Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Cara Cerdas Menjatuhkan Ahok

11 April 2016   14:34 Diperbarui: 11 April 2016   14:45 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ini masih nasihat untuk barisan Anti-Ahok.  Agar bisa men-skakmat Ahok, lalu gagal menjadi Cagub DKI Jakarta 2017.

Anggap ini kisi-kisi untuk menjatuhkan Ahok. Cermati baik-baik, supaya tak salah ambil langkah. Salah-salah malah skakmat sendiri nanti.

Ada dua aspek kisi-kisi yang perlu di perhatikan. Aspek karakter sosiologis Ahok sebagai pemimpin dan pendekatan kepemimpinan yang dianut dan dijalankannya.

Pertama, tentang karakter sosiologis Ahok sebagai pemimpin.  Tepatnya sebagai Gubernur DKI Jakarta.  

Dari sudut pandang sosiologi, lakon kepemimpian Ahok selaku Gubernur DKI selama ini, mencerminkan  dirinya sebagai individu penyimpang sosial, atau “social deviant”.  Ini adalah tipe individu dengan sikap, perkataan, dan tindakan yang “menyimpang” dari kelaziman umum. Tak jarang dicap sebagai “gila”.

Mau bukti?   Ini satu.  Hanya seorang penyimpang sosial yang mau memilih jalur independen untuk maju dalam Pilgub DKI mendatang, saat pendapat umum masih melihat jalur parpol sebagai jalur paling strategis. 

Lagi, satu.  Hanya seorang penyimpang sosial yang mau keluar dari keanggotaan partai pendukungnya, saat pendapat umum masih melihat partai sebagai basis kekuatan politik seorang pimpinan daerah.

Satu lagi.   Hanya seorang penyimpang sosial yang mau melakukan relokasi penduduk perkampungan “illegal” ke rusunawa, saat gerakan “masyarakat madani” sedang kuat-kuatnya melawan program yang mereka labeli sebagai “penggusuran”.

Lagi, satu, yang terpenting.  Hanya seorang penyimpang sosial yang mau secara sadar menerapkan pendekatan konflik dalam kepemimpinannya sebagai Gubernur, sementara umumnya kepala daerah menggunakan pendekatan fungsionalisme (integrasi, harmoni).

Indikasi pendekatan itu adalah labelisasi Ahok sebagai “tukang cari musuh”, atau “pemarah”, atau apa saja yang semacam itu.

Perhatikan, yang paling menyolok, Ahok selaku Gubernur DKI  lebih memilih untuk berkonflik dengan DPRD DKI untuk menyelamatkan APBD DKI dari tangan-tangan koruptor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun