Kebenaran pernyataan politis itu adalah kebenaran pragmatis. Berdasar nilai guna atau fungsinya. Yang fungsional, atau bernilai guna, atau terpakai, atau yang bikin menang, itulah yang diterima sebagai kebenaran.
Jadi suatu kesalahan besar bila menilai kebenaran sebuah pernyataan politis berdasar patokan kebenaran jenis lainnya. Terutama patokan kebenaran korespondensi dan konsistensi yang lazim dalam ranah sains. Itu tindakan sia-sia, karena “panci tak akan ketemu tutupnya”. Artinya tak mengerucut pada sebuah kesepakatan, tapi tetap tak bertemu seperti dua sisi rel kereta api.
Bukan substansinya yang penting dalam menilai kebenaran politik, tetapi fungsinya, apakah memberi kekuatan/kemenangan bagi politisi atau sebaliknya. Kalau melemahkan posisi, berarti salah secara politis.
Prinsip itu penting sebagai pegangan merespon hamburan pernyataan politis para Paslon Gubernur_Wagub DKI 2017. Supaya tidak gampang naik pitam sambil mengumbar kata-kata merendahkan kubu “pesaing”.
Saya akan coba tunjukkan bagaimana prinsip kebenaran politis itu pada dua pernyataan aktual berikut.
“Kali di Jakarta bersih karena Foke” (Anies Baswedan)
Dalam artikel sebelum ini, saya sudah simpulkan pernyataan politis Anies itu benar secara politis. Kenapa? Karena Anies sebagai politisi cagub DKI menyatakannya untuk tujuan pragmatis yaitu menegasikan peran Ahok dengan menonjolkan peran Foke, pesaingnya dulu. Jika pernyataan ini diterima secara luas, dan harapannya begitu, maka dia telah membuktikan kebenaran pragmatisnya.
Maka menjadi aneh ketika sejumlah “pendukung” Ahok membantah simpulan saya dengan mengajukan argumen kebenaran korespondensi dan konsistensi. Seorang rekan pembaca bilang bahwa kali di Jakarta bersih karena Ahok mengerahkan pasukan “oranye” (korespondensi). Lainnya bilang tak ada hubungan JEDI (fokus drainase) dan kali bersih (fokus polusi) (konsistensi). Bantahan yang tidak relevan sama sekaarena orientasi pernyataan Anies adalah pragmatisme.
Sampai-sampai ada yang berkomentar, berarti tidak salah kalau Anies bilang bola itu kotak walau nyatanya bundar. Ya, tentu saja tidak salah, karena hal itu menyangkut cara pandang. Sederhananya, bangun segi enambelas akan terlihat sebagai bangun lingkaran dari jarak pandang tertentu.
Pernyataan politik juga begitu, mengandaikan cara pandang tertentu. JEDI bisa berhubungan dengan kali bersih jika diasumsikan drainase yang baik mensyaratkan pengendalian polusi air yang ketat. Begitu cara politisi menghubung-hubungkan fakta untuk tujuan pragmatis.
“Ahok berpotensi kalah” (Denny JA/LSI)