekolah yang dulunya adalah bekas rumah sakit Belanda atau kuburan yang dibongkar? Cerita turun temurun itu yang mendasariku mempercayai bahwa kesurupan di sekolah disebabkan karena roh jahat yang masuk kedalam tubuh seseorang.
Kesurupan merupakan fenomena sosial yang sering kita jumpai dalam masyarakat mapun media-media sosial. Menurut pandangan psikologi kesurupan adalah hilangnya kesadaran sehingga tidak  memiliki kemampuan untuk mengontrol diri yang disebabkan oleh permasalahan psikologis atau dalam bahasa psikologi disebut sebagai fenomena histeria. Adanya tekanan emosi atau pikiran yang tidak bisa dikeluarkan dari alam bawah sadar yang menyebabkan tekanan atau stress. Tekanan sebagai pemicu terjadinya luapan emosi yang tidak terkontrol seperti berteriak, memukul, menegangnya bagian-bagian tubuh, dan lain sebagainya.
Kesurupan massal dapat terjadi karena luapan emosi seseorang yang kuat sehingga mempengaruhi orang lain yang ada disekitarnya. Saat kesurupan menimpa salah satu murid di sekolah maka teman-teman yang saat itu berada di dekatnya akan melihat dan merasakan luapan emosional dari teman mereka yang kesurupan, maka secara tidak disadari perilaku kesurupan tersebut masuk kedalam alam bawah sadar pikiran siswa yang lain dan meniru perilaku tersebut atau yang biasa disebut perilaku modelling.
 Dari beberapa media yang meliput kejadian kesurupan massal fenomena tersebut sering kali menimpa pada siswa kelas IX dan XII ketika mereka akan menghadapi ujian nasional. Tiga tahun menggeluti mata pelajaran kelulusannya ditentukan dengan satu hari yang mengakibatkan para siswa ketakutan tidak lulus dimana menjadi faktor pemicu timbulnya stress, kurangnya kemampuan menyelesaikan masalah mengakibatkan ketidakmampuan para siswa mengelola emosi sehingga terjadinya luapan emosi yang tidak terkontrol dan berlebihan maka terjadilah "kesurupan" dan menyebar ke siswa yang lain.
Kesurupan Massal Sudah tidak Terdengar Sejak Ujian Nasional dihapus
Pada tahun 2021 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) resmi menghapus pelaksanaan Ujian Nasional (UN) dan digantikan dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter artinya kelulusan ditentukan berdasarkan nilai rapor siswa. Hal ini menjadi menjadi kabar baik bagi para siswa sebab kelulusan tidak lagi ditentukan oleh ujian yang dilakukan hanya beberapa hari saja.
Hilangnya ujian nasioanal menjadikan tingkat stress siswa sebelum melaksanakan UN menurun sebab kegiatan tambahan atau belajar diluar kelas seperti bimbel tidak lagi dilakukan seperti lulusan yang masih menggunakan nilai ujian nasional sehingga siswa tidak lagi terbebani secara fisik maupun psikis.
Sejak itu juga berita mengenai kesurupan massal seakan menghilang. Bulan-bulan menjelang ujian nasional biasanya akan ramai akan berita tentang kesurupan massal sejak 2021 berita tersebut tidak lagi terdengar. Akhir-akhir ini kesurupan massal biasanya terjadi karena faktor lain seperti siswa yang telah mengikuti kegiatan di luar sekolah, kegiatan ekstrakulikuler yang padat, atau kegiatan camping di hutan.
Jadi penyebab kesurupan massal di sekolah rata-rata karena tekanan psikis dan ketakutan menghadapi ujian nasional serta beban belajar yang sangat banyak hingga sore hari yang menyebabkan ketidakstabilan emosi karena tenaga dan fokus yang diforsir habis-habisan untuk mendapatkan nilai yang tinggi dan tentunya lulus sekolah.
Itulah gambaran mengenai fenomena kesurupan massal yang kerap terjadi di sekolah jika dilihat dari sudut pandang ilmu psikologi. Fenomena kesurupan tidak selalu dikaitkan dengan hal-hal gaib, kesurupan dapat disembuhkan dan dicegah penyebarannya dengan tindakan-tindakan yang cepat dan tepat. Oleh karena itu jika ada teman atau siapapun yang dianggap mengalami kesurupan segera bawa ke dokter, psikiatri, atau psikolog agar tidak salah dalam penanganan.