Tapi “manortor”. Dan tortor bukanlah tari. Maka manortor bukanlah menari.
Lantas, bagi orang Batak (Toba), kalau bukan tari atau menari, apakah tortor atau manortor itu?
Tortor bagi orang Batak adalah sebuah ritual. Ritual pemanggungan relasi vertikal orang Batak dengan “Mulajadi Na Bolon”, Awal Mula Yang Agung, atau “Debata”, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Menyatu dengan komposisi bebunyian “gondang” Batak, tortor sejatinya adalah peristiwa religius. Sebuah “repertoar” doa permohonan, harapan kehidupan yang baik, kepada “Mulajadi Na Bolon”.
Karena itu, setiap ritual tortor atau gondang Batak selalu diawali dengan permintaan dari “hasuhuton” (tuan rumah gondang), dan tamu “panortor” (pelakon tortor) kepada “pargonsi” (pemain gondang), agar kehadiran mereka terlebih dahulu diumumkan kepada “Debata Mulajadi Na Bolon”.
Ritual tortor dengan gondang itu, pada dasarnya adalah sebuah repertoar yang memanggungkan “teori kehidupan” orang Batak. Teori kehidupan yang dinyatakan dalam bentuk tortor yang terintegrasi pada lazimnya 7 gondang.
Pertama adalah “Gondang Mula-mula”, permohonan restu kepada Mulajadi Na Bolon, Tuhan Yang Maha Kuasa. Gerak tortornya hanya menangkupkan telapak tangan di depan dada penuh khidmat.
Kedua, “Gondang Somba-somba”, pernyataan sembah kepada Mulajadi Nabolon. Sekaligus juga kepada “hula-hula” yang diyakini sebagai “Debata Na Tarida”, Tuhan Yang Kelihatan atau representasi Tuhan di dunia.
Ketiga adalah kelompok “Gondang Pasu-pasu” (Gondang Berkat). Lazimnya tiga nomor yaitu “”Gondang Marmeme” (Meloloh), mohon banyak keturunan. Dilanjutkan “Gondang Marorot” (Membesarkan), mohon keturunan sehat walafiat. Lalu “Gondang Saudara” (Sejahtera), mohon kemakmuran bagi keturunan dan kerabat.
Keempat, “ Gondang Sitio-tio” (Jernih), harapan semua permohonan terkabul demi masa depan cerah (“tio”). Lalu ditutup dengan “Gondang Hasahatan” (Penutup), harapan semua permohonan segera digenapkan Tuhan, yang diakhiri dengan teriakan bersama, “Horas! Horas! Horas!”
Jika disimak, tampak urutan tortor/gondang itu sebenarnya pemanggungan “teori kehidupan sejahtera” yang dilakoni orang Batak. Dengan kata lain pemanggungan “teori yang hidup”.