Andaikan aku penyusun KBBI, maka akan aku tambahkan arti baru untuk lema “konsistensi”, yaitu “Tjiptadinata”.
Atau, lebih hebat dari itu, akan aku tambahkan lema baru yaitu “Tjiptadinada”. Artinya, ya itu tadi, “konsisten, konsistensi”.
Berlebihan? Aku kira tidak. Itu sesuai fakta empiris. Tjiptadinata adalah sebuah wujud konsistensi.
Bukti konsistensi itu terungkap dalam artikel Tjiptadinata (Effendi) yang terbaru, “Tantangan dan Hambatan Menulis Secara Konsisten” (K. 22.05.2016).
Terungkap di situ, sejak bergabung dengan K pada 15 Oktober 2012, hingga 22 Mei 2015, Tjiptadinata sudah menulis 1,955 judul artikel. Itu artinya, Tjiptadinata sudah berbagi dan bersilaturahmi selama 1,300 hari di K.
Selama itu, dia telah menulis artikel rata-rata 1.5 judul per hari. Dilihat dari angka ini, Tjiptadinata sebenarnya sudah melampaui patokan konsiostensi “one day one article”.
Jadi, masih ada yang protes kalau “konsistensi” itu artinya “Tiptadinata”? Atau sebaliknya, “Tjiptadinata” artinya “konsistensi”?
Tapi konsistensi Tjiptadinata bukan semata soal kuantitas. Melainkan juga soal kualitas. Semua artikel Tjiptadinata punya kualitas tinggi, dilihat dari sekurangnya dua aspek.
Pertama, aspek materi artikel. Hampir semua artikel Tjiptadinata didasarkan pada pengalaman empiris langsung. Tepatnya, fakta yang diungkap adalah pengalaman nyata hidupnya sendiri, mulai dari yang paling pahit sampai yang paling manis.
Karena itu, artikel Tjiptadinata, jika dibaca secara keseluruhan, sesungguhnya adalah sebuah “biografi” yang sangat bermutu.
Kedua, aspek nilai artikel. Setiap artikel Tjiptadinata mengandung sekurangnya satu nilai yang bermanfaat sebagai panduan menjalani hidup.