Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Penelitian Kualitatif #005: Orientasinya Menunjukkan Kepalsuan Teori Besar

12 Februari 2015   14:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:21 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dalam artikel terdahulu (#003) saya sudah ungkapkan bahwa penelitian kualitatif bersifat induktif. Artinya data yang bersifat khusus digunakan untuk membangun konsep, wawasan dan pengertian baru yang bersifat lebih umum.

Dengan kata lain, sebagai sebuah pendekatan induktif, maka orientasi utama penelitian kualitatif adalah mengembangkan teori berdasar data, dengan cara mengembangkan pemahaman (verstehen) atas realitas yang kompleks.

Orientasi semacam itu dikenal sebagai falsifikasi, yaitu upaya menunjukkan kepalsuan dari teori-teori besar (grand theories) yang telah mapan dengan cara mengungkap gejala-gejala mikro yang bersifat unik dan, karena itu,berada di luar wilayah penjelasan teori-teori besar tadi.

Itu jelas beda dengan orientasi utama penelitian kuantitatif yaitu menguji teori terdahulu melalui pengukuran hubungan antar sejumlah peubah.Orientasi semacam ini dikenal sebagai verifikasi, yaitu upaya membuktikan kebenaran atau keberlakuan teori-teori besar dengan mengungkapkan bukti-bukti empirik dari lapangan.

Teori yang dihasilkan melalui proses falsifikasi dalam penelitian kualitatif itu disebut “teori berdasar data”.Saya akan jelaskan di bawah ini.

Teori Berdasar Data

Schlegel (1984) menyebut teori berdasar data itu sebagai “teori (yang) membumi” (grounded theory). Maksudnya, teori yang dibangun berdasar data empirik tentang suatu realitas sosial dan berlaku untuk menjelaskan realitas itu sendiri.

Dasar pemikirannya, menurut Schlegel, daripada menggunakan data itu memverifikasi teori lama, bukankah lebih baik menggunakannya untuk membangun teori baru, yang mungkin memfalsifikasi teori lama.

Teori berdasar data yang dihasilkan dalam penelitian kualitatif dapat berupa teori substantif dan teori formal.Perbedaan antara keduanya terletak pada aras abstraksinya. Teori substantif bersifat spesifik, dibangun untuk menerangkan suatu kasus peristiwa atau gejala sosial secara khusus.

Sementara teori formal lebih abstrak, dibangun untuk menerangkan peristiwa atau gejala sosial secara lebih umum. Pada prinsipnya teori substantif merupakanpenghubung strategis untuk merumuskan teori formal yang berdasar-data.

Perlu dicatat, dalam konteks penelitian kualitatif kedua bentuk teori tersebut merupakan pernyataan idiografis, bukan pernyataan nomotetik.Dengan pernyataan idiografis dimaksudkan adalah pernyataan teoritis yang dibangun secara induktif, berdasar pandangan subyektif, sehingga terikat pada ruang dan waktu.

Pernyataan nomotetik, yang berlaku dalam konteks penelitian kuantitatif, adalah kebalikannya. Ia merupakan pernyataan teoretis yang dibangun secara deduktif, menurut kaidah obyektivitas, sehingga diklaim sebagai hukum(nomos) yang tidak terikat pada ruang dan waktu.

Dua Jenis Tujuan

Jika merujuk Taylor dan Bogdan (1984), pada dasarnyaterdapat duajenis tujuan pengembangan teori dalam penelitian kualitatif. Jenis pertama untuk memahami “bagaimana peristiwa atau gejala sosialyang sedang terjadi” (eksploratif). Jenis kedua, untuk memahami “mengapasesuatu peristiwa atau gejala sosialterjadi” (deskriptif).

Sedikit catatan, penting di sini membedakan konsep “peristiwa sosial” dan “gejala sosial”.Yang disebut pertama berlangsung sesaat, misalnya upacara adat, sedangkan yang kedua berlangsung lama, misalnya kemiskinan.

