Untuk kesekian kalinya, kemarin Senin (20/10) dalam pidato pelantikannya Presiden Jokowi sekali lagi menyatakan tekad untuk mewujudkan antara lain Indonesia yang “berkepribadian dalam kebudayaan”.
Untuk kesekian kalinya pula, saya bertanya-tanya, dengan cara bagaimana Pak Jokowi akan mejadi teladan dalam mewujudkan “kepribadian budaya” yang penuh wibawa dan harga diri.
Malamnya, pertanyaan saya terjawab, saat menyaksikan Pak Jokowi mengenakan batik ketika menerima kunjungan Pak Tony Abbot, PM Australia di Istana Negara.Inilah dia teladan itu: Pakaian!Mendadak, untuk pertama kalinya, saya tidak malu lagi pada mendiang Nelson Mandela, mantan Presiden Afsel yang “Duta Batik Indonesia”.
Tapi bukan Pak Jokowi yang saya harapkan sebagai teladan “kepribadian budaya” Indonesia, melainkan terutama Bu Iriana, Ibu Negara kita yang baru. Mengapa?
Kemarin, saat mendampingi Pak Jokowi dalam pelantikan, dalam penglihatan saya, Bu Iriana sudah mengenakan pakaian yang sangat mencerminkan “kepribadian budaya” Indonesia.Dalam balutan kebaya warna oranye dan bawahan kain batik warna sogan, dengan aksesori anting sederhana dan bros kupu-kupu sederhana, Bu Iriana tampil bersahaja tapi sangat anggun dan bermartabat.
Terimakasih Bu Iriana telah menampilkan “kepribadian budaya” Indonesia yang sesungguhnya:bersahaja (logis), anggun (estetis), dan bermartabat (etis). Tidak ada yang lebih indah atau lebih cantik dari paduan tiga nilai ini.
Dengan gaya berpakaian seperti itu, Bu Iriana, sadar atau tidak sadar, saya kira telah memprolakmirkan diri sebagai “ikon”kepribadian budaya Indonesia.Dan pakaian, bagaimanapun, adalah ekspresi kepribadian budaya yang paling universal.Pakaian menunjukkan kepribadian.
Begitulah, harapan saya, Bu Iriana dapat menjadi ikon kepribadian budaya Indonesia, sekurang-kurangnya melalui gaya berpakaian yang “sangat Indonesia”.Kebaya pastilah pilihan terbaik.Tapi lebih baik lagi jika diperkaya dengan kain atau motif dari beragam etnik nusantara.Entah itu tapis Lampung, songket Palembang, ulos Batak, ikat Bali, ikat Ende-Lio, sarung Bugis, kain tenun Maluku, dan lain-lain.
Saya berharap, Bu Iriana dapat menjadi kontrol, sekaligus trend-setter bagi gaya tampilan perempuan Indonesia modern.Itulah tampilan bersahaja, anggun, dan bermartabat.Bukan tampilan yang mewah berkilauan, tapi sama sekali jauh dari anggun dan bermartabat.Ya, mengenakan busana, aksesori, tas, dan sepatu buatan luar negeri bernilai milyaran rupiah, bukanlah sesuatu yang anggun dan bermartabat.Mahal, ya!
Tampil bersahaja dengan busana, aksesori, tas, dan sepatu atau selop buatan anak bangsa sendiri, itulah yang anggun dan bermartabat.Tampilan seperti itu memperkaya bangsa sendiri, dan memacu bangsa sendiri untuk menjadi lebih produktif.
Saya berharap, sebagai “ikon kepribadian budaya” Indonesia, Bu Iriana dengan gembira akan selalu mengenakan pakaian buatan anak bangsa sendiri.Sama seperti Pak Jokowi yang mengenakan pakaian buatan anak bangsa sendiri.
Sebagai “ikon”, biarlah Bu Iriana menjadi “virus” yang menyebarkan nilai-nilai kesahajaan, keanggunan, dan martabat ke semua perempuan Indonesia.Pertama-tama kepada isteri menteri dan jajarannya, lalu kepada perempuan karir, perempuan selebritas, sampai ke perempuan-perempuan perkasa di jalanan, pasar, bangunan, dan pelabuhan.
Jadi, sambutlah Bu Iriana, “ikon kepribadian budaya” Indonesia.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H