Pertanyaan yang benar menghasilkan jawaban yang benar. Sebaliknya pertanyaan yang salah menghasilkan jawaban yang salah.
Poltakpernah mengalami hal tersebut terakhir 37 tahun yang lalu, ketika masih menajdi siswa SMA di Porsea.
Pengalaman konyol itu diingatkan kembali oleh Pak Sopar, mantan guru Geografi-nya, pada kesempatan kunjungan “kangen” ke sekolahnya, setelah lulus jadi insiniur dari UGM Jogjakarta.
“Si Poltak ini sebenarnya murid kita yang paling bodoh dulu,” Pak Sopar memulai cerita.“Berkat Roh Kudus saja dia bisa masuk UGM dan lulus jadi insiniur,” lanjutnya.
“Kenapa Pak Sopar bilang begitu,” tanya Pak Kepala Sekolah.
“Begini, Pak Kepsek,” kisah Pak Sopar lebih lanjut.“Dulu, waktu ulangan pelajaran Geografi, saya berikan pertanyaan begini:Sebutkanlah suku bangsa yang merupakan penduduk utama Tanah Jawa.”
“Apa jawabanmu dulu, Poltak,” tanya Pak Sopar.
“Suku bangsa Batak, Pak,” jawab Poltak lantang.
“Nah, apa itu bukan jawaban bodoh, Pak Kepsek?” Pak Sopar minta dukungan.
“Tapi, maksudku waktu itu Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Pak.Banyak orang Batak di sana, Pak. Saudaraku juga banyak tinggal di sana,” Sopar membela diri.
“Betul juga Si Poltak.Pak Sopar kan bilangnya Tanah Jawa, bukan Pulau Jawa?” Pak Kepsek membela Poltak sambil terbahak.
“Bah, gurunya yang bodoh kalau begitu.Pantaslah aku tak diterima dulu masuk UGM,” balas Pak Sopar, disambut gemuruh tawa guru-guru lain.
Guru-guru itu tahu bahwa nama Tanah Jawa itu sebenarnya berasal dari “Tano Jau” (Btk) yang lama kelamaan dilafalkan sebagai “Tanah Jawa”. (*)
#Moral revolusi mental-nya:“Jika ingin mendapatkan jawaban yang benar, maka berikanlah pertanyaan dengan cara yang benar.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H