Pelajaran “Matematika Beras” dari Pak Faisal Basri di Kompasiana pagi ini (posting 19/4/2015) sungguh menarik.
Dengan menempatkan diri sebagai murid, ijinkan saya menyampaikan sekadar tanggapan.Syukur-syukur Pak “Guru” Faisal berkenan menanggapi balik. Sekadar mencerdaskan saya.
Meragukan Angka Produksi 2014
Menurut data statistik Kementan produksi padi tahun 2014 adalah 70.6 juta ton GKG (70.83 juta ton menurut BPS yang dikutip Pak Faisal). Ini kurang lebih setara 44.3 juta ton beras (rendemen 62.74%).
Jika penduduk Indonesia tahun 2014 adalah 250 juta jiwa, maka total konsumsi beras tahun itu adalah 34.75 juta ton (asumsi swasembada 139 kg/kap/tahun).Berarti ada surplus 9.55 juta ton, sehingga target surplus beras 10 juta ton yang dicanangkan SBY dulu sudah tercapai.
Tapi benarkah hitungan matematis itu?Jika benar surplus 9.55 juya ton, mengapa ada impor beras tahun 2014?Per Juni 2014 impor beras sudah mencapai 176,000 ton.
Coba kita koreksi.Mungkin angka 70.6 juta ton itu bukan GKG tapi GKP dengan angka konversi beras 52%.Artinya produksi beras 2014 sebenarnya hanya 36.7 juta ton.Tapi dengan angka inipun masih ada surplus 1.95 juta ton.
Lalu mengapa masih impor juga?Untuk stok pemerintah (Bulog)?Nyatanya bukan hanya Bulog yang mengimpor, tapi juga importir swasta.
Otak petani dalam kepala saya tidak bisa memahami “keanehan” hitungan matematis ini, Pak “Guru” Faisal.Tolong dijelaskan pada saya dan teman-teman.
Menghitung Target Angka Produksi 2018
Saya asumsikan angka produksi padi dalam statistik kementan itu bukan menunjuk pada GKG tapi GKP.
Saya coba perkirakan ke tahun 2018, target swasembada beras yang ditetapkan Presiden Jokowi.Tahun itu jumlah penduduk kurang lebih 265 juta jiwa.Jika konsumsi per kapita tetap 139 kg/kap/tahun, berarti produksi beras tahun itu harus 36.8 juta ton, plus surplus 10% untuk jaminan kedaulatan, sehingga total harus ada 40.5 juta ton, atau setara 78.0 juta ton GKP.
Pertanyaannya, bagaimana meningkatkan produksi padi nasional dari 70.6 juta ton (2014) menjadi 78.0 juta ton (2018)?Perlu peningkatan sebesar 7.4 juta ton GKP (10.5%) dalam tempo 3 tahun.
Inilah dua upaya utama yang sedang dilakukan Kementan.
Pertama, membenahi jaringan irigasi 3 juta ha sawah. Misalkan target itu tercapai, maka diperkirakan terjadi peningkatan produktivitas 3% atau 0.15 ton/ha pada luasan 3 juta ha, sehingga diperoleh tambahan padi 0.45 juta ton/musim atau 0.9 juta ton/tahun.
Kedua, pencetakan sawah 3 juta ha.Misalkan target itu tercapai dengan realisasi tanam 50% (angka moderat) atau 1.5 juta ha, maka denganproduktivitas rata-rata 2 ton/ha (sawah baru) diperoleh tambahan padi 3juta ton/musim atau 6 juta ton/tahun.
Berarti, pembenahan irigasidan pencetakan sawah secara keseluruhan akan menghasilkan tambahan 6.8 juta ton padi atau kurang 0.5 juta ton dari target 2018.
Apa artinya ini?Artinya Bulog masih harus impor beras pada 2018 paling tidak 500,000 ton.Saya setuju dengan Pak Faisal, impor ini harus dilakukan secara terjadwal, dan dikhususkan untuk keperluan Raskin, misalnya.Hal serupa juga berlaku untuk tahun 2015, 2016, dan 2017 .
Jadi, menurut hitungan matematis ini, tahun 2018 mungkin Indonesia sudah mencapai swasembada beras, tapi tidak mencapai kedaulatan beras.Ini kalau kedaulatan beras kita definisikan sebagai impor 0.0 ton beras.
Apakah hitungan matematis saya benar, Pak “Guru” Faisal?Mohon penjelasan.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H