Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bersama Landak Menuju Indonesia Hebat

1 November 2014   20:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:56 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rubah tahu banyak hal kecil, tapi landak tahu hanya satu hal besar,” tulis Archilochus, penyair Yunani Kuno.Parabel ini mengilhami filsuf Isaiah Berlin (1953) untuk membedakan karakter manusia ke dalam dua tipe yaitu “landak” (hedgehog) dan “rubah” (fox).

Jim Collins (2004), ahli manajemen transformasi Good to Great, lalu menerapkan tipologiitu pada karakter pemimpin.Pemimpin tipe landak digambarkan sebagai orang yang mampu menjelaskan dunia yang rumit dengan satu ide sederhana, punya fokus yang tegas,dan konsisten.

Sebaliknya pemimpin tipe rubah gemar menambah rumitdunia yang sudah rumit,tidak punya fokus, tidak konsisten, danserakah dengan mengejar terlalu banyak kepentingan.

Hanya pemimpin tipe landak, kata Collins, yang mampu mentransformasi kondisi “Baik”menjadi “Hebat”.Ini sangat relevan dengan sasaran besar pemerintahan Presiden/Wapres Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) yaitu “Indonesia Hebat”.Pertanyaan apakah pasangan Jokowi-JK tergolong pemimpin landak yang akan mengantar Indonesia kepada posisi“Hebat”?

Tipe Landak

Sederhana dan rendah hati, tapi profesional dan teguh hati (fokus dan konsisten) dalam mencapai tujuan, itulah ciri utama pemimpin tipe landak.Bila menemui kegagalan, tak pernah menyalahkan orang lain melainkan diri sendiri.

Dilihat dari perilaku kepemimpinan mereka selama ini, tak diragukan lagi, Jokowi-JK berkarakter “landak”.Keduanya mampu mencapai tujuan-tujuan yang bagi kebanyakan orang dianggap muskil.Dalam masa kampanye Pilpres 2014 misalnya, Jokowi berhasil membalik trend penurunan elektabilitasnya dalam tempo satu minggu, sehingga berhasil menjadi Presiden RI di tengah hujan upaya pembunuhan karakter.Sebelumnya, ia juga berhasil merelokasi pasar dan pemukiman ilegal di Surakarta dan Jakarta secara damai

Begitu pula JK.Ia berhasil mewujudkan perdamaian di Aceh, Poso, dan Ambon di tengah berbagai tekanan sosial dan politik.Juga, berhasil menjadi wapres untuk kedua kalinya dalam posisi terkucil dari partainya.

Jokowi dan JK, adalah tipe pemimpin yang membuat hal rumit menjadi sederhana. Ini tercermin dari ujaran Jokowi, “Gampang sekali itu”. Atau ujaran JK, “Tidak ada yang sulit.”Ujaran-ujaran itu mencerminkan kemampuan mereka melihat inti persoalan untuk kemudian mengatasinya.

Kebalikan dari Jokowi-JK adalah pemimpin tipe “rubah” yang cenderung merumitkan masalah, antara lain dengan selalu menyalahkan pihak lain atas kegagalannya, seperti ditunjukkan Koalisi Merah Putih (KMP).Gagal menjadi presiden/wapres, misalnya, salahkan KPU lalu tuntut ke Mahkamah Konstitusi.Selain itu ia juga serakah, misalnya dengan mengubah “paksa” undang-undang supaya bisa menguasai semua tampuk kepemimpinan di lembaga legislatif dan di pemerintahan daerah.

Indonesia Hebat

Sebagai pemimpin tipe “landak”, Jokowi-JK hanya tahu satu hal besar yaitu “Indonesia Hebat”.Kesanalah Jokowi-JK menakhodai pelayaran kapal besar Indonesia dalam lima tahun ke depan.

Lantas bagaimana cara menuju “Indonesia Hebat”?“Gampang sekali itu,” kata Jokowi, “kerja, kerja, kerja gotong-royong segenap komponen bangsa di semua lini dan lapisan”.Dasarnya adalah Sila Ketiga Persatuan Indonesia.Karena itu Jokowi memelihara silaturahim dengan rival-rival politiknya dari KMP, antara lain mantan capres/cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa,pimpinan parlemen (DPR, MPR),dan Ketua Presidium KMP Aburizal Bakrie.

Masalahnya sekarang, pertama, apa sebenarnya ukuran “Indonesia Hebat” itu?Secara abstrak, Indonesia bisa dikatakan “Hebat” kalau sudah menjadi “subyek”, bukan lagi sekadar “obyek”, dalam percaturan politik, ekonomi, dan budaya internasional, berarti “Hebat”.

Kongkritnya, Indonesia dikatakan “Hebat” jika sudah menjadi “produsen” (pemasar), bukan sekadar “konsumen” (pasar) dalam transaksi politik, ekonomi, dan budaya internasional.Indikatornya, sebagai contoh, supremasi hukum wawasan nusantara dalam sengketa perbatasan dengan negara tetangga (politik), surplus neraca ekspor-impor pangan dan energi (ekonomi), dan supremasi produk industri kreatifdomestik atas produk industri kreatifasing (sosial-budaya).

Masalah kedua, dari mana harus mulai?Tentu bukan dari nol, tapi dari berbagai benih “kehebatan “ yang sudah ada, yang berpotensimenjadi “paling hebat di dunia”.

Paling kongkrit dan realistis adalah mulai dari bidang ekonomi. Sebagai contoh, di bidang teknologi tinggi (hi-tech) kita bisa menjadi yang terhebat dalam produksi radioisotop berbasis teknologi pengayaan uranium tingkat rendah (PT Inuki).

Di bidang teknologi strategis,bisa menjadi yang terhebat dalam produksi panser Anoa (PT Pindad) dan pesawat CN 235 (PT DI).

Di bidang teknologi energi, bisa menjadi yang terhebat dalam produksi listrik tenaga angin (karya Ricky Elson) dan tenaga air/mikro-hidro (karya Tri Mumpuni).

Di bidang pangan kita bisa menjadi yang terhebat dalam produksi benih padi hibrida tropis (PT Sang Hyang Seri), kedelai tropis (3.4 ton/ha) berbasis pupuk organik pemanen fotosintesis (temuan Tjandramukti/Widjaya,Grobogan), dan algae air tawar bebas logam berat, arsen, dan NaCl (temuan Mahmud, Solo).

Lalu, di bidang somatik, kita bisa menjadi yang terhebat dalam produksi kain tradisi (batik Jawa), songket Sumatera, ikat Nusa Tenggara),perhiasan perak (Bali, Jogja), bulu mata/rambut palsu (Probolinggo), jamu-jamuan, dan kosmetika herbal.

Pendek kata, Indonesia punya banyak “orang hebat” dengan “karya hebat” di beragam bidang (politik, ekonomi, budaya), di dalam dan di luar negeri.

Tinggal bagaimana “landak” Jokowi-JK dapat mengintegrasikan “kekuatan-kekuatan hebat” itu dalam sebuah sistem yang kondusif, untuk kemudian memfasilitasinya untuk mentransformasi Indonesia dari “Baik” menjadi “Hebat”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun