Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Humanisme dalam Koreografi "Penari Langit"

27 Juni 2016   15:49 Diperbarui: 27 Juni 2016   17:36 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koreografi "Penari Langit" di Palindi Sumba (Sumber: Facebook Ricky Elson)

Membaca surat Ricky Elson (RE) kepada Dahlan Iskan (Catatan DI, 20/4/2016), sungguh menggetarkan hati.  Sekaligus membuncahkan rasa bangga dan terimakasih atas kehadiran Ricky Elson di bumi nusantara.

Bukan kecerlangannya di bidang inovasi motor listrik yang terutama mengagumkan.  Tapi perjuangan kerasnya, yang penuh liku dan tantangan, untuk menemukan dan membawa bayi “Penari Langit” dari Jepang ke Indonesia.  Untuk kemudian “dibesarkan” di sini dan “dipanggungkan” koreografinya di pelosok pulau Sumba.

Benar, “Penari Langit” yang dimaksud adalah liukan ratusan  kincir angin kecil pembangkit listrik di desa-desa Kalihi, Palindi, dan Tanarara, pulau Sumba. Koreografi “Penari Langit” itu telah menghasilkan listrik yang mencerahkan malam-malam yang tadinya kelam di desa-desa terpencil itu.

Yang paling mengesankan pada kehadiran para “Penari Langit” itu adalah gagasan humanisme yang menjiwainya.  Humanisme dalam arti semangat untuk menentukan nasib dan mengembangkan diri dengan kekuatan sendiri sebagai manusia luhur yang  merdeka.

Gagasan humanisme ini sangat relevan dengan visi kedaulatan (politik, ekonomi, sosial) yang dicanangkan Presiden Jokowi.  Karena itu, penting memahami  bagaimana RE meniupkan jiwa humanisme itu ke dalam koreografi “Penari Langit”, dan bagaimana prospek perkembangannya ke depan.

Humanisme Ushiyama

Dalam suratnya kepada DI, RE secara tidak langsung menjelaskan asal-usul humanisme yang menjiwai kiprah dan karyanya.   Sumbernya adalah pesan humanis Prof. Izumi Ushiyama, guru besar kincir angin Jepang kepada RE langsung.

Prof. Ushiyama meminta RE untuk mewujudkan impiannya yang  tak akan kesampaian yaitu “listrik untuk si miskin”.  Secara spesifik, RE diminta mengembangkan kincir angin kecil yang murah.  Untuk didedikasikan bagi 30 persen penduduk miskin dunia, khususnya di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia.

“Dream for world humanity”, demikian RE merumuskan mimpi Prof. Ushiyama.  Itulah humanisme Ushiyama, yang menjiwai RE, menjiwai segala ikhtiar dan inovasi kelistrikannya.

Dengan semangat humanisme, RE  telah membalik orientasi pengembangan teknologi kelistrikan.  Dari tadinya berorientasi pada kepentingan industri besar dan negara maju (kaya), menjadi pada kepentingan rakyat kecil (miskin) dan negara sedang berkembang.

Lalu RE dan teman-temannya membesarkan dan mengembangkan  bayi “penari langit” di “padepokan” Listrik Angin Nusantara (LAN), Ciheras, Tasikmalaya. Hasilnya adalah “Sistem Teknologi Taman Listrik Tenaga Angin (TLTA) Berbasis Kincir Angin Kecil”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun