Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Aku Jemu Menanti Jokowi

5 Februari 2015   15:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:47 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukannya aku tak paham filosofi alon-alon asal kelakon.Aku selalu menerapkannnya saat makan bubur panas.Atau saat menikmati secangkir kopi pahit.

Tapi kalau sudah menyangkut perseteruan KPK dengan Polri yang sudah menjurus kontraproduktif?Bahkan menjurus “membabi-buta” dengan segala argumen hukum yang jelas-jelas sesat pikir?Mencari-cari kesalahan di masa lalu untuk membungkam kebenaran di masa kini?Apakah filosofi alon-alon asal kelakon masih relevan?

Jawabnya hanya satu kata: “Tidak!”Tapi itulah yang hari-hari ini dilakonkan presiden kita, Presiden Jokowi.Mengahadapi perseteruan destruktif antara KPK dan Polri, sejauh ini, tak ada satupun tindakan politik signifikan dari Jokowi untuk menghentikannya.Sekaligus mengembalikan dua institusi penegakan hukum itu pada marwah masing-masing.

Padahal, sebagai pemimpin berkualifikasi beyond-top CEO atau leader of leader, yang pantang menyalahkan orang lain, Jokowi mestinya sudah sangat paham bahwa sumber masalahnya adalah dia sendiri.Ia tidak menarik kembali pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri, sesaat setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka korupsi dan sebelum DPR melakukan uji kelayakan/kepatutan dan memberi persetujuan.

Bahkan, setelah sadar salah, Jokowi masih tetap adem-ayem alon-alon asal kelakon, padahal konflik KPK dan Polri sudah meluncur layaknya juggernaut.Bukan saja mengancam eksistensi Polri dan KPK , tapi juga mengancam legitimasi Presiden Jokowi sendiri.

Aku sungguh jemu menanti tindakan politis mangkus dari Presiden Jokowi.Untuk menyelesaikan konflik bernuansa fauna (Cicak vs Buaya) antara KPK dan Polri, yang telah menyeret berbagai pihak termasuk DPR dan LSM menjadi “tukang kompor”.Tapi sampai hari ini belum ada tanda-tanda Jokowi akan bertindak.Masih sibuk bermain di sawah dengan petani, atau bermain sepeda di Jalan Thamrin, atau belanja sarung ke Tanah Abang.

Sungguh, aku tak paham pertimbangan moral, hukum, dan politik apa yang membuat Jokowi ragu memutuskan untuk menganulir pencalonan Budi Gunawan, sekaligus mengajukan calon Kapolri baru yang tak kontroversial.Apakah karena ancaman pemakzulan oleh DPR khususnya kubu KIH yang sama sekali tidak hebat itu?Pak Jokowi, tolong berikan satu contoh saja, di negara mana pernah ada seorang presiden dimakzulkan lantaran menganulir pencalonan sesorang tersangka korupsi menjadi pejabat negara?

Lagi pula, aku merasa ada semacam “sesat pikir” di sini.Coba dipikir baik-baik, kubu KIH itu hanya mencalonkan Jokowi sebagai presiden.Yang kemudian mendudukkannya sebagai presiden adalah rakyat pemilihnya.Jadi, bukan DPR yang kuasa memakzulkan Jokowi dari kursi presiden, melainkan rakyat.Jangan lupa sejarah, presiden “terkuat” Indonesia Soeharto jatuh dari kursi presiden karena kekuatan rakyat memaksa DPR yang memble waktu itu.

Jadi, andaikata karena keputusannya menganulir pencalonan Budi Gunawan, lantas DPR mulai jungkir-balik main sirkus politik untuk memakzulkan Jokowi, harusnya “Presiden Berbasis Rakyat” ini yakin bahwa rakyat akan membentenginya.Pak Jokowi mestinya sangat sadar, dia duduk di kursi presiden berkat “Revolusi Enam Hari” oleh para rakyat relawan yang berpuncak pada “Konser Dua Jari” di Senayan yang berdampak rebound suara untuknya.Kalau bukan karena itu, Prabowo –lah yang tinggal di Istana Presiden sekarang.“Revolusi Enam Hari” jilid kedua bisa saja digerakkan lagi untuk membentenginya di Istana Presiden.

Jadi, aku sungguh tak mengerti, apa sebenarnya yang membuat Jokowi bimbang mengambil keputusan. Apakah dia sudah tak percaya lagi pada rakyat setelah menjadi Presiden RI? Dulu waktu masih menjadi calon presiden dia sangat percaya kepada rakyat.  Jangan-jangan kini dia lebih percaya kepada "patron"-nya, siapapun itu.  Entahlah!

Hal yang sungguh jelas, dan sungguh aku mengerti, kini perasaan jemuku sudah  mengepulkan asap dari ubun-ubun.Perasaan ini diperparah pula oleh teriakan frustasi Koes Plus dari radio tua, “… Kurasa berat kurasa berat beban hidupku, Ku tak tahu ku tak tahu ooo ku jemu, Heee ku jemu!”(*)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun