[ME4JKW #002]
Jangan ketawa sinis atau marah dulu. Ini serius. Bukan semacam sinisme atau sesat pikir.
Tanya dulu, mengapa muncul pertanyaan yang menjadi judul artikel ini?
Saya jawab. Karena “Mesias” Ahmad Moshadeq dengan Gafatar-nya sukses membentuk sebuah komunitas madani di Mempawah, Kalimantan Barat.
Apa hebatnya? Hebatnya, prestasi semacam itu sampai sekarang belum juga bisa dicapai Presiden Jokowi melalui Kemendes-nya.
Maksud saya, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang dikomandani Menteri Marwan Jafar. Ini kementerian yang bertanggungjawab pada pembangunan komunitas pedesaan.
Hebatnya lagi, komunitas madani Gafatar di Mempawah itu adalah buah “revolusi mental”. Sementara Presiden Jokowi belum punya contoh “kisah sukses” untuk “proyek revolusi mental” yang digagasnya sendiri.
Kuasa dan Partisipasi
Agar tak dianggap mengada-ada, atau sesat pikir tiada akhir, izinkan saya sebentar menjelaskan teorinya.
Saya merujuk konsepsi Amithai Etzioni tentang tiga pola kuasa dan respon partisipasi (khalayak) yang bersesuaian (congruent).
Pertama, pola kursif (coercive, memaksa), dengan respon patisipasi yang bersifat alienatif (menolak). Misalnya, pemerintah melalui undang-undang dapat memenjarakan koruptor, tapi tak ada koruptor yang suka-rela tinggal di penjara. Kalau bisa, kabur.