Salah seorang dari 43 nama calon menteri yang disampaikan Presiden Jokowi ke KPK, telah mengajukan surat permohonan agar tidak dipilih menjadi menteri.
Saya kebetulan mendapat bocoran tindasan surat permohonan itu dari seorang teman yang mengaku dekat dengan dengan teman dekat calon menteri tersebut.Saya salinkan isi selengkapnya sebagai berikut.
Yth. Bapak Presiden Joko Widodo,
Saya memperoleh informasi dari seseorang yang mengaku dekat dengan orang dekat Bapak, bahwa nama saya tercantum dalam daftar 43 orang calon menteri yang Bapak sampaikan ke KPK.
Saya juga memperoleh informasi dari seseorang yang mengaku dekat dengan orang dekat Ketua KPK, bahwa nama saya termasuk yang diberi tanda silang merah oleh KPK, karena terindikasi kuat sebagai koruptor.
Atas dasar itu, dengan segala hormat saya mohon kepada Bapak, sudilah mencoret nama saya dari daftar calon menteri, dan jangan pernah berpikir-ulang untuk memilih saya menjadi menteri.
Alasan utama saya adalah, seperti telah diingatkan Ketua KPK Abraham Samad, dalam 2-3 bulan dari hari ini kemungkinan besar saya akan ditangkap oleh KPK karena tersangkut korupsi.Abraham benar, saya memang koruptor, walau keliahatannya bersih dan licin. Karena itu, setelah merenung dan berdoa, saya memutuskan untuk lebih rela masuk penjara dari pada menjadi menteri dalam pemerintahan Bapak.Kalau saya menjadi menteri, itu hanya akan mencederai janji Bapak untuk membentuk “pemerintahan yang bersih”.Juga akan mengganggu kinerja pemerintahan Bapak, karena akan gonjang-ganjing lagi “dagang kursi menteri”.Saya pikir, dari pada begitu, lebih mulia jika saya mendukung pemerintahan Bapak dengan menjadi narapidana korupsi yang berkelakukan baik dan benar di penjara.
Alasan kedua untuk penolakan saya, yang tak kurang pentingnya, saya tidak akan mampu mengimbangi langgam kerja Bapak yang tak kenal waktu dan tempat.Dalam pidato pelantikan Bapak sebagai Presiden RI di Gedung DPR/MPR Senayan, Senin 20 Otober 2014 yang lalu, Bapak telah mencanangkan tekad “kerja, kerja, kerja”.Terus terang, saya tidak bisa. Saya perlu makan, perlu tidur, perlu ibadah (walaupun koruptor), perlu merawat kesehatan, dan perlu rekreasi.Saya bukan orang yang gila kerja, tapi gila uang.Prinsip saya, kerja sesedikit mungkin demi uang sebanyak mungkin.Kalau bisa, tanpa kerja, dapat uang banyak.Dan saya sudah menemukan caranya:Korupsi! (dengan “K” besar).
(Maaf, pantas saja badan Bapak kurus kering begitu.Kerja, kerja, kerja terus.Sampai kurang makan, kurang gizi.Hati-hati Pak, jangan sampai seperti almarhum Ir. Sutami, Menteri PU masa Orde Baru, yang meninggal karena sakit kurang gizi akibat kurang makan, karena kerja, kerja, kerja terus sampai lupa makan).
Alasan ketiga untuk penolakan saya, yang sama penting dengan alasan kedua, terus terang saya tidak bisa hidup pada standar kesahajaan seperti Bapak serta isteri dan anak-anak Bapak. Sebagai koruptor hebat, saya sekeluarga sudah terbiasa hidup mewah, sehingga spec-down menjadi seperti gaya hidup Bapak sekeluarga, jelas akan menjadi maha-derita bagi kami.Pakaian dan aksesori yang melekat di tubuh saya, istri saya, dan anak-anak saya sehari-hari adalah produk luar-negeri bernilai ratusan juta bahkan milyar.Dapur kami di rumah belum pernah dipakai sejak dipasang, karena sehari-hari kami makan di restoran-restoran termahal di Jakarta, Singapura, dan Hongkong.Menjadi menteri dalam kabinet Bapak, sama saja dengan terjun bebas menjadi orang miskin.Saya dan keluarga saya tidak mampu begitu.Lebih baik saya masuk penjara, tapi tetap bisa hidup enak, dan keluarga saya juga tetap hidup enak, seperti yang dialami senior-senior saya, koruptor-koruptor yang sudah lebih dulu apes tertangkap dan masuk penjara.
(Lagi pula, siapa tahu siapa tahu saya bisa mengikuti ajakan Bapak untuk revolusi mental salama di penjara. Lalu, setelah bebas nanti, karena masih punya banyak sisa uang hasil korupsi, saya bisa menjadi pengurus salah satu partai dan menjadi anggota DPR atau DPRD. Yang seperti ini sudah ada contoh kasusnya, 'kan?)
Saya mengajukan penolakan ini, bukan karena saya tidak tergiur menjadi menteri. Terus terang, saya sangat tergiur.Sebab bukankah dengan menjadi menteri saya bisa korupsi lebih sistematis, terstruktur, dan masif lagi?Tapi mengingat tiga alasan di atas, saya mohon dengan sangat, jangan pilih saya menjadi menteri.Sekalipun nama saya diajukan oleh partai koalisi pendukung Bapak, jangan ragu mencoret nama saya, karena saya sangat berpotensi juga merusak nama baik partai pengusul itu.
Demikianlah surat penolakan untuk menjadi menteri ini saya sampaikan kepada Bapak Presiden.
Atas keikhlasan Bapak mencoret nama saya, saya haturkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Salam “Indonesia Hebat!” (kecuali dalam hal “korupsi”).
(Tandatangan, Nama Lengkap)
Saya tercenung seusai membaca surat penolakan tersebut. “Alangkah mulianya hati koruptor satu ini,” pikir saya, tak habis pikir.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H