Orangtua menggurui anak, tapi anak menyadarkan orangtua.Karena itu jangan pernah menganggap sepele anak-anak.
Benar belaka peringatan ini, “Anak-anaklah pemilik surga,” karena itu, “Engkau tidak akan masuk surga, kecuali berkelakuan seperti anak-anak.”
Nasihat-nasihat di atas menempel betul di hati dan benak Pak Bram.Bukan karena berkali-kali dikotbahkan rohaniawan, tapi karena pengalaman dalam keluarganya sendiri.
Sebuah peristiwa kecil, sebuah penyadaran, dialami Bram lima tahun lalu, ketika ia bersama Indari isterinya, Indavati (8) anak perempuannya, serta Prastava (5) pindah rumah dari tengah kota Jakarta ke kawasan pedesaan di Bekasi.
Setibanya di rumah baru, Bram, Indari dan Indavati langsung sibuk mengatur tata-letak barang-barang dan bersih-bersih rumah.Tak seorangpun menyadari bahwa Prasvata tak ada di antara mereka.
Bram baru tersadar bahwa Prastava tidak ada setelah hampir setengah jam berlalu.
“Eh, Pras kemana? Dari tadi gak kelihatan?” tanya Bram agak cemas kepada isteri dan anak perempuannya.Ditanya begitu, kedua orang terkasihnya ini juga ikut bingung.Baru sadar Pras menghilang.
“Biar saya cari ke kebun belakang sebentar,” kata Bram sambil melangkah ke kebun di belakang rumah.
“Tuhaaaan!Kami sekarang tinggal di Bekasiii …!!!”Bram mendengar teriakan anak laki-laki kecil di pucuk pohon rambutan di kebun belakang rumah.Tak salah lagi, itu teriakan Pras kecil.
“Hei, Praaam! Ngapain di atas situ? Bahaya! Turun…!” Bram berteriak dengan nada marah menyuruh Pras kecil segera turun dari pucuk rambutan.
“Pram ngasih tahu Tuhan, Yah! Kalau rumah kita udah di Bekasi sekarang!” sahut si kecil Pras dari atas.
“Hah …!”Bram berteriak.Tadinya mau memarahi Pras kecil lagi karena telah membahayakan diri memanjat sampai pucuk pohon.Tapi mendadak ia terdiam, karena tiba-tiba suara hatinya berbisik, “Bram, anakmu yang kecil itu lebih tahu apa yang harus dilakukan lebih dulu saat memasuki rumah baru.Memberitahu Tuhan dan bersyukur kepadaNya.”
“Tapi mengapa harus manjat setinggi itu, Nak!” Bram berteriak dari bawah, sekarang tanpa nada marah.
“Biar lebih dekat sama Tuhan, Yah!” sahut Pras kecil lantang dari pucuk pohon.Bram terdiam sejenak, sambil tertawa dalam hati mendengar jawaban anaknya.
“Baiklah,” katanya kemudian, “kalau Pras sudah selesai ngomong sama Tuhan, cepat turun kembali, ya?” Bram melangkah kembali ke dalam rumah dengan rasa malu dan sesal di hati karena lupa bersyukur kepada Tuhan atas kepindahan mereka ke rumah baru.(*)
#Moral revolusi mental-nya: “Berfikir seperti anak-anak membuat kita lebih jujur menilai situasi dan lebih kreatif mencari solusi atas persoalan.”
Komporsiana.com
Sharing-Laughing-Changing
Catatan Paralelisme:
Karena itu tak perlu berkecil hati dan marah ketika Menteri Tedjo menyebut KPK kekanak-kanakan seperti dalam berita berikut:
Menko Polhukam Nilai KPK Kekanak-kanakan jika Kerahkan Massa
Sabtu, 24 Januari 2015 | 14:19 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno menilai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kekanak-kanakan jika menggerakkan massa. Menurut dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah memerintahkan pimpinan KPK dan Kepolisian untuk tidak membuat suasana semakin panas.
"Jangan membakar-bakar massa, mengajak rakyat, ayo rakyat, kita ini, enggak boleh begitu. Itu suatu pernyataan sikap yang kekanak-kanakan. Berdiri sendiri, kuat dia. Dia akan didukung, konstitusi mendukung. Bukan dukungan rakyat yang enggak jelas itu, konstitusi yang mendukung," kata Tedjo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Sabtu (24/1/2015).
Ia pun menyayangkan adanya penggerakkan massa untuk mendukung KPK tersebut. Menurut Tedjo, tidak elok jika upaya penggerakan massa tersebut dipertontonkan melalui media-media. "Harusnya itu tidak terjadi. Boleh, asal tertutup, silakan. Jangan semuanya di depan media tersebar luas, tidak baik, kekanak-kanakan," ucap dia. (…)(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H