Komporsiana.com.Jodoh itu misteri sekaligus miseri.Misteri karena kita sebenarnya baru tahu siapa jodoh sejati bagi kita saat ajal tiba.Miseri ( Ing. misery) karena proses penemuan jodoh itu sarat derita dalam ragam bentuk dan tingkatannya.
Bolehlah bertanya kepada Poltak tentang tesis jodoh tersebut.Ia sudah mengalaminya sendiri.Memasuki usia 32 tahun ia belum menemukan jodohnya.Padahal apa yang kurang?Fisik sehat dan menarik, gelar insiniur, pekerjaan dosen.
“Masalahnya rumit, Amang,” keluh Poltak saat ayahnya menuntut supaya ia cepat-cepat menkah karena usianya sudah tergolong tua.Waktu itu Poltak sedang pulang kampung ke Porsea.
“Giliran saya jatuh cinta pada seorang gadis, eh, dianya jatuh-bangun lari ketakutan,” kata Poltak sembari teringat pada Indari Ervi, teman kuliahnya yang setengah mati menghindar darinya. “Giliran ada yang jatuh cinta pada saya, eh, saya yang jatuh-bangun lari ketakutan,” lanjutnya sambil teringat Ifina, teman kuliahnya juga, yang selalu tampil gahar dengan kepala menyala-nyala karena kobar kibaran rambut panjangnya yang merah membara.
“Ah, bisa-bisamulah bicara begitu, Anakku.Tak perlu jauh-jauh cari jodoh. Di Porsea ini juga banyak gadis cantik dan baik.Kau temukanlah seorang jodoh untukmu.Kau kan anak laki-laki sulung Amang.Amangmu ini sudah semakin tua.Doaku selalu pada Tuhan, semoga diberi umur panjang agar boleh memangku cucu darimu sebelum ajal tiba,”Amani Poltak mendesak Poltak untuk cepat-cepat cari jodoh dan segera menikah.
Poltak sudah sangat hafal kalimat terakhir dari ayahnya itu.Sudah berkali-kali didengarnya.Dan ia yakin, kalau kelak ia sudah menikah dan memberi cucu untuk ayahnya, doa ayahnya pasti akan berubah lagi: “Tuhan, berilah aku umur panjang agar boleh melihat cucuku ini menikah.”
“Dimanalah pula aku bisa cari jodoh di Porsea ini, Amang?” tanya Poltak pada ayahnya.
“Bah, mudah itu, Anakku.Kau pergi saja ke gereja.Banyak gadis baik-baik dan cantik di situ,” saran Amani Poltak dengan mata berbinar-binar, berharap anaknya segera ketemu jodoh. Cari jodoh di gereja adalah rekomendasi standar. Karena orang Batak tidak percaya bisa menemukan jodoh yang baik di tepi jalan.
“Baiklah, Amang.Nanti saya coba lihat-lihat ke gereja,” kata Poltak.
Kurang-lebih seminggu kemudian, Amani Poltak menanyakan hasil pencarian jodoh itu kepada Poltak, yang sedang duduk santai di teras rumah.
“Bagaimana, Anakku. Kau sudah pergi lihat-lihat anak gadis ke gereja?Bagaimana, ada yang cocok di hatimu?Nanti segera Amang lamarkan untuk jadi isterimu,” cecar Amani Poltak.
“Ah, Amang.Tak seorangpun gadispun kutemukan di gereja itu.Aku hanya ketemu ibu-ibu tua yang sudah menjanda, termasuk Nenek, ” jawab Poltak datar.
“Hah!? Ibu-ibu menjanda!? Anakku, Poltak, memangnya kapan kau pergi ke gereja?”Amani Poltak kaget bak tersengat listrik.
“Hari Kamis sore, kemarin, Amang,” jawab Poltak dengan roman muka tanpa cela.
“Alamakucoooook!,” Amani Poltak berteriak frustasi.“Poltaaak, Anakkuuuu, seingatku dulu Ibumu melahirkanmu normal.Pakelah sikit otak insiniurmu itu, Anakku.Hari Kamis itu jadwal ibu-ibu yang menjanda kebaktian di gereja, Poltaaaaakk!”
“Bah, mana kutahu pula itu?” Poltak membahtin, sembari prihatin melihat ayahnya frustasi gara-gara ia gagal lagi menemukan jodohnya.(*)
#Moral revolusi mental-nya:“Kita tak mencapai tujuan di sembarang tempat dan waktu, tapi di tempat dan waktu yang sudah tertentu.”
Salam Komporsiana, tularkan virus Menor ervipiana dan Kepo feliziana.
Komporsiana.com
Sharing-Laughing-Changing
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H