Pak Ahok, selaku Gubernur DKI, pernahkah Anda melihat pemandangan yang menohok sanubari ini di tepi jalanan Jakarta?
[caption id="attachment_359469" align="aligncenter" width="487" caption="Seorang Ibu dari Kalangan Manusia Gerobak sedang Bercengkerama dengan Balitanya di Tepi Jalan, Tebet Jakarta (12-12-14, foto flx)"][/caption]
Di tepi sebuah jalan di Tebet, Jakarta seorang Ibu muda bercengkerama dengan anak balitanya di atas rerumputan di bawah naungan pohon tanjung.  Sepintas lalu tak ada yang salah. Ini adalah gambaran seorang Ibu yang berbahagia.
Tapi periksalah konteks sosialnya. Di belakang Ibu tersebut terparkir sebuh gerobak pemulung sampah daur-ulang. Di sekitarnya berlari-larian dua orang anak laki-laki, kelihatannya anak si Ibu muda juga. Suaminya, ayah anak-anak itu, sedang pergi entah kemana, mungkin sedang membeli makanan atau mencari kardus bekas di sekitar pertokoan.
Pak Ahok pasti tahu, Ibu muda dan anak-anak-nya itu adalah warga komunitas "Manusia Gerobak" Jakarta. Mereka adalah keluarga pemulung tuna-wisma. Mereka hidup dan berkembang biak di dalam gerobak pulungannya. Keluarga-keluarga seperti ini dengan mudah dapat ditemui di berbagai sudut kota Jakarta. Jangan pernah mengatakan, "Tidak ada yang seperti itu."
Pak Ahok juga pasti tahu, warga komunitas "Manusia Gerobak" ini adalah tanggungjawab Gubernur DKI Jakarta. Jangan berdalih, "Itu bukan warga Jakarta." Faktanya mereka tinggal dan hidup di Jakarta. Jangan terlalu legalistik memandang masalah sosial Jakarta.
Pak Ahok juga tak boleh berdalih, "Ah, itu masalah kecil, banyak masalah lebih besar." Memang benar! Tapi Pak Ahok juga tahu nasihat ini: "Barang siapa tak setia dalam perkara kecil, maka tak setia dalam perkara besar"?
Terpikir oleh saya, jangan-jangan anak-anak yang sedang bercengkerama dengan Ibunya di tepi jalan di Tebet itu sebenarnya adalah calon-calon gubernur, atau walikota, atau camat, atau lurah di Jakarta di masa depan.  Coba dipikir Pak Ahok, gara-gara Bapak tak perduli pada nasib anak-anak itu, mereka gagal memenuhi takdirnya jadi pejabat. Akan bagaimana Bapak mempertanggungjawabkannya di akhirat kelak?(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H