Jenis data yang paling memadai untuk menjawab kedua jenis tujuan penelitian tersebut di atas sudah pasti adalah data kualitatif.Dengan “data kualitatif” dimaksudkan di sini adalah “data deskriptif berupa kata-kata lisan atau tulisan dari manusia atau tentang perilaku manusia yang dapat diamati”.

Kedua jenis tujuan penelitian kualitatif tadi, seperti ditegaskan Stern (1979),berujung pada perbedaaan pilihan metode. Jika peneliti bermaksud memahami “bagaimana peristiwa atau gejala sosial yang terjadi” maka pilihan metode yang memadai antara lainadalah pengamatan naturalistik.Itu adalah metode pengumpulan data melalui rekaman lengkap dan akurat atas peristiwa atau gejala sosial tertentu, sebagaimana kejadiannya, dengan campur tangan yang sekecil mungkin dari peneliti.

Tapi jika tujuannya memahami “mengapa sesuatu peristiwa atau gejala sosial terjadi”, maka studi kasus retrospektif adalah salah satu pilihan metode yang memadai. Metode ini pada dasarnya serupa dengan pengamatan naturalistik.Bedanya, dalam studi kasus retrospektif, peristiwa atau gejala sosial yang terjadi tidak diamati secara langsung sebagaimana kejadiannya melainkan berdasar ingatan atau catatan para pelaku,sehingga rekaman yang diperoleh tidak selengkap dan seakurat rekaman pengamatan naturalistik.

Faktor-faktor Kondisional

Sampai di sini, mungkin timbul pertanyaan, bagaimana seorang peneliti kualitatif tiba pada rumusan tujuan “memahami bagaimana dan mengapa”.Jika merujuk Marshall dan Rossman (1989), ada sejumlah faktor kondisional yang menuntun peneliti untuk tibadi situ, dan kemudian memilih metode penelitian kualitatif.

Faktor-faktor kondisional yang dimaksud adalah jika penelitian itu: (a) menuntut pendalaman atas kompleksitas dan proses-proses sosial; (b) masih hendak mencari peubah-peubah sosial yang relevan; (c) bermaksud mencari tahu di mana dan mengapa suatu kebijakan, kearifan lokal, ataupraktek sosial tidak berjalan? Ketiganya merupakanpertimbangan tuntutan atau tujuan penelitian.

Selanjutnya, apabila penelitian itu:(a) mengenaisistem gagasan ataupun masyarakat yang belum dikenal; (b) mengenaijaringan dan proses sosial informal yang tidak terstruktur dalam suatu organisasi; dan (c) berkenaan dengan tujuan-tujuan organisasi sosial menurut kenyataan, bukan menurut ketentuan? Ketiga hal ini merupakan pertimbangan lingkup penelitian.

Disamping itu masih ada satu faktor lain yang mengarahkan penelitian pada pendekatan kualitatif, yaitu apabila penelitian tidak dapat dilakukan dalam bentuk eksperimen (kuantitatif) karena pertimbanganpraktis dan etis.

Setelah memahami orientasinya, barulah kemudian kita bisa masuk pada diskusi tentang aras penelitian kualitatif. Tapi ini akan dibahas dalam artikel selanjutnya.(*)

Tolong baca artikel sebelumnya:

penelitian-kualitatif-004-subyektivitas-sebagai-pumpunan

penelitian-kualitatif-003-beginilah-sifat-sifatnya

penelitian-kualitatif-002-inilah-asumsi-asumsi-dasarnya

penelitian-kualitatif-001-apa-batasannya

Anjuran Bacaan:

1.C. Marshall & G.B. Rossman, 1989,  Designing Qualitative Research, Newbury Park, London, New Delhi: Sage Publications.

2.S.A. Schlegel, 1984, Penelitian Grounded dalam Ilmu-ilmu Sosial, Surakarta: Fisip Universitas Sebelas Maret.

3.P.C. Stern, 1979, Evaluating Social Science Research, Oxford: Oxford University Press.

4.S.J. Taylor & R. Bogdan, 1984, Introduction to Qualitative Research Methods: The Search for Meanings (Second Edition), New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore:John Wiley & Sons

Kompedusiana.com

Learning by Sharing

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun