Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Humor Revolusi Mental #034: Mati Seekor Denda Sekandang

8 Desember 2014   17:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:47 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Pernah dengar pemeo “Mati seekor denda sekandang?”Ini memang tidak sepopuler pemeo“Lapor hilang kambing pulang hilang sapi” (yang membuat orang malas lapor barang hilang ke pihak yang berwajib).

Tapi, pemeo itu bukan omong kosong.Bramastana, biasa dipanggil Bram, sudah mengalaminya sendiri 30 tahun lalu di pemukiman transmigrasi Tulangbawang, Lampung Utara.Waktu itu, ia sedang melakukan penelitian tentang perkembangan sosial-ekonomi transmigran, untuk keperluan skripsi sarjananya.

Bram mondok di rumah Kepala Satuan pemukiman Transmigrasi (KSPT) Tulangbawang, di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) I.Untuk mendukung mobilitasnya, Brammendapat pinjaman sepeda motor dinas “Binter” dari Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).Karena kurang rawat, mesin sepeda motor itu sangat rajin mogok, tapi selalu sigap menggerung lagi begitu komponen platinanya di gosok.

Begitulah, suatu senja, selepas wawancara dengan Kepala UPT II, 12 km di sebelah utara UPT I, Bram memacu sepeda motor tuanya pulang ke UPT I.Di antara UPT I dan II ada sebuah perkampungan lokal.Pak PPL sebenarnya sudah mengingatkan Bram agar berhati-hati saat melintasi kampung itu.“Jangan sampai menabrak ternak piaraan penduduk. Bisa kerok urusannya,” nasihat Pak PPL.

“Ciiiiiiit…! Brak! Keeoook…!!!”Mendadak sepi senja pecah oleh decitan rem sepeda motor Bram.Disusul suara sesuatu tertabrak dan kemudian berkeok.Ya, seekor ayam bentina, piaraan penduduk kampung lokal menggelepar di jalan, tertabrak sepeda motor Bram.

“Kiamat! Kejadian!” Bram beteriak cemas dalam hati, sembari turun dari sadel sepeda motornya yang mendadak mogok.

“Bukan salah saya.Salah ayamnya.Berlari ke roda depan sepeda motorku,” Bram berusaha membela diri di tengah tuduhan berpasang-pasang mata penduduk lokal yang tiba-tiba datang mengerumuninya.

“Bapak yang salah.Tidak hati-hati.Ayam itu rabun senja. Jadi tak bisa disalahkan,” kata seorang dari mereka, tampaknya tokoh masyarakat setempat.

“Ayamku sedang mengerami delapan butir telurnya.Karena sudah mati begini, telurnya tak akan menetas. Aku jadi rugi delapan ekor ayam.Ditambah induknya yang mati, semua kerugian sembilan ekor.Dikalikan Rp 5,000 per ekor, aku minta ganti rugi semua Rp 45,000,” seorang laki-laki tua yang mengaku pemilik ayam yang tertabrak itu mengajukan gugatan ganti rugi langsung di tempat.

“Yang mati cuma seekor. Kok saya dimintai ganti rugi untuk sekandang?”Bram mencoba protes.

“Begitulah hukumnya, Pak.Bapak bayarkan saja ganti ruginya, biar tak berkepanjangan urusannya,” kata Si Tokoh tadi tegas.

Tak ada pembela untuk Bram dalam pengadilan senja itu.Karena itu, dengan terpaksa, sambil merutuki dirinya yang tak berhati-hati, ia membayarkan denda sebesar Rp 45,000.

Senja kelabu untuk Bram.Sudah biaya penelitiannya terpotong Rp 45,000 untuk biaya “tak terduga”, harus menggosok platina pula untuk menghidupkan kembali sepeda motornya. (*)

#Moral revolusi mental-nya:“Kearifan lokal itu mengenal konsep “expected future income” juga, jadi jangan dianggap remeh”.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